5 Fakta Lai Dai Han, 'Buah Cinta' Tentara Korea di Perang Vietnam

'Dosa' tentara Korea di Perang Vietnam yang terlupakan

Pernahkah kamu berpikir tentang bagaimana nasib para perempuan selama perang? Apakah mereka tetap bisa hidup meski harus berlarian ke sana kemari? Atau mungkin terpaksa harus jadi orang yang melayani nafsu para tentara yang tinggal jauh dari negaranya?

"Nasib baik" tak selamanya dirasakan perempuan saat perang berkecamuk. Mereka yang bernasib buruk pun harus rela tubuhnya dinodai oleh para tentara yang tak bertanggung jawab hingga melahirkan "buah cinta" mereka. Sama halnya seperti para perempuan saat Perang Vietnam terjadi.

Kedatangan tentara Korea untuk membantu sekutunya, Amerika Serikat mungkin menjadi mimpi buruk bagi mereka. Sebab, anak-anak mereka yang akhirnya disebut Lai Dai Han pun harus mendapatkan stigma buruk bahkan perlakuan tak adil secara turun temurun.

1. Mereka yang lahir dari ayah Korea dan ibu Vietnam

5 Fakta Lai Dai Han, 'Buah Cinta' Tentara Korea di Perang VietnamVo Xuan Vinh, anak dari Vo Thi Mai Dinh yang dijuluki Lai Dai Han (instagram.com/ldhjustice)

Dilansir Justice for Lai Dai Han, antara tahun 1964-1973 ada sekitar 320 ribu tentara Korea Selatan yang dikerahkan untuk pergi berperang bersama Amerika Serikat. Selama Perang Vietnam terjadi, ada puluhan ribu anak perempuan Vietnam berusia 12 atau 13 tahun yang mengalami kekerasan seksual atau dirudapaksa oleh tentara Korea Selatan.

Dari kejadian mengerikan itu, anak-anak perempuan tersebut akhirnya melahirkan yang kini disebut sebagai Lai Dai Han. Dalam buku berjudul Korea's Changing Roles in Southeast Asia: Expanding Influence and Relations yang terbit tahun 2010, kata lai memiliki arti 'blasteran', sedangkan dai han merujuk pada pengucapan taehan yang berarti 'Korea' atau 'orang Korea'. Jadi, Lai Dai Han sendiri adalah mereka yang lahir dari ayah Korea dan ibu Vietnam.

2. 'Buah cinta' para tentara Korea yang mendapat stigma buruk

5 Fakta Lai Dai Han, 'Buah Cinta' Tentara Korea di Perang VietnamTran Thi Ngai (kanan), salah satu korban rudapaksa tentara Korea Selatan dan putranya, Tran Dai Nhat (kiri) yang disebut sebagai Lai Dai Han (instagram.com/ldhjustice)

Dilansir The Korean Herald, tidak ada data pasti tentang jumlah Lai Dai Han. Sebab kebanyakan dari mereka memilih untuk menyembunyikan identitas sebagai Lai Dai Han demi menghindari diskriminasi.

Namun, estimasi jumlah Lai Dai Han dalam buku Bipolar Orders: The Two Koreas Since 1989 yang sekarang tinggal di Vietnam berkisar antara dua ribu hingga yang tertinggi 30 ribu orang. Jumlah populasinya yang cukup banyak ini juga memicu terjadinya masalah sosial yang serius di Vietnam karena banyak dari mereka yang hidup dalam kemiskinan parah.

Lai Dai Han harus hidup dengan stigma buruk karena tidak memiliki ayah dan penampilan visual mereka yang berbeda dari orang Vietnam asli. Mereka juga memiliki sedikit kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang layak. Alhasil, banyak dari mereka yang tidak bisa membaca dan menulis. Tak sampai di situ, Lai Dai Han juga tidak memiliki akses ke pelayanan sosial, seperti perawatan kesehatan.

Ada banyak diskriminasi yang harus diterima oleh para Lai Dai Han. Sayangnya, menurut Bipolar Orders: The Two Koreas Since 1989, saat perang berakhir, tentara dan pemerintah Korea Selatan bahkan tak banyak membantu kehidupan Lai Dai Han.

Bahkan Kiyoshi Hosoya dan Yumiko Yamamoto dalam bukunya Wwii Korean Women Not Sex-Enslaved: A Myth-Bust! menyebutkan, jika orang (tentara) Korea meninggalkan anak-anak mereka yang lahir dari hubungan di luar nikah yang disebut Lai Dai Han.

Baca Juga: Kisah Pelajar Palestina di Ukraina: Saya Hidup dari Perang ke Perang

3. Standar ganda Korea: Tuntut permintaan maaf Jugun Ianfu, tapi lupa dengan Lai Dai Han

5 Fakta Lai Dai Han, 'Buah Cinta' Tentara Korea di Perang VietnamStatue of Peace (instagram.com/christyujeong)Tran Thi Ngai bersama putranya, Tran Dai Nhat (tengah) dan Vo Thi Mai Dinh (kanan) dalam acara Justice for Lai Dai Han di Westminster, London pada 11 Juni 2019. (instagram.com/ldhjustice

Beberapa dari kalian mungkin sudah tak asing lagi dengan sebutan Jugun Ianfu. Mereka ada para perempuan yang jadi "budak pemuas hasrat" tentara Jepang selama PD II. Korbannya pun berasal dari berbagai negara, seperti China, Korea Selatan, bahkan Indonesia.

Korea Selatan adalah salah satu negara yang paling vokal dalam menyuarakan masalah Jugun Ianfu. Mereka bahkan sampai membuat patung yang disebut The Statue of Peace atau 평화의 소녀상 (re: pyeonghwaui sonyeosang).

Dalam laporan berjudul "1968 - the year that haunts hundreds of women", BBC menyoroti tentang usaha Korea Selatan selama delapan dekade menuntut pemerintah Jepang untuk meminta maaf atas Jugun Ianfu.

Dilihat dari bagaimana Korea Selatan tak bertanggung jawab atas Lai Dai Han setelah perang dan tak ada permintaan maaf resmi dari pemerintahnya menunjukkan, jika mereka melupakan "dosa" terhadap anak-anak perempuan korban rudapaksa selama Perang Vietnam. Mereka juga melupakan para Lai Dai Han yang selama hidupnya harus mencari pengakuan identitas hingga merasakan diskriminasi.

Ini memperlihatkan adanya standar ganda Korea terhadap masalah Jugun Ianfu dan Lai Dai Han. Padahal keduanya sama-sama menjadi korban perang, tapi untuk masalah Lai Dai Han pemerintah Korea Selatan nampaknya tutup mata dan enggan membahas keterlibatan dan peran mereka selama Perang Vietnam.

4. Campaign dan tuntutan permintaan maaf

5 Fakta Lai Dai Han, 'Buah Cinta' Tentara Korea di Perang VietnamInternational Ambassador for Justice for Lai Dai Han, Rt Hon Jack Straw, saat berfoto bersama patung Mother an Child di St James’s Square, London pada 2019 lalu. (instagram.com/ldhjustice)

Kampanye yang menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan oleh ibu dan anak-anak mereka yang disebut Lai Dai Han pun digaungkan oleh komunitas Justice for Lai Dai Han. Mereka berusaha untuk meningkatkan kesadaran publik agar memahami penderitaan para korban. Mereka juga ingin penderitaan Lai Dai Han sebagai pengingat, bahwa ada banyak perempuan dan anak-anak yang akhirnya jadi korban dari perbuatan tentara Korea di Perang Vietnam.

Justice for Lai Dai Han menyuarakan kekerasan seksual yang dirasakan oleh korban sekaligus mendorong Korea Selatan untuk mengakui perbuatan para pasukannya. Selain itu mereka juga ingin Korea Selatan meminta maaf atas apa yang telah dilakukan tentaranya kepada para perempuan tersebut selama Perang Vietnam.

Menurut Justice for Lai Dai Han, dengan tidak mengakui dan meminta maaf atas perbuatan yang pasukannya lakukan, tandanya pemerintah Korea Selatan sudah mengabaikan keadilan para korban dan anak-anak yang lahir akibat dari tindakan tersebut.

Tak sendiri, Justice for Lai Dai Han juga bekerja sama dengan pembuat kebijakan, penulis, serta seniman untuk memastikan tuntutan mereka dikabulkan. Selain itu mereka juga melakukan penggalangan dana atas nama Lai Dai Han dan keluarga mereka.

5. Mother and Child memorial

5 Fakta Lai Dai Han, 'Buah Cinta' Tentara Korea di Perang VietnamPameran patung Mother an Child di St James’s Square, London pada tahun 2019. (instagram.com/ldhjustice)

Untuk mengingatkan masyarakat tentang korban kekerasan seksual di seluruh dunia, lahirlah mahakarya seni yang diberi nama Mother and Child. Memorial atau patung peringatan itu digambarkan dengan seorang perempuan yang direpresentasikan sebagai inang yang dililit parasit. Ada juga sosok anak yang digambarkan berasal dari pohon lain, tapi sama-sama terlilit parasit.

Sosok ibu dalam Mother and Child adalah gambaran salah satu dari sekian banyaknya korban kekerasan seksual para tentara Korea Selatan selama Perang Vietnam. Sedangkan sosok anaknya mewakili salah satu Lai Dai Han yang lahir dari tindakan para tentara Korea Selatan.

Patung karya Rebecca Hawkins ini bak menandakan penjajaran antara peristiwa dan emosi yang saling bertentangan. Meskipun Lai Dai Han mengingatkan para perempuan tersebut akan peristiwa mengerikan dan traumatis di masa lalu, tapi dari sana juga mereka menunjukkan cinta tanpa syarat seorang ibu kepada anak-anaknya.

Dalam kasus Jugun Ianfu maupun Lai Dai Han, terlihat jika kaum perempuan dan anak-anak adalah salah dua korban ketidak adilan perang yang berkecamuk di masa lalu. Nasib buruk sama-sama menimpa mereka. Namun, jalan cerita yang mereka miliki tentu berbeda.

Tak ada anak yang bisa memilih dari rahim siapa mereka dilahirkan. Mereka juga tak bisa memilih siapa ayah ibu mereka. Hal inilah yang dirasakan oleh Lai Dai Han yang hingga kini menginginkan permintaan maaf dan keadilan dari Korea Selatan yang kini posisinya berada dalam standar ganda. 

Baca Juga: Seperti Apa Kondisi Mental Tentara dan Veteran Perang?

Ines Melia Photo Verified Writer Ines Melia

Dengan menulis saya 'bersuara'. Dengan menulis saya merasa bebas.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Tania Stephanie

Berita Terkini Lainnya