Jean-Paul Sartre: Filsuf Eksistensialis yang Menolak Hadiah Nobel

#ANGPOIN Filsuf yang mengembangkan aliran eksistensialisme

Bagi yang tengah menggeluti atau sedang belajar filsafat mungkin nama Jean-Paul Sartre sudah tidak lagi asing di telinga. Seorang filsuf kontemporer asal Prancis yang dikenal sebagai seorang pengembang aliran eksistensialisme ini sangat terkenal dan banyak direkomendasikan untuk diselami pemikirannya.

Selain seorang filsuf, Sartre juga merupakan seorang guru dan penulis yang banyak menghasilkan karya-karya yang penuh dengan gagasan menarik.

Untuk lebih mengenal sosok Jean-Paul Sartre, mari simak profil serta gagasan-gagasan menarik dari filsuf yang satu ini!

1. Latar belakang Jean-Paul Sartre dalam mempelajari ilmu filsafat

Jean-Paul Sartre: Filsuf Eksistensialis yang Menolak Hadiah Nobelbritannica.com

Jean-Paul Sartre lahir pada 21 Juni 1905 di Paris, Prancis. Ayahnya meninggal ketika ia masih sangat kecil, sehingga ibunya pada akhirnya membawanya untuk tinggal di rumah kakeknya Carl Schweitzer yang merupakan saudara dari Albert Schweitzer, seorang teolog, dokter serta filsuf yang juga merupakan penerima penghargaan Nobel. Kakeknya lah yang merupakan orang pertama yang mengenalkan Sartre pada literatur.

Ketika beranjak dewasa Sartre mulai tertarik pada ilmu filsafat setelah membaca esai dari Henri Bergson yang berjudul "Time and Free-Will". Sartre mempelajari banyak sekali mata pelajaran seperti sejarah filsafat, filsafat umum, sosiologi dan etika sebelum akhirnya ia berhasil mendapatkan gelar doktor pada ilmu filsafat.

Selain itu, ia juga banyak sekali menyerap pemahaman-pemahaman dari Kant, Hegel, Heidegger, Kierkegaard, serta Husserl.

2. Hubungan Jean-Paul Sartre dan Simone de Beauvoir

Jean-Paul Sartre: Filsuf Eksistensialis yang Menolak Hadiah Nobeltheguardian.com

Jean-Paul Sartre juga sangat dikenal akan hubungan non-monogami yang dimilikinya dengan Simone de Beauvoir yang merupakan seorang penulis, filsuf dan feminis yang cukup terkenal. Mereka berdua pertama kali bertemu pada tahun 1929 ketika mereka sama-sama tengah belajar untuk ujian nasional ilmu filsafat di Paris. Hubungan mereka terjalin sangat lancar dan lama, sehingga banyak disorot oleh publik.

Jean-Paul Sartre dan Simone de Beauvoir saling mendukung pengembangan diri serta pemikiran satu sama lain, sehingga menjadikan mereka sebagai salah satu pasangan yang powerful.

Tak hanya itu, keduanya juga berhasil mematahkan asumsi serta ekspektasi mengenai latar belakang mereka yang dikenal borjuis. Keduanya lantas menjadi pasangan yang sangat terkenal sepanjang abad ke-20.

Baca Juga: 7 Fakta Louis XIV, Raja Terlama yang Berkuasa dalam Sejarah Prancis

3. Jean-Paul Sartre dalam Perang Dunia II

Jean-Paul Sartre: Filsuf Eksistensialis yang Menolak Hadiah Nobelthe100.ru

Pada tahun 1939, Jean-Paul Sartre didaftarkan sebagai seorang ahli meteorologi di angkatan tentara Prancis. Setahun setelah bertugas, Sartre tertangkap oleh pasukan Jerman sehingga membuatnya harus ditahan selama 9 bulan di tengah peperangan.

Selama ditahan, ia membaca karya dari Martin Heidegger yang berjudul "Being and Time" yang mana sangat menginspirasinya mengenai konsep eksistensialisme. Sartre dibebaskan pada tahun 1941 dan pada akhirnya menjadi seorang pengajar di Lycée Pasteur.

4. Pemikiran Jean-Paul Sartre mengenai eksistensi secara garis besar

Jean-Paul Sartre: Filsuf Eksistensialis yang Menolak Hadiah Nobeltheglobeandmail.com

Pemikiran Sartre yang terkenal adalah konsep "eksistensi mendahului esensi" yang mana berarti manusia ada lebih dulu daripada esensi atau makna dirinya. Karenanya, ia menyatakan bahwa manusia sebenarnya terlahir tanpa memiliki makna apapun.

Sartre adalah seorang eksistensialis atheis, yang mana berarti ia tidak percaya akan keberadaan Tuhan. Oleh karenanya, ia juga tak percaya terhadap takdir yang mengatur manusia dan beranggapan bahwa seluruh perbuatannya akan ditanggung oleh dirinya sendiri dan tanpa adanya campur tangan dari Tuhan.

Salah satu kutipannya yang terkenal adalah "Manusia dikutuk untuk bebas" yang mana menjelaskan bahwa manusia memiliki kebebasan yang mutlak termasuk dalam memaknai kehidupannya sendiri. Meski begitu, memiliki kebebasan yang penuh juga merupakan suatu beban dan penuh dengan risiko serta konsekuensi tersendiri. Oleh karenanya, Sartre pun memaknai kebebasan sebagai sebuah kutukan pada manusia.

5. Karya-karya Jean-Paul Sartre yang sangat menarik dan terkenal

Jean-Paul Sartre: Filsuf Eksistensialis yang Menolak Hadiah Nobelarakatsanat.com

Semua karya Jean-Paul Sartre pada dasarnya sangat menarik dan memiliki keunikannya masing-masing. Meski begitu, terdapat beberapa karya yang paling terkenal dan didaulat sebagai karya dari Jean-Paul Sartre yang wajib untuk didalami, yaitu:

1. Being and Nothingness

Karya yang satu ini merupakan karya esai dari Sartre yang membahas tentang masalah eksistensi manusia. Karya ini merupakan pengantar pemikiran eksistensialis Sartre yang paling awal sehingga benar-benar wajib untuk dibaca dan dipahami terlebih dulu bagi mereka yang ingin mendalami pemikiran filsuf yang satu ini.

2. Nausea

Karya yang satu ini merupakan novel pertama dari Sartre yang dianggap sangat autentik dan merepresentasikan pemikiran Sartre dengan sangat baik. Pembahasan mengenai kutukan kebebasan juga berada di dalam buku ini, sehingga menjadikannya benar-benar sangat direkomendasikan untuk dibaca.

3. The Flies

Karya ini merupakan sebuah drama yang ditulis oleh Sartre dengan tokoh mitologi Yunani Kuno yaitu Electra dan Orestes. Drama ini menjelaskan gagasan kesalahan serta pilihan yang kita buat, sehingga secara tidak langsung juga berkaitan dengan karya sebelumnya.

4. No Exit

Berlatarkan neraka, drama yang ditulis Sartre ini merupakan drama yang sangat terkenal. Drama ini mengilustrasikan teori filsuf dalam sebuah aksi. Kutipan yang sangat terkenal dari drama ini adalah "Neraka adalah orang lain" yang mana neraka disini banyak diartikan sebagai Paris di bawah kekuasaan Nazi dan merupakan sebuah komentar mengenai situasi pada masa itu.

6. Penghargaan Nobel dan penolakan Jean-Paul Sartre terhadapnya

Jean-Paul Sartre: Filsuf Eksistensialis yang Menolak Hadiah Nobelsoylentidergi.com

Karena karya-karyanya yang sangat bagus, pada tahun 1964 Jean-Paul Sartre mendapatkan penghargaan Nobel. Meski begitu, ia memilih untuk tidak menerima penghargaan tersebut. Hal ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, tetapi alasan yang paling utama adalah Jean-Paul Sartre tidak mau menerima berbagai bentuk penghargaan yang diberikan oleh organisasi apapun.

Hal ini dikarenakan sebuah organisasi biasanya dilatarbelakangi atau menganut ideologi tertentu, sehingga ia tak mau nantinya ia justru dikaitkan dengan ideologi atau kepentingan tertentu dalam organisasi tersebut.

Jadi bagaimana? Apakah Jean-Paul Sartre juga termasuk filsuf favoritmu? Yuk, tinggalkan opinimu mengenai filsuf yang satu ini di kolom komentar!

Baca Juga: 10 Foto Paling Ikonik yang Pernah Diambil Selama Perang Dunia II

Amira Kartika Photo Verified Writer Amira Kartika

I found writing as one of the best method to help me calming the chaos in my mind.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya