Nikolai Gogol: Satir, Parodi, hingga Skizofrenia dalam Karya Sastranya

Berawal dari realisme dan berakhir dengan surealisme

Siapa yang tidak kenal Nikolai Gogol? Gogol adalah seorang pujangga Rusia yang terkenal. Gogol juga peletak aliran realisme dalam sastra Rusia. Setiap cerita pendek maupun naskah drama yang ditulisnya bersumber dari realitas kehidupan Rusia kontemporer. Idenya selalu muncul dari kenyataan hidup sehari masyarakat Rusia pada masa itu. Gogol kemudian mempersepsikannya kembali dan menuliskannya menjadi sebuah karya sastra Rusia klasik yang paling diminati.

Setiap ceritanya sangat menonjolkan realitas yang berlebihan sehingga berkesan muram  dan tidak masuk akal. Mari kita coba mengenali siapa itu Nikolai Gogol dan beberapa karyanya yang fenomenal!

1. Sosok Nikolai Gogol yang selalu menuturkan tragedi dan ironi kehidupan

Nikolai Gogol: Satir, Parodi, hingga Skizofrenia dalam Karya Sastranyarussianlandmarks.wordpress.com

Nama lengkapnya Nikolai Vasilievich Gogol. Seorang penulis cerita pendek, novel dan cerita drama dari Rusia. Nikolai Gogol lahir tahun 1809 dan meninggal tahun 1852. Karya-karya sastra Gogol dikenal beraliran realisme yang memotret kehidupan sosial Rusia semasa ia hidup.

Cerita-cerita pendeknya dianggap aneh dan cederung surealisme. Daerah Arbat di Moscow memiliki dua buah patung yang unik untuk mengenang Gogol. Satu patung diberi nama 'Gogol yang  muram' dan patung kedua disebut patung 'Gogol yang lebih bahagia'. Ini semua tidak terlepas dari cara Gogol menuturkan setiap tokoh dalam ceritanya.

Gogol adalah seorang pengamat yang peka dan dapat mengenali berbagai hal yang tidak masuk akal. Ia berani mengekspos sisi-sisi yang tidak terlihat dari Kekaisaran Rusia di zamannya. Tanpa ampun, ia mengupas kebodohan dan kejahatan manusia. Tokoh dalam cerita selalu ditampilkan dengan tajam dan kuat. Setiap tokoh dimunculkan dengan cara yang berbeda dengan penulis-penulis lain di zamannya.

Ia bahkan dianggap menyimpang karena ia memperkenalkan pegawai rendahan, pejabat korup, dan pejabat yang tertindas. Gogol menceritakan dengan apa adanya dan menertawakan kebodohon mereka.

Seringkali, tokohnya menjadi bahan ejekan kelas sosial tertentu. Nasibnya bahkan digambarkan secara menyedihkan dan terkadang sangat tragis. Meski Gogol sangat memahami dan bersimpati dengan keterbatasan karakter yang diceritakan, ironisnya ia selalu mengakhiri tokohnya dengan tragis.

Ceritanya lebih mirip sebuah lelucon yang tidak menawarkan kegembiraan walaupun membuat pembacanya tertawa. Setiap sindirian dalam ceritanya cenderung membuat para pembacanya geram.

2. Keinginan yang membawa petaka seperti dalam cerita 'The Overcoat'

Nikolai Gogol: Satir, Parodi, hingga Skizofrenia dalam Karya Sastranyavol1brooklyn.com

The Overcoat menceritakan kisah seorang juru tulis sederhana, Akaky Akakevich Bashmachkin. Berpenampilan tidak menarik dengan mantelnya yang rombeng membuatnya selalu menjadi bahan ejekan. Dinginnya cuaca di St. Petersburgh mendorongnya untuk memilki mantel baru yang harganya jauh melebihi gajinya. Akaky kemudian hidup berhemat demi mantel baru.

Setelah usahanya yang panjang, akhirnya ia memiliki mantel baru. Hidupnya seketika berubah. Tidak saja kebanggan yang muncul tetapi juga semua orang mulai memperlakukannya dengan rasa hormat yang baru ditemukan. Sedihnya, dalam perjalanan pulang dari pesta perayaan mantel barunya yang diadakan oleh teman-teman sekantor, mantelnya dirampok.

Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan mantelnya kembali. Ketidaktentuan nasib mantelnya dan berbagai pelecehan membuatnya jatuh dan akhirnya meninggal. Akkaky menjadi hantu gentayangan yang mencari mantelnya. Dikabarkan hantu Akkay tidak lagi penasaran setelah pejabat penting yang lurus kehilangan mantelnya. 

Satir tentang Akaky dalam cerpen The Overcoat seringkali dimaknai bahwa 'orang kecil' sudah seharusnya tidak 'neko-neko'. Pegawai rendahan tidak boleh memikirkan cara untuk mengubah status sosialnya. Ia harus mampu bertahan hidup dengan dinginnya cuaca Moskow.

Kisah ini dipuji oleh banyak kritikus sastra dan dianggap sebagai contoh dehumanisasi di bawah negara Rusia yang korup. Gogol dianggap telah meletakkan dasar realisme dalam karya sastranya sehingga penulis-penulis generasi sesudahnya selalu dianggap terinspirasi dari 'The Overcoat' karya Gogol. Hampir semua kisah Gogol dianggap aneh, fantastis, menyindir, dan kritis secara sosial.

3. Hilangnya identitas manusia dalam 'The Nose'

Nikolai Gogol: Satir, Parodi, hingga Skizofrenia dalam Karya Sastranyabookmebiteme.com

Mungkinkah seseorang kehilangan hidungnya? Bayangkan jika kamu bangun di pagi hari, melihat cermin, dan sadar hidungmu telah hilang. Kira-kira, apa yang akan kamu lakukan ya?

'The Nose' bercerita mengenai Kovalev yang kehilangan hidungnya secara misterius. Kovalev berpikir keras, ke mana hidungnya pergi dan bagaimana dia bisa mendapatkannya kembali? Selama 13 hari, hidung tersebut pergi sebelum menempel kembali di wajah Kovalev. Selama proses pencarian tersebut berbagai dilema muncul.

Kovalev sesungguhnya seorang warga sipil yang kerap kali menyebut dirinya sebagai Mayor Kovalev. Ia tidak merasa sakit secara fisik ketika hidungnya hilang. Ia juga tidak ke pergi ke dokter, melainkan melaporkannya ke kantor polisi. Setelah hidungnya kembali, Kovalev tidak lagi mengalami masalah kepercayaan diri dengan perempuan. Ia juga tidak lagi ambil pusing terhadap gelar dan jabatan yang selalu didambakannya.

Para kritisi sastra umumnya setuju bahwa 'hidung' adalah karya fiksi pendek yang aneh dan membingungkan. Pushkin tertawa ketika membaca karya Gogol dan menyebut cerpen tersebut sebagai lelucon yang fantastis. Berbagai interpretasi muncul, diantaranya adalah simbol pengebirian, pelemahan, dan impotensi.

Kritikus lainnya menafsirkan cerita itu sebagai kritik terhadap pembagian kelas sosial ekonomi dalam budaya Rusia abad ke-19. Komentar lainnya terhadap cerpen ini adalah sebagai sebagai sindiran sosial terhadap birokrasi Rusia yang buruk. Para kritikus abad ke-20 kemudian memberikan penjelasan mengenai simbolisme seksual, simbolisme agama, dan imajinasi penulisnya. 

Parodi yang disampaikan oleh Gogol dalam 'The Nose' menggambarkan keterasingan seseorang dalam masyarakat, aktivitas yang sia-sia dan perbudakan yang disebabkan status sosial yang ebih rendah. Hidung juga dapat menggambarkan identitas yang hilang dari seseorang.

Baca Juga: Keren! 13 Foto Kolase Menawan Karya Seniman Gabriel Nardelli Araújo

4. Skizofrenia dalam 'Diary of Madman' yang mengantar kepergian Gogol

Nikolai Gogol: Satir, Parodi, hingga Skizofrenia dalam Karya Sastranyainterferences-huntheater.ro

Selain kepentingan sejarah dan sastra, karya Gogol ternyata memiliki referensi medis yang mengenai kegilaan. Salah satu deskripsi skizofrenia tertua dan terlengkap, ternyata muncul dalam cerpen Nikolai Gogol yang berjudul 'Diary of a Madman' (1834). Cerita ini memuat deskripsi skizofrenia yang paling awal dan paling lengkap. Mendengar suara-suara, halusinasi, hingga dapat berkomunikasi dengan sesuatu yang tidak masuk akal merupakan tanda-tanda awal kegilaan seseorang.

Kegilaan adalah salah satu dari kemalangan yang bisa membangkitkan rasa iba, tetapi di saat bersamaan juga dapat menimbulkan perasaan jijik. Cerpen Gogol bercerita mengenai seseorang yang merasa bahwa tidak seorang pun di dunia ini yang dapat memahami dirinya selain seekor anjing. Anjing tersebut bahkan dapat memberitahukan apa yang seharusnya dia lakukan. Penggambaran orang gila dan anjing dalam cerpen Gogol sangat ironis dan tragis.

5. Perjalanan Gogol sebelum akhir hayatnya

Nikolai Gogol: Satir, Parodi, hingga Skizofrenia dalam Karya Sastranyarussianlandmarks.wordpress.com

Keberhasilan Gogol sebagai penulis memang tidak diragukan. Namun, anehnya semua itu bertentangan dengan tujuan spritual Gogol sendiri. Dalam kehidupan nyata, Gogol tidak mampu mendamaikan keduanya, ia membakar naskah lanjutan dari 'Diary of Madman' yang menurutnya membahayakan bagi kemanusian sebelum kematiannya pada tahun 1852.

Menurut filsuf agama Rusia Nikolai Berdyaev, karakter agama dan moral dalam sastra Rusia diawali oleh Gogol. Berdyaev menambahkan bahwa, "Tragedi Gogol terletak pada kenyataan bahwa ia tidak pernah bisa melihat dan menggambarkan manusia sesuai dengan citra Sang Pencipta. Fakta ini adalah siksaan yang harus dijalani Gogol."

Pada akhir hidupnya, Gogol melepaskan karier sastranya dan berupaya menebus dosanya dengan masuk biara. Membakar sebagian karya-karyanya, berpuasa dan menolak semua makanan hingga akhirnya mati dalam kesakitan selama sembilan hari. Sungguh horor dan fantastis akhir hidup Gogol, layaknya surealisme yang berkonsep pada teori Sigmund Freud. 

Baca Juga: 13 Fakta Menarik Aan Mansyur, Pujangga di Balik Puisi Romantis AADC2

Vondra Photo Verified Writer Vondra

She/her.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Agustin Fatimah

Berita Terkini Lainnya