Ilmuwan Temukan Bukti Keluarnya Gas Metan di Kutub Utara

Berpotensi memperburuk pemanasan global

Moskow, IDN Times - Para ilmuwan menemukan bukti bahwa gas metan beku yang tersimpan di Kutub Utara sudah menunjukkan tanda keluar. Diperkirakan gas metan tersebut keluar di area landas benua yang ada di sebelah Timur Siberia. 

Gas metan beku raksasa yang dijuluki 'lingkaran karbon raksasa tertidur' tersebut dapat memicu percepatan pemanasan global dan meningkatkan suhu di permukaan Bumi, dikutip dari The Moscow Times.  

1. Ilmuwan temukan tanda keluarnya gas metan di pesisir Siberia

Ilmuwan Temukan Bukti Keluarnya Gas Metan di Kutub UtaraBentang alam di Kutub Utara. instagram.com/airq.sensor/

Gas metan dalam jumlah besar yang berpotensi menjadi gas rumah kaca tersebut sudah terdeteksi berada pada kedalaman 350 meter di bawah pemukaan Laut Laptev yang tak jauh dari Rusia. Para peneliti mengkhawatirkan gas yang beku tersebut dapat memicu percepatan pemanasan global yang sudah memburuk akhir-akhir ini. 

Landas benua di Arktika tersebut diperkirakan mengandung gas metan beku dan gas lainnya dengan jumlah yang amat besar. Bahkan gas metan memiliki efek pemanasan 80 kali lebih besar dibandingkan gas karbondioksida dalam kurun waktu 20 tahun, dilansir dari Guardian.

2. Es laut di Arktika menunjukkan penurunan secara bertahap

Es laut yang terdapat di Kutub Utara juga sudah berkurang dari tahun ke tahun, bahkan bulan Oktober tahun ini dianggap sebagai bulan di mana es laut di Arktika jauh lebih sedikit dibanding biasanya. Menurut peneliti dari Danish Meteorological Institute tiap tahunnya es laut di Arktika selalu mencari saat memasuki musim panas.

Namun luasan es laut saat ini benar-benar berbeda dibandingkan keadaan 40 tahun yang lalu. Luas permukaan es laut yang tercatat tanggal 27 Oktober hanya sejumlah 6,5 juta km, sedangkan umumnya akan mencapai titik terendah seluas 5 juta km persegi saat musim panas dan maksimum 15 juta km persegi ketika musim dingin, dilansir dari Aljazeera.

3. Arktika mengalami pemanasan dua kali lipat dibanding wilayah lain di Bumi

Kawasan Arktika bahkan mengalami pemanasan dua kali melebihi wilayah lain di Bumi yang membuat belum menunjukkan tanda-tanda akan memasuki musim dingin di tahun ini. Meskipun sudah memasuki bulan Oktober, yang umumnya sudah diselimuti oleh es laut luas, dikutip dari Vox

Bahkan fluktuasi perubahan es laut ini juga akan berdampak pada cuaca musiman yang juga berpotensi memicu cuaca ekstrem di sejumlah tempat. Hingga kini ilmuwan masih meneliti hubungan hilangnya es laut di Arktika dengan pola cuaca di Amerika Utara, Eropa dan Asia. 

Baca Juga: 5 Negara yang Terancam Tenggelam, Bukti Nyata Pemanasan Global

4. Disebabkan efek berantai di Kutub Utara

Ilmuwan Temukan Bukti Keluarnya Gas Metan di Kutub Utarainstagram.com/rmattioeco/

Melansir dari Vox, perubahan es laut merupakan salah satu bagian dari efek cascade dikarenakan tertundanya pertumbuhan es ketika musim dingin akan menyebabkan es mudah leleh saat musim panas. Hal ini tentu menyebabkan semakin luasnya lautan terbuka dan berkontribusi pada pemanasan regional maupun global. 

Permukaan es laut yang berwarna putih akan merefleksikan cahaya matahari dan air laut yang gelap akan menyerap panas yang kemudian menyebabkan berkurangnya luas es laut. Selain itu, perubahan albedo juga turut berdampak pada pemanasan di Kutub Utara yang mencapai dua kali lipat dari rata-rata panas global. 

5. Berdampak pada ekosistem di Kutub Utara

Ilmuwan Temukan Bukti Keluarnya Gas Metan di Kutub Utarainstagram.com/greatwhitebeartours/

Adanya rekor luasan es laut terendah dalam sejarah ini tentu berdampak pada ekosistem di Kutub Utara. Binatang-binatang kutub seperti beruang kutub, anjing laut, walrus dan lainnya semakin terdesak akibat berkurangnya luas es laut, bahkan beruang kutub ditengarai semakin langka dan mendekati kepunahan akibat menurunnya jumlah es laut. 

Tak hanya itu saja, masyarakat asli kutub juga ikut terdampak karena mereka menggunakan es laut sebagai tempat berburu anjing laut ataupun ikan paus. Malah sebelumnya pada tahun 2014, sempat terjadi kelangkaan pangan di Alaska karena jumlah walrus dan anjing laut yang berkurang, dilansir dari Vox

Baca Juga: Waduh, 7 Makanan Ini Terancam Punah Akibat Pemanasan Global!

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya