Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Virus Zoonotik Baru

Benua Asia dan Afrika lebih rentan, termasuk Indonesia

Jakarta, IDN Times – Sebuah studi yang terbit pada Kamis (28/4/2022) dalam jurnal Nature mengungkapkan bahwa perubahan iklim dapat memicu kemunculan varian virus baru yang berpotensi menular ke manusia.

Hal tersebut terjadi lantaran peningkatan suhu mendorong hewan berpindah dari habitat aslinya ke tempat lain dan bertemu dengan hewan lain. Perjumpaan tersebut memungkinkan virus bermigrasi dari satu spesies ke yang lain dan akhirnya menyebar ke manusia.

Menurut Colin J. Carlson dan kawan-kawan, selaku penulis studi tersebut, permasalahan ini tidak bisa dielakkan sekalipun seluruh dunia mengurangi emisi gas rumah kaca secara besar-besaran.

1. Pertemuan antarspesies yang picu kemunculan virus baru

Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Virus Zoonotik Baruilustrasi pertemuan antarspesies (unsplash.com/Anna Cavigioli)

Kenaikan suhu akibat pemanasan global mendorong para hewan untuk mencari habitat baru, yakni tempat dengan suhu yang lebih dingin. Di lokasi yang baru tersebut, mereka akan bertemu dengan spesies hewan lainnya.

Dari LaiTimes, penelitian Carlson dan kawan-kawan menjelaskan bahwa ketika bermigrasi, para hewan membawa parasit dan patogen bersama mereka.

Alhasil, kondisi ini meningkatkan risiko perpindahan virus antarspesies yang akhirnya memicu kemunculan virus zoonotik (virus yang dapat menular ke manusia) baru.

2. Ancaman kelelawar terhadap penyebaran virus

Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Virus Zoonotik Baruilustrasi kelelawar (pixabay.com/Salmar)

Studi ini menggunakan sebuah model untuk melihat bagaimana penularan virus terjadi pada 3139 spesies mamalia apabila suhu Bumi naik 2 derajat Celcius. Hasilnya, pada tahun 2070 mendatang, virus akan menjangkiti setidaknya 15.000 spesies hewan baru.

Secara spesifik, seperti yang dilansir laman NBC News, penyebaran virus antarspesies tersebut akan terjadi pada lebih dari 4000 mamalia—belum termasuk spesies lain, seperti burung dan hewan laut.

Yang menariknya lagi, penelitian tersebut memprediksi bahwa kelelawarlah yang menjadi pemicu utama penyebaran virus baru. Laman Al Jazeera menyebutkan, hal ini terjadi karena kelelawar mampu terbang dari satu tempat ke tempat yang lain. Alhasil, potensi bertemu dengan hewan lain dan penyebaran penyakit pun semakin tinggi.

Baca Juga: Benarkah Menghirup Uap Panas Bisa Membunuh Virus Penyebab COVID-19?

3. Daerah padat penduduk dan bersuhu panas, seperti Afrika dan Asia, lebih rentan

Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Virus Zoonotik Baruilustrasi daerah bersuhu panas (freepik.com/wirestock)

Sebenarnya, kemunculan virus baru akibat perjumpaan antarspesies yang didorong oleh perubahan iklim dapat terjadi di belahan dunia mana saja. Namun, penelitian dalam jurnal Nature yang satu ini menyebutkan, fenomena tersebut lebih tinggi potensinya terjadi di daerah bersuhu panas dan padat penduduk, seperti Asia dan Afrika, meliputi Sahel, dataran tinggi Ethiopia dan Lembah Rift, India, Tiongkok Timur, Filipina, dan bahkan Indonesia.

Jaron Browne, direktur pelaksana dari Grassroots Global Justice Alliance, pun juga menuturkan hal serupa. Dikutip dari laman PBS, ia mengatakan bahwa negara-negara di kawasan Asia dan Afrika menghadapi ancaman terbesar dalam hal peningkatan paparan virus.

Hal ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan karena benua Asia dan Afrika telah menjadi lokasi nyaman bagi penyakit-penyakit mematikan, seperti ebola ataupun virus corona, untuk menampakkan diri dan berkembang biak.

Meskipun begitu, Carlson dan kawan-kawan menambahkan, pertemuan antarspesies juga tidak menutup kemungkinan terjadi di daerah beriklim dingin. Dalam kondisi lingkungan yang seperti itu, para hewan akan berpindah ke daerah pegunungan di mana suhu terasa lebih dingin.

4. Dampak perubahan iklim yang tidak bisa dielakkan

Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Virus Zoonotik Baruilustrasi kebakaran hutan (unsplash.com/Matt Palmer)

Hal yang paling mengkhawatirkan dari temuan studi ini adalah bahwa fenomena kemunculan virus baru akibat perubahan iklim sama sekali tak bisa kita elakkan.

Gregory F. Albery, selaku salah satu penulis dari studi tersebut, juga menegaskan, bahkan dalam skenario perubahan iklim terbaik pun, fenomena tersebut tidak bisa dicegah dan pada akhirnya tetap akan terjadi.

Dari laman Al Jazeera, bahkan, sekalipun seluruh negara di dunia mengurangi emisi gas rumah kaca secara besar-besaran, permasalahan ini tetap tidak akan terselesaikan. Meskipun begitu, Carlson mengatakan, upaya pengurangan emisi gas karbon dapat membantu menurunkan risiko kemunculan virus dan penyakit akibat perubahan iklim.

5. Carlson: 'Perlu membangun sistem kesehatan yang mampu menghadapi masalah tersebut'

Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Virus Zoonotik Baruilustrasi rumah sakit (freepik.com/freepik)

Memang, berdasarkan penelitian tersebut, tidak semua virus berpotensi menular ke manusia ataupun berubah menjadi pandemik layaknya virus corona. Meskipun begitu, jumlah virus lintas spesies yang semakin banyak dapat meningkatkan risiko penyebarannya ke manusia.

Di samping itu, mengingat bahwa kemunculan virus baru ini sama sekali tidak bisa terelakkan, dikutip dari Al Jazeera, Carlson pun menyarankan agar kita membangun sistem kesehatan yang nantinya siap untuk menghadapi permasalahan tersebut.

Berkaitan dengan itu, Albery ikut menyarankan agar dibangun infrastruktur kesehatan untuk melindungi populasi hewan dan manusia.

Baca Juga: Apakah Mengalami KIPI Bisa Menularkan Virus?

E N C E K U B I N A Photo Verified Writer E N C E K U B I N A

Mau cari kerja yang bisa rebahan terus~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Tania Stephanie

Berita Terkini Lainnya