Operasi Barbarossa: Titik Awal Kejatuhan Jerman di Perang Dunia II

Operasi militer terbesar dalam sejarah umat manusia!

Operasi Barbarossa dilancarkan oleh Jerman Nazi kepada Uni Soviet pada 22 Juni 1941. Operasi militer tersebut merupakan salah satu momen paling bersejarah bagi umat manusia. Sebab, serangan tiba-tiba dari Jerman Nazi bisa dibilang menjadi titik balik paling signifikan yang mengubah hasil akhir dari Teater Eropa dalam Perang Dunia II.

Usai kejatuhan Prancis pada 22 Juni 1940 atau tepat setahun sebelumnya, militer Jerman (Wehrmacht) tanpa diragukan lagi jadi kekuatan baru yang mencuat di panggung Eropa dan dunia. Taktik yang mutakhir dan peralatan perang modern jadi salah satu kekuatan utama Jerman Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler. Ditambah lagi, usai kejatuhan Prancis, lawan utama mereka dalam Perang Dunia II saat itu hanya tersisa Britania Raya di barat.

Selain itu, tekanan dari kekuatan luar terus mendekati ladang minyak Rumania yang sangat berharga bagi Jerman Nazi. Hal inilah yang disebut-sebut membuat Hitler pada akhirnya berani untuk membuka front kedua di timur menghadapi raksasa lain, Uni Soviet.

Akan tetapi, nyatanya Operasi Barbarossa yang diharapkan dapat memberi pukulan telak pada Uni Soviet justru menjadi awal mula kemunduran Jerman dalam Perang Dunia II. Mengapa demikian? Berikut adalah 5 fakta soal Operasi Barbarossa, operasi militer yang merubah hasil Perang Dunia II.

1. Operasi ini didasarkan pada janji politik dan dendam Adolf Hitler kepada kaum Slavic serta ideologi komunisme

Operasi Barbarossa: Titik Awal Kejatuhan Jerman di Perang Dunia IIPertemuan Adolf Hitler dengan para petinggi militernya di Berlin, 1939. (commons.wikimedia.org/Unknown Author)

Mengutip dari laman History, secara politis Uni Soviet jadi sasaran penting bagi Hitler karena janjinya yang ingin memberikan Lebensraum (ruang hidup) bagi rakyat Jerman nantinya. Dengan melihat begitu luasnya tanah yang tersedia di Eropa Timur, maka tak mengherankan kalau ia ingin mengekspansi wilayahnya sampai ke tanah Rusia.

Tak hanya dari sisi politik, Hitler juga merupakan seorang megalomania yang memimpikan kejayaan Jerman dan ras Aryan. Dalam buku Mein Kampf karyanya, Hitler mengatakan memiliki dendam pribadi terhadap ideologi komunisme dan kaum Yahudi yang ia tuding sebagai dalang di balik kekalahan Jerman pada Perang Dunia I. Ia juga seorang rasis yang memandang rendah ras Slavic yang tinggal di kawasan Eropa Timur, khususnya Uni Soviet.

Atas dasar tersebut, ia pun mengeluarkan Führer Directive 21sebuah perintah untuk mengkaji dan merencanakan serangan pada Uni Soviet pada Desember 1940. Kemudian hasil dari rencana tersebut diberi nama Operasi Barbarossa yang diambil dari nama salah satu raja Kekaisaran Romawi Suci, Frederick Barbarossa (1122-1190).

Operasi ini direncanakan untuk menyerang hingga daerah sepanjang garis utara sampai selatan wilayah Uni Soviet yang disebut sebagai "Garis A-A" yang dimulai dari Pelabuhan Archangel yang dekat dengan Sungai Dvina hingga Pelabuhan Astrakhan yang berdekatan dengan Sungai Volga. Perbatasan barat Uni Soviet hingga Garis A-A disebut Jerman Nazi sebagai lokasi yang kaya akan sumber daya alam maupun manusia.

2. Serangan kotor dari Adolf Hitler karena sebelumnya telah ada pakta non-agresi antara kedua negara

Operasi Barbarossa: Titik Awal Kejatuhan Jerman di Perang Dunia IIPertemuan menteri luar negeri Uni Soviet (kiri) dengan menteri luar negeri Jerman Nazi (kanan) pasca penandatanganan Pakta Molotov-Ribbentrop. (commons.wikimedia.org/Unknown Author)

Seminggu sebelum serangan Wehrmacht ke Polandia yang jadi tanda dimulainya Perang Dunia II, Jerman Nazi dan Uni Soviet telah menandatangani Pakta Molotov-Ribbentrop pada 23 Agustus 1939. Pakta non-agresi tersebut ditandatangani oleh menteri luar negeri Uni Soviet, Vyacheslav Molotov, dan menteri luar negeri Jerman Nazi, Joachim von Ribbentrop.

Dilansir The Guardian, Pakta Molotov-Ribbentrop berisi perjanjian non-agresi antara kedua negara, pernyataan netralitas jika salah satu negara menyerang pihak ketika, serta larangan kedua belah pihak untuk bergabung dengan koalisi negara lain. Berkat perjanjian tersebut, setidaknya Jerman Nazi mendapatkan jaminan kalau Uni Soviet tidak akan melakukan intervensi ketika Wehrmacht melancarkan serangan kepada Polandia.

Dalam proses pembuatan pakta tersebut, ternyata ada pembahasan rahasia yang tidak disebarkan kepada publik antara Jerman Nazi dan Uni Soviet. Kedua negara sepakat dalam pembagian teritorial Polandia jika berhasil ditaklukan nantinya. Inilah yang membuat Uni Soviet bergabung dengan Wehrmacht pada 17 September 1939 untuk menghabisi sisa-sisa perlawanan Polandia yang telah diserang sejak 1 September 1939.

Atas dasar tersebut, maka sebenarnya Operasi Barbarossa yang dilancarkan Jerman Nazi pada 22 Juni 1941 tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap perjanjian yang mereka ajukan kepada Uni Soviet. Memang ada isu kalau Uni Soviet mungkin melakukan pengkhianatan yang serupa, tapi fakta bahwa Jerman Nazi yang memulai serangan tersebut jadi bukti lain kalau Hitler telah bermain "kotor" dalam perang.

Baca Juga: 5 Penyebab Dasar Mengapa Jerman Kalah dalam Perang Dunia II 

3. Operasi ini didesain sebagai serangan cepat yang dapat menghancurkan militer Uni Soviet

Operasi Barbarossa: Titik Awal Kejatuhan Jerman di Perang Dunia IIAksi infantri Jerman Nazi dengan senapan mesin MG-34 di salah satu kota Uni Soviet. (commons.wikimedia.org/Kilian)

Dalam Perang Dunia II, Jerman Nazi selalu menggunakan serangan cepat yang dapat melumpuhkan militer lawan dalam waktu singkat. Hal ini nampak dalam taktik militer Blitzkrieg yang secara harfiah berarti "perang kilat". Dengan menggabungkan kekuatan infantri, tank, dan pengebom udara, Jerman Nazi terbukti sukses menaklukkan Polandia, Belgia, Belanda, hingga Prancis dalam waktu yang relatif singkat.

Sejumlah kesuksesan itu ingin diulang lagi oleh Hitler dan para jenderalnya. Dilansir Britannica, Operasi Barbarossa awalnya akan dilaksanakan pada pertengahan Mei 1941. Akan tetapi, adanya invasi ke Yunani dan Yugoslavia yang dilakukan sekutu Jerman Nazi, Italia, membuat operasi ini harus diundur ke bulan Juni karena Jerman Nazi harus membantu sekutunya mengamankan wilayah Balkan.

Selama masa persiapan, Jerman Nazi dan para sekutunya berhasil mengumpulkan 3 juta pasukan atau sekitar 80 persen dari total kekuatan militer Jerman Nazi yang terbagi dalam 150 divisi berbeda. Total terdapat 19 grup panzer (tank) dengan kekuatan lebih dari 3.000 tank, 7.000 unit artileri, serta 2.500 unit pesawat sebagai dukungan dari Luftwaffe (angkatan udara Jerman Nazi). Pasukan ini kemudian bertambah lagi sebanyak 30 divisi dari gabungan pasukan Rumania dan Finlandia.

Sebenarnya, Joseph Stalin telah diperingatkan oleh jenderal-jenderalnya dan aliansi barat tentang aktivitas militer di perbatasan dan kemungkinan serangan dari Jerman Nazi. Akan tetapi, Stalin tetap bersikukuh kalau Hitler tidak mungkin memulai serangan bodoh terhadap Uni Soviet. Faktor ini juga yang membuat Operasi Barbarossa dapat dilancarkan secara mendadak, kendati harus diundur hingga lima minggu lamanya.

Hasilnya, beberapa bulan pertama sejak operasi ini dimulai, Jerman Nazi membuat kemajuan yang sangat signifikan. Taktik Blitzkrieg yang dilancarkan berhasil menjebak ratusan ribu hingga jutaan pasukan Uni Soviet (Red Army) yang tak siap dengan gerakan melingkar di beberapa kota seperti di Smolensk, Kiev, Minsk, dan Vyazma-Bryansk. Bahkan, pada akhir Agustus Jerman Nazi hanya berjarak sekitar 350 km menuju Moskow, namun musim dingin Uni Soviet yang kejam datang dan menjadi awal malapetaka bagi mereka.

4. Serangan yang malah membuat Uni Soviet bergabung dengan aliansi Amerika-Britania Raya

Operasi Barbarossa: Titik Awal Kejatuhan Jerman di Perang Dunia IIPertemuan pemimpin 3 aliansi utama sekutu barat di Tehran, Iran 1943; Joseph Stalin (kiri), Franklin D. Roosevelt (tengah), dan Winston Churchil (kanan). (commons.wikimedia.org/Oulds, D C (Lt), Royal Navy official photographer)

Selang 2 tahun sebelum invasi, hubungan Jerman Nazi dan Uni Soviet memang terlihat baik. Bahkan selain pakta non-agresi, Uni Soviet sempat mengekspor beberapa material penting kepada Jerman Nazi. Hal ini bahkan membuat sekutu barat khawatir jika kerja sama dari kedua negara dengan ideologi berbeda ini dapat terjadi ke tingkat yang lebih jauh lagi.

Kendati punya hubungan yang baik dari sisi ekonomi dan politik, Imperial War Museums melansir, pada akhirnya Hitler tetap menganggap kalau Uni Soviet merupakan musuh bebuyutan yang harus segera dituntaskan. Selain itu, ketika pertempuran dengan Britania Raya mengalami titik buntu, serangan kepada Uni Soviet jadi target yang realistis bagi Hitler untuk mengakhiri perang.

Sebelum Operasi Barbarossa berlangsung, Hitler dan para petingginya beranggapan kalau alasan mengapa Britania Raya belum juga menyerah kepada Jerman Nazi dikarenakan oleh keberadaan Uni Soviet. Maka dari itu, agar dapat menyeret Britania Raya ke meja perundingan, Uni Soviet harus segera dikalahkan.

Sayangnya ekspektasi Hitler tak seindah realita yang terjadi. Berkat serangan ini, Uni Soviet malah bergabung dengan sekutu barat bersama Britania Raya dan Amerika Serikat yang akan segera bergabung setelah serangan ke Pearl Harbour. Tak hanya itu, Operasi Barbarossa justru malah membuat Jerman Nazi berperang dalam dua tempat sekaligus. Padahal ini adalah sesuatu yang bahkan ingin dihindari Kekaisaran Jerman pada Perang Dunia I.

5. Front timur di Teater Eropa jadi tempat paling brutal selama Perang Dunia II imbas dari Operasi Barbarossa

Operasi Barbarossa: Titik Awal Kejatuhan Jerman di Perang Dunia IIPotret militer Jerman Nazi yang sedang melewati pengungsi dari Uni Soviet menuju perbatasan. (commons.wikimedia.org/Dieck)

Ketika serangan ke Moskow gagal, Hitler kemudian menyatakan kalau Operasi Barbarossa berakhir dengan kegagalan. Artinya, Operasi Barbarossa berjalan selama kurang lebih 5 bulan 13 hari, jauh lebih panjang dari perkiraan petinggi militer Jerman Nazi yang menaksir kalau Uni Soviet akan berhasil diruntuhkan dalam kurun waktu 10 minggu.

Selesainya Operasi Barbarossa tak berarti jadi akhir dari pertarungan antara Jerman Nazi dengan Uni Soviet di front timur. Dilansir ThoughtCo, meski hanya berjalan selama beberapa bulan, Operasi Barbarossa terbukti sangat brutal dari segi jumlah korban maupun materi.

Selain ratusan ribu korban jiwa dari pihak militer kedua kubu, terdapat pula kurang lebih 600 ribu korban genosida pada akhir 1941 yang dilakukan SS-Einsatzgruppen terhadap kaum Yahudi, ras Slavic, serta golongan lain yang dianggap sebagai kalangan inferior.

Kemudian, usai Operasi Barbarossa pun Jerman Nazi masih mengupayakan sejumlah operasi lain dengan tujuan berbeda semisal Operasi Typhoon untuk menyerang kembali Moskow dan Operasi Citadel untuk mengamankan daerah Kursk. Pihak Uni Soviet pun tak tinggal diam, semenjak kemenangan di Pertarungan Moskow, Stalin memerintahkan sejumlah operasi serangan balik untuk memukul mundur Jerman Nazi dari wilayahnya

Seluruh serangan dari Jerman Nazi dan serangan balik dari Uni Soviet pada akhirnya menyebabkan puluhan juta jiwa terbunuh selama kurang lebih 4 tahun. Para korban ini terdiri atas korban militer, sipil, serta korban kamp konsentrasi yang dibuat Jerman Nazi untuk tahanan perang dan golongan inferior dalam kategori mereka untuk dipekerjakan hingga tewas ataupun jadi bahan percobaan.

Angka ini pun sebenarnya hanya perkiraan kasar. Sebab, negara-negara yang terlibat tidak mengeluarkan jumlah korban resmi karena berbagai alasan. Akan tetapi, satu hal yang pasti adalah jumlah korban dan kerusakan yang terjadi di front timur Teater Eropa dalam Perang Dunia II adalah yang terbesar selama durasi perang berlangsung.

6. Alasan di balik gagalnya Operasi Barbarossa

Operasi Barbarossa: Titik Awal Kejatuhan Jerman di Perang Dunia IISalah satu kereta kuda yang masih jadi andalan Jerman Nazi dalam urusan suplai. (commons.wikimedia.org/Planik)

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan Jerman Nazi untuk menundukkan Uni Soviet selama Operasi Barbarossa. Dalam Führer Directive No. 39, Hitler berkelit kalau alasan utama mengapa operasi ini gagal disebabkan oleh musim dingin yang datang lebih awal dan suhu dingin yang ekstrem.

Suhu ekstrem yang menghambat laju Wehrmacht memang benar adanya. Akan tetapi, ada sejumlah alasan yang jauh lebih vital yang menyebabkan gagalnya Operasi Barbarossa. Mengutip dari laman Imperial War Museum, penggunaan taktik blitzkrieg menjadi kurang efektif terhadap Red Army karena kehilangan elemen kejutannya. Hal ini pada akhirnya membuat Uni Soviet dapat mengantisipasi serangan Jerman Nazi dengan baik.

Selain itu, tujuan yang selalu berubah-ubah dari Hitler dan petinggi militer Jerman Nazi membuat pergerakan dari Wehrmacht sering tertunda. Padahal, beberapa kali mereka punya momentum yang baik untuk melancarkan serangan akhir ke Moskow. Ditambah lagi, masalah suplai dari Jerman Nazi terbilang buruk karena masih sangat mengandalkan kuda dibanding kendaraan mesin.

Diluar urusan militer pun, Jerman Nazi kalah segalanya dari Uni Soviet. Stalin berhasil mengungguli Hitler dari segi produksi persenjataan dalam skala masif, sumber daya manusia yang melimpah, serta semangat juang masyarakat yang sangat tinggi untuk membela tanah air. Hal inilah yang pada akhirnya membuat Red Army mampu untuk terus mendorong Jerman Nazi keluar dari wilayahnya hingga mencapai Berlin pada April 1945.

Pada akhirnya, pertaruhan Hitler untuk menyerang Uni Soviet dapat dikatakan sebagai salah satu keputusan paling fatal yang dilakukan seorang pemimpin dalam sejarah. Berkat serangan ini, sekutu barat justru semakin kuat karena kedatangan Uni Soviet dan Amerika Serikat untuk melawan kubu poros yang berakhir dengan kemenangan gemilang.

Baca Juga: 5 Peristiwa Penting Perang Dunia II yang Terjadi di Bulan Juni

Anjar Triananda Ramadhani Photo Verified Writer Anjar Triananda Ramadhani

Animal Lovers and Smartphone Enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya