10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerika

Kisah kapal budak Clotilda yang sangat terkenal

Sebelum 6 Desember 1865, memiliki budak dan memperkerjakannya dengan kejam masih dilegalkan di Amerika. Tetapi, pada hari itu, Amandemen ke-13 diratifikasi, dengan pernyataan, "Baik perbudakan maupun penghambaan paksa ... tidak akan ada di Amerika Serikat, atau di tempat mana pun yang tunduk pada yurisdiksi mereka."

Undang-undang lain, yang mulai berlaku pada 1 Januari 1808 juga menghapuskan perdagangan budak Afrika. Bagaimana ya, nasib para penyintas yang berhasil bertahan dari perbudakan kejam ini? 

Fakta kapal budak

https://www.youtube.com/embed/PmQvofAiZGA

Menurut History, kapal budak pertama berlayar ke Jamestown, Virginia, pada bulan Agustus 1619. Selama sekitar 60 tahun berikutnya, sebagian besar kerja paksa sebenarnya datang dari pelayan kontrak orang Afrika yang dikirim dari Eropa.

Ketika pasokannya menyusut dan kebutuhan akan pekerja meningkat, perdagangan budak dari Afrika pun mencapai titik tertinggi pada masa itu. Antara 1680 dan 1770-an, diperkirakan bahwa kapal-kapal Inggris saja membawa 3 juta orang dalam perbudakan di AS.

Pada 1807, ada sekitar 4 juta orang yang terjebak dalam perbudakan.  Anggota parlemen menganggap penduduknya mampu hidup mandiri, karena mereka yang lahir dalam perbudakan juga merupakan budak, dan memilih untuk menghapus perdagangan budak Afrika pada 1 Januari 1808. Undang-undang tersebut disahkan, tetapi ada satu kapal budak lagi yang masih beroperasi - dan inilah kisahnya. 

1. Pelayaran terakhir kapal Clotilda 

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikanationalgeographic.com

Pada tahun 1860, perdagangan budak Afrika telah dilarang selama 52 tahun, dan mengangkut orang dengan kapal dari Afrika untuk dijadikan budak di AS merupakan pelanggaran yang dapat dihukum gantung. Dilansir The New York Times, Timothy Meaher menjadi pemilik sebuah perusahaan kapal uap, dan di salah satu kapal inilah terjadi pertengkaran di antara penumpang. Mereka berdebat terkait membawa kapal budak dari Afrika. Tetapi, Meaher tetap melakukannya.

Clotilda berlayar di bawah komando Kapten William Foster dan mengangkut 110 orang dari daerah yang sekarang dikenal sebagai bangsa Benin. 110 orang itu diculik dari rumah, desa, dan keluarga mereka oleh kapten dan kroninya untuk dibawa ke Alabama. Setelah mereka diturunkan, Foster membakar Clotilda untuk menghilangkan bukti kejahatan mereka. Meaher ternyata, memenangkan taruhannya dengan mengorbankan puluhan nyawa. 

2. Perjalanan Clotilda  

https://www.youtube.com/embed/b2lwAd0qrWo

Perjalanan Clotilda akhirnya menjadi salah satu perjalanan kapal budak yang terdokumentasi dengan baik. Kapten William Foster membuat jurnal, dan Timothy Meaher sendiri justru membual kepada semua orang mulai dari tetangga hingga jurnalis.

Menurut National Geographic, pria, wanita, dan anak-anak yang dipilih oleh pedagang budak di kapal Clotilda berasal dari berbagai daerah dan kelompok etnis di Nigeria dan Benin. Sebagian besar diculik, dan beberapa lainnya oleh Dahomey yang menjual budak. Mereka adalah tentara, pedagang, petani, dan keluarga yang kemudian diperiksa dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Lalu, mereka diminta menyeberang menuju kapal Clotilda, dengan melewati air setinggi leher. Mereka pun diperintahkan untuk telanjang. Secara teori, itu untuk membersihkan, tetapi pada kenyataannya, itu adalah penghinaan.

Pelayaran itu mengerikan. Semua orang ditahan di dalam kapal selama 13 hari pertama oleh kru. Orang-orang yang selamat bercerita bahwa mereka kepanasan, kelaparan, dan kehausan. Setiap orang hanya dijatah dalam satu harinya dengan seteguk air yang terasa seperti cuka, dan makanan yang hanya berupa molase dan bubur. Penyakit pun mudah menyebar, dan ketika mereka melihat daratan, ada dua orang yang tewas. 

3. Pelarian 

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikaafricanhistorybooks.com

Clotilda meninggalkan AS pada akhir Februari atau awal Maret, dan pada 8 Juli, sebuah kapal tunda menarik kapal budak ke Mobile Bay. Para budak ini dipindahkan lagi ke kapal uap milik saudara laki-laki Timothy Meaher yang bernama Burns, dan kemudian dibawa ke perkebunan milik John Dabney. Menurut National Geographic, Kapten William Foster membakar Clotilda untuk menghilangkan bukti.

Sementara itu, para budak dipencar dari satu tempat ke tempat lain untuk bersembunyi dari pihak berwenang. Mereka "dibalut" dengan karung jagung dan kain lap, diberi makan daging buruan dan tepung jagung. Namun, pihak berwenang sudah mencium ketidakberesan yang disembunyikan oleh Meaher dan Foster.

Otoritas federal pun mengirim Marsekal AS untuk melacak, tetapi mereka tidak pernah berhasil. Ketika mereka tiba di perkebunan Dabney, para budak sudah dipindahkan ke perkebunan lain milik saudara laki-laki Meaher.

4. Apa yang terjadi pada para budak ketika sampai? 

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikalifedaily.com

Ada 80 orang yang dibawa ke Mobile, Alabama, dan dijual dalam pelelangan yang diselenggarakan Meaher, tetapi 25 orang terdeteksi dan dilaporkan oleh surat kabar Mercury. Pada tanggal 23 Juli 1860, surat kabar tersebut melaporkan bahwa sekelompok orang dari "keturunan Afrika murni" terlihat berjalan melalui pedesaan Alabama. Di tengah perjalanan, mereka melewati sebuah sirkus, dan mereka berteriak dalam bahasa asli mereka, yang membuatnya dicurigai. 

National Geographic mengatakan bahwa Meaher menyembunyikan 16 pria dan 16 wanita, sementara saudaranya mengambil 20 orang, dan Kapten William Foster diberi 16 orang. Mereka juga ditangkap karena menjalankan kapal budak ilegal, tetapi karena budak tersebut tidak ditemukan, Meaher,  saudaranya, dan pemilik perkebunan John Dabney dibebaskan dari semua tuduhan. Foster dihukum dengan membayar denda 1.000 US dolar, karena tidak membayar bea cukai atas impor kapalnya. 

5. Para budak membangun solidaritas

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikalifedaily.com

Para budak Clotilda sering dijual secara kelompok, dan mereka pun berbagi kekuatan dan solidaritas yang dibentuk saat mereka di kapal. Noah Hart misalnya, budak yang sudah bekerja di perkebunan Timothy Meaher, saat Timothy membawa kelompok budak barunya dari Clotilda.

Dia bercerita melalui National Geographic bahwa budak baru ini tidak pernah bertengkar atau berdebat, serta tidak pernah memulai masalah atau berkelahi dengan orang lain di rumah baru mereka. Tetapi, mereka akan melawan jika majikan mereka menyakiti salah satu anggota budak.

Saat juru masak Meaher menampar salah satu gadis muda Clotilda, teriakannya membuat keluarga barunya menghampiri sambil membawa tongkat dan peralatan kebunnya. Si juru masak akhirnya ketakutan. Contoh perlawanan lainnya terjadi di perkebunan milik saudara laki-laki Meaher. Seorang pengawas juga mencambuk seorang wanita muda Clotilda, namun cambuknya direbut dan justru dialah yang dicambuki oleh budak lain hingga berdarah.

Mereka juga saling membantu dalam hal tradisi - mulai dari praktik penguburan hingga tato - yang telah lama dipraktikkan oleh nenek moyang mereka untuk mempertahankan identitas mereka. Tetapi, tidak semua orang dijual secara kelompok. Bagi individu yang dijual sendiri, mereka diperlakukan sangat buruk dan tidak ada yang bisa membela. Mereka pun tidak bisa bahasa Inggris dan sering kali mengalami kesalahpahaman. 

Baca Juga: Sejarah 7 Kelompok Kecil yang Menang Lawan Pasukan Besar

6. Salah satu penyintas terakhir dari Clotilda

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikathejuicyreport.com

Pada tahun 2020, National Geographic membuat profil anggota Clotilda terakhir yang masih hidup. Namanya Abake, yang memiliki arti "terlahir untuk dicintai oleh semua orang," tapi namanya diganti menjadi Matilda ketika dia dijual ke perwakilan negara bagian Alabama, Memorable Walker Creagh.

Di usia 2 tahun, ibu dan saudara perempuannya ditawan oleh prajurit Dahomey, diseret ke pelabuhan budak terdekat, dan dipilih untuk masuk ke kapal Clotilda. Meskipun dia tidak ingat perjalanan itu, ibunya sering menceritakannya. Keluarga itu terpisah ketika mereka mencapai AS - Matilda dan saudara perempuannya, Sallie yang berusia 10 tahun, tinggal bersama ibu mereka. Dua kakak perempuannya dijual terpisah, dan dia tidak tahu apa yang terjadi pada mereka. 

Namun, ia dan budak-budak Selatan lainnya terbebas dari perbudakan pada tahun 1865. Usianya baru 14 tahun pada saat itu. Setelah menetap di Martin Station, Alabama, Matilda, yang kemudian dikenal sebagai Matilda McCrear menikah dengan seorang penjilid buku Jerman yang menjadi wakil sheriff, dan memiliki tujuh orang anak.

Hidupnya semakin membaik saat dia mampu menyewa dan mengelola pertanian. Ia menuntut ganti rugi dari pemerintah atas penculikannya, namun ditolak. Matilda akhirnya pindah ke Selma pada tahun 1937 dan meninggal pada tahun 1940. Dia adalah salah satu orang terakhir yang selamat dari Clotilda. 

7. Dijual sebagai pengantin anak

https://www.youtube.com/embed/Piq4JO8HVmk

Sebelum para sarjana mengungkap kisah Matilda McCrear, ada wanita lain yang dianggap sebagai orang terakhir yang selamat dari Clotilda. Namanya Redoshi, dan dia berusia 12 tahun ketika ayahnya dibunuh. Dia diculik dari kediamannya di Afrika Barat dan dibawa ke Clotilda, Amerika, dengan cara dirantai.

Namanya diubah menjadi Sally Smith, dia menceritakan kisahnya kepada Zora Neale Hurston seperti yang dilaporkan oleh The New York Times. Setibanya di AS, dia di jual, dipasangkan dengan seorang pria yang juga diculik dari keluarganya. Mereka dilelang sebagai pasangan suami-istri. Mereka pun menjadi budak di perkebunan Bogue Chitto, Alabama. 

Amandemen ke-13 disahkan lima tahun kemudian, tetapi Smith memilih untuk tinggal bersama keluarganya - keluarga yang telah membelinya, hal ini diungkapkannya dalam sebuah wawancara surat kabar. Menjelang akhir hidupnya, kisahnya difilmkan dalam film Departemen Pertanian berjudul The Negro Farmer: Extension Work for Better Farming and Better Living. Ia pun menjadi satu-satunya budak yang difilmkan. Film ini dirilis pada tahun 1938, dan dia meninggal pada tahun 1937. 

8. Cudjo Lewis yang mengisahkan hidupnya melalui buku

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikatelegraph.co.uk

Menurut NPR, Zora Neale Hurston mendengarkan kisah masa lalu Cudjo Lewis di tahun 1927, saat usia Lewis sudah mencapai 90-an. Hurston pun menulis buku berdasarkan cerita hidup Lewis, tetapi Independent mengatakan bahwa ketika dia menyerahkannya ke penerbit pada tahun 1931, tidak ada penerbit yang mau menerimanya. Baru pada 2018 buku itu akhirnya diterbitkan. 

Kisahnya dimulai saat Cudjo Lewis berusia 19 tahun dan masih menggunakan nama aslinya, Kossula. Awalnya, sekelompok prajurit wanita membantai desanya, menawan orang-orang yang bisa mereka jual, dan membunuh beberapa orang dari mereka. Lalu dia dibawa ke Clotilda di mana, menurut History, saat kapal itu mendarat di negara bagian, dia menemukan teman dan keluarga baru, yang memiliki solidaritas yang tinggi. Namun ia dipisahkan dari mereka, yang membuatnya sangat sedih.

9. Kehidupan Cudjo Lewis yang penuh kepiluan

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikastevehely.com

Cudjo Lewis dibeli oleh saudara laki-laki Timothy Meaher yang bernama Jim. Dilansir laman Independent, Lewis menganggap dirinya lebih beruntung karena kekerasan yang dialaminya tidak separah dengan kekejaman yang dilakukan Meaher sendiri. Lewis menjadi budak selama lima tahun sebelum ratifikasi Amandemen ke-13 ditetapkan.

Dan saat ia bebas dari perbudakan, dia dan para budak lain meminta tanah atau perkebunan yang mereka garab sebagai pembayaran atas penculikan dan kerja keras mereka selama ini. Meaher tidak mau menyerahkan tanahnya, tetapi sekelompok mantan budak memiliki cukup uang untuk membeli sebagian properti mereka sendiri. 

Lewis menikahi seorang wanita bernama Abila, dan mereka memiliki enam anak—tetapi mengalami tragedi yang memilukan. Satu demi satu, anaknya meninggal. Ada yang sakit-sakitan, kecelakaan, dan satu anaknya yang dinamai Cudjo juga - ditembak mati oleh seorang petugas polisi.

NPR mengatakan bahwa ketika ia menceritakan kisahnya kepada Zora Neale Hurston, istri dan semua anaknya telah meninggal. Meski sebagai sesepuh komunitas yang disegani dan akrab disapa Paman Cudjo, dia merasa sangat kesepian. Sampai hari di saat ia meninggal pada tahun 1935, dia menginginkan satu hal - pulang ke rumah. 

10. Dibangunnya Africatown 

10 Fakta Penyintas dari Kapal Budak Terakhir Milik Amerikaarkrepublic.com

Orang-orang yang selamat dari Clotilda ditahan sebagai budak selama lima tahun sebelum akhirnya dibebaskan. Namun, menurut Smithsonian, mereka yang tidak punya uang terpaksa bekerja di pabrik dan pertanian. Mereka menjual sayuran dan pekerjaan apapun untuk menghasilkan uang. Uang itu mereka kumpulkan bersama untuk membeli tanah dari orang yang pernah menculik mereka. Disanalah, mereka membangun rumah baru dan menamakannya Africatown. 

Didirikan pada tahun 1866 (atau, beberapa sumber mengatakan, 1868), dan pada pertengahan abad ke-20, The New York Times mengatakan bahwa kota itu tumbuh menjadi tempat yang diidamkan banyak orang. Pekerjaannya sangat menjanjikan, seperti pekerjaan di pabrik kertas terdekat dan menjadi nelayan.

Sayangnya, hal baik itu harus berakhir. Pada 2019, populasinya turun menjadi sekitar 2.000 dari 12.000 penduduk, banyak pabrik yang dahulu berdiri, sekarang ditutup, dan banyak tempat-tempat di kota yang ditinggalkan. Mereka yang masih tinggal di sana tidak mau menyerah - bagi beberapa penduduk yang tersisa, itu menjadi kota berharga yang didirikan oleh nenek moyang mereka. 

Kebenaran terkait kapal budak Clotilda masih terus di gali, bersamaan dengan dicarinya kapal budak tersebut oleh National Museum of African American History dan Culture Slave Wrecks Project. Jadi, perbudakan secara halus ataupun kejam sepertinya harus dihapuskan, apalagi yang menyangkut rasisme.

Baca Juga: 7 Minuman Beralkohol Unik dari Peradaban Kuno, Bagian Sejarah Dunia

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya