5 Fakta Tentang Rampogan Macan, Tradisi ala Gladiator di Tanah Jawa 

Pada masa lalu, di tanah Jawa pernah ada tradisi adu harimau

Meski tidak banyak, namun ditemukan sumber tertulis sejarah yang menceritakan bahwa pada masa lalu pernah ada sebuah tradisi pertunjukkan di tanah Jawa  yang melibatkan binatang buas seperti harimau dan macan tutul.

Istilah ngrampog sima sebagaimana dituturkan oleh R. Kartawibawa yang dikutip dari artikel karya Danu Damarjati dengan judul 'Rampogan Sima, Tradisi Membantai Macan di Tanah Jawa'. Memiliki makna beramai-ramai rebutan membunuh harimau dengan tombak. Berikut 5 Fakta tradisi rampogan macan  di tanah Jawa pada masa lalu.

1. Tradisi adu harimau di tanah Jawa diyakini telah ada jauh di masa lalu

5 Fakta Tentang Rampogan Macan, Tradisi ala Gladiator di Tanah Jawa Wikimedia.org

Diyakini bahwa tradisi adu harimau di tanah Jawa telah ada lama di masa lalu. Kita mungkin pernah mendengar cerita-cerita mitos di masa lalu, di mana untuk menguji kecakapan kemampuan prajuritnya, sebelum menerimanya sebagai bagian dari angkatan perangnya,  seorang Raja meminta sang prajurit untuk diadu dengan binatang yang kuat seperti banteng atau hewan-hewan buas lainnya. Mungkin saja cerita-cerita tersebut bukan hanya sekadar mitos saja, namun untuk bisa disampaikan sebagai fakta sejarah tentu saja harus ada bukti tertulis yang valid.

Untuk tradisi adu harimau ini, Robert Wessing dalam artikelnya yang berjudul: "A Tiger in the heart: The Javanese Rampok Macan" (1992), dipaparkan bahwa sebagian besar bukti dan catatan tertulis kebanyakan berasal dari rentang abad ke-18 hingga abad ke-19, meski catatan juga ditemukan dari abad ke-17, sebagaimana dalam bagian pembukaan artikel karya Peter Boomgaard yang berjudul: " Death To The Tiger: The Development of Tiger and Leopard Ritual in Java, 1605-1906 (1994) yang memaparkan adanya bukti ritual yang berkaitan dengan harimau dan macan tutul di Jawa dalam rentang waktu tahun 1605 hingga 1906.

Menurut Robert Wessing, agak mengejutkan tidak ditemukannya catatan-catatan tertulis mengenai tradisi ini pada catatan-catatan sejarah di abad yang lebih lampau meskipun sejumlah sejarawan yakin tradisi ini telah ada lama di masa lampau, sebelum berdirinya Kerajaan-kerajan seperti Mataram Islam di Tanah Jawa. Sejumlah pendapat mengatakan kemungkinan tradisi ini  juga sudah ada sejak era Majapahit ataupun Singasari, meskipun tidak terdapat bukti tertulisnya.

2. Tradisi Rampogan Macan sering dipertontonkan Raja-Raja Jawa untuk menyambut tamu Eropa mereka

5 Fakta Tentang Rampogan Macan, Tradisi ala Gladiator di Tanah Jawa Wikimedia.org

Dalam artikelnya, Robert Wessing memaparkan bahwa sejak abad ke-18 acara Rampogan Macan lazim diselenggarakan di Keraton Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Pada tahun 1791, Rampogan Macan juga menjadi acara rutin ketika Raja Yogya atau Surakarta menerima tamu Eropanya.

Lebih lanjut dalam artikel tersebut juga dipaparkan bahwa pada mulanya acara tersebut dibagi menjadi 2 bagian: Pertama adalah mengadu harimau dengan Kerbau atau Banteng. Menurut catatan, meski tidak selalu, biasanya Kerbau atau Banteng akan lebih unggul ketika diadu dengan harimau. Pada bagian kedua, individu harimau atau Macan Tutul akan dihadapkan dengan ratusan orang yang bersenjatakan tombak dan harimau atau Macan Tutul akan ditombak beramai-ramai di acara tersebut.

Gambaran detail mengenai pertarungan antara Kerbau dan harimau juga terdapat dalam buku terjemahan karya Tim Hannigan yang berjudul: "Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa" (2018:296). Dalam buku tersebut digambarkan bahwa pertarungan antara Kerbau dan harimau berjalan seru dan menegangkan. Bahkan tidak jarang bila kedua hewan tersebut saling menunggu untuk menyerang dan tidak bergerak, para pengawal akan menakut-nakuti harimau dengan api atau memukul Kerbau dengan daun jelatang yang menyengat agar harimau dan kerbau tersebut mengamuk dan melanjutkan pertarungan.

Lebih lanjut dalam buku tersebut juga dipaparkan bahwa sejak kunjungan pertama pejabat VOC ke Istana Mataram di Kartasura, hiburan tersebut merupakan hiburan pilihan bagi pengunjung Eropa. Namun orang Belanda tidak memahami simbolisme di balik hiburan tersebut. Simbolisme Kerbau atau Banteng yang kuat mewakili orang Jawa, simbolisme harimau dengan temperamen panas dan kecenderungan menyerang dengan liar mewakili orang Eropa. Biasanya Kerbau atau Banteng akan keluar sebagai pemenang, dan kebanyakan harimau yang kalah akan mati dengan luka tusuk tanduk Kerbau atau Banteng di bagian perutnya. Menurut informasi Raffles sewaktu menulis buku The History Of Java kemungkinan sudah memahami simbolisme makna pertarungan tersebut

3. Pada acara Rampogan Macan, harimau dan Macan Tutul ditombak beramai-ramai

5 Fakta Tentang Rampogan Macan, Tradisi ala Gladiator di Tanah Jawa Wikimedia.org

Sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa pada awalnya acara Rampogan Macan terbagi atas dua bagian yaitu: bagian pertama, mengadu harimau dengan Kerbau atau Banteng dan bagian kedua, menghadapkan individu harimau atau Macan Tutul dengan ratusan pria bersenjatakan tombak. Dan acara kedua yang membangkitkan adrenalin tersebut mungkin yang paling ditunggu-tunggu oleh para penonton.

Dalam buku Bakda Mawi Rampog, sebagaimana dikutip dari artikel karya Danu Damarjati yang berjudul "Rampogan Sima, Tradisi Membantai Macan di Tanah Jawa", R. Kartawibawa menceritakan soal Rampogan Macan ini. Menggunakan bahasa Jawa, Kartawibawa menggunakan istilah Sima untuk merujuk kepada kucing besar ini, terkadang menggunakan istilah " Macan Loreng" untuk merujuk pada harimau Jawa atau memberikan keterangan lain untuk menyebutkan kucing besar lainnya seperti Macan Tutul Jawa (Leopard) dan Macan Kumbang.

Acara Rampogan Macan ini selalu melibatkan ribuan orang dan biasanya digelar di alun-alun atau lapangan luas terbuka yang ada di bagian depan Keraton.Ribuan pria bersenjatakan tombak membuat barikade mengelilingi alun-alun. Setelah harimau atau Macan Tutul dilepaskan dari kandangnya dimulailah keseruan tersebut. Harimau atau kucing besar lainnya akan dipancing untuk mengamuk dengan suara riuh tetabuhan, mercon besar, atau ditakut-takuti dengan api.

Setelah mengamuk harimau akan berlari mengelilingi barikade manusia tersebut dan akan berusaha menerjang barikade manusia bersenjata itu. Tentu saja ketika didekati Harimau adrenalin  peserta acara tersebut akan meningkat, tidak jarang beberapa di antaranya malah menjadi gentar ketika binatang buas tersebut ada di hadapannya. Namun ketika harimau atau Macan Tutul menerjang barikade manusia bersenjata tombak tersebut ratusan mata tombak akan segera dihujamkan ke tubuhnya dan ia pun akan menemui ajalnya di acara tersebut.

Hal yang sama juga dipaparkan oleh Robert Wessing dalam artikelnya yang berjudul: " A Tiger in the heart: The Javanese Rampok Macan". Alun-alun dikelilingi oleh 2,000 hingga 3,000 orang bersenjatakan tombak, bahkan beberapa mata tombak sudah dibubuhi dengan racun. Di barisan lingkaran dalam tombak dipegang dalam posisi horizontal dan siap dihujamkan ke tubuh satwa endemik Tanah Jawa tersebut.

Baca Juga: 5 Fakta Unik di Balik Pembuatan Serial Kisah Tanah Jawa: Merapi

4. Ratusan kucing besar tanah Jawa dikorbankan untuk acara Rampogan Macan ini

5 Fakta Tentang Rampogan Macan, Tradisi ala Gladiator di Tanah Jawa Wikimedia.org

Hal yang menyedihkan dari ritual tradisi Rampogan Macan ini adalah dikorbankannya ratusan atau bahkan ribuan kucing-kucing besar tanah Jawa seperti:  Harimau Jawa, macan tutul Jawa dan Macan Kumbang  selama periode abad ke-17 hingga masa awal abad ke 20. Kucing-kucing besar tersebut merupakan satwa endemik tanah Jawa yang artinya habitatnya hanya terdapat di hutan-hutan tanah Jawa saja.

Perburuan besar-besaran kucing-kucing besar tersebut untuk dikorbankan dalam tradisi Rampogan macan telah menyebabkan jumlah populasinya menyusut dengan cepat dari hutan-hutan di sekitaran Jawa Tengah. Dalam artikelnya, Robert Wessing juga menjelaskan pada tahun 1860-an acara Rampogan mulai bergeser dari pusat-pusat Kerajaan di Jawa Tengah ke daerah-daerah Kabupaten seperti: Kediri ataupun Blitar. Pada saat itu, hutan-hutan daerah tersebut masih ditemukan cukup banyak Harimau dan Macan Tutul . Ketika acara Rampogan Macan bergeser ke daerah-daerah Kabupaten, terdapat catatan bahwa acara adu Harimau dengan Kerbau dihilangkan, setelahnya acara Rampogan Macan hanya terdiri dari acara menombak Harimau dan kucing-kucing besar lainnya beramai-ramai.

Hal yang menarik lainnya dalam kaitannya dengan Rampogan Macan ini adalah pandangan ambigu masyarakat Jawa terhadap Harimau  di acara tersebut. Secara umum masyarakat Jawa menghormati keberadaan Harimau , bahkan menyebut mereka dengan nama kehormatan seperti: "mbah",  "nenek", ataupun "kiai". Sejak dahulu, Harimau dihormati dengan segala mitos dan legendanya.  Namun sebagaimana dipaparkan dalam artikel karya  Danu Damarjati berjudul "Macan di Rampogan Sima, Saat Kiai dan Simbah Dibunuh", bagi orang Keraton harimau dianggap sebagai simbol sifat liar dan tidak bisa diatur. Terkadang dipersepsikan bahwa harimau dapat merusak ketenteraman, yang digambarkan sebagai keseimbangan dan harmoni kehidupan manusia yang sempurna. Dalam tatanan kehidupan tradisional masyarakat Jawa di masa lalu, Keraton dianggap sebagai pusat kosmos kehidupan yang akan diikuti oleh rakyatnya.  

Perubahan pandangan ekologi  juga mempengaruhi perubahan perlakuan terhadap harimau. Ketika manusia mulai membuka hutan untuk pemukiman dan perladangan, habitat Harimau terganggu, sehingga sering tersiar kabar adanya Harimau yang masuk pemukiman ataupun memangsa ternak penduduk. Seringnya konflik dengan manusia karena tumpang tindihnya habitat harimau dan pemukiman manusia, memberikan pandangan bahwa harimau adalah hewan yang berbahaya dan hama bagi kehidupan manusia, sehingga semenjak saat itu  perburuan terhadap Harimau terus meningkat.

5. Tradisi Rampogan Macan turut menyebabkan kepunahan harimau Jawa, satwa endemik tanah Jawa

5 Fakta Tentang Rampogan Macan, Tradisi ala Gladiator di Tanah Jawa Wikimedia.org

Tradisi Rampogan Macan juga turut menyebabkan punahnya satwa legendaris dan endemik tanah Jawa: harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Perburuan harimau Jawa untuk digunakan dalam ritual Rampogan Macan telah menyebabkan jumlah populasinya menyusut dengan cepat dari hutan belantara di tanah Jawa. Ditambah masuknya senjata api era kolonialisme dan kebijakan tanam paksa yang membuat manusia membuka hutan untuk dijadikan lahan menyebabkan sering terjadinya konflik antara manusia dan harimau Jawa. Dengan masuknya senjata api, perburuan terhadap harimau Jawa menjadi semakin sering. 

Dari hal tersebut terungkap fakta menyedihkan bahwa proses kepunahan harimau Jawa ternyata telah dimulai sejak masa lalu sampai benar-benar telah menghilang saat ini, meskipun klaim kepunahannya belum diterima sepenuhnya oleh sebagian peneliti karena masih adanya jejak-jejak yang menimbulkan kontroversi dari pedalaman hutan di tanah Jawa dan masih adanya laporan perjumpaan masyarakat pemanen hasil hutan dengan kucing besar ini hingga saat ini. Namun semuanya tentu harus diverifikasi lebih lanjut dengan metode-metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 

Foto hitam putih di atas adalah foto harimau Jawa dalam keadaan hidup yang diambil di alam liar pada tahun 1938 oleh  A. Hoogerwerf di Taman Nasional Ujung Kulon , sepengetahuan penulis itu adalah foto terakhir harimau Jawa di alam liar sebelum dinyatakan punah oleh otoritas yang berwenang pada tahun 1980-an karena sudah tidak terdapat bukti eksistensinya lagi di alam. Tanah Jawa masih memiliki satu-satunya kucing besar yang masih bertahan hingga saat ini, yaitu: macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang juga sudah langka dan terancam punah, semoga tetap terjaga kelestariannya.  

Dari sejarah kita belajar, semoga hal buruk di masa lalu bisa dijadikan pelajaran agar tidak pernah terulang lagi di masa yang akan datang.

Baca Juga: Harimau Diduga Mangsa Lembu Milik Warga di Dekat Hutan TNGL 

Dodi Wijoseno Photo Verified Writer Dodi Wijoseno

Penyuka Sejarah, mountain hiking dan olah raga

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Merry Wulan

Berita Terkini Lainnya