Hujan Meteor Coma Berenices, Fenomena Langit 16 Desember Nanti

Gugurannya lemah, tapi cukup worth it untuk diamati

Menjelang akhir tahun, jangan buru-buru menutup teleskop. Pasalnya, masih ada fenomena langit yang patut ditunggu, salah satunya hujan meteor Coma Berenices. Meski bukan termasuk guguran dalam jumlah banyak, meteor shower ini tetap oke untuk dinanti. 

Dilansir akun Instagram resmi LAPAN RI, puncak hujan meteor ini akan menyambangi langit bumi pada 16 Desember 2022 nanti. Fenomena ini bisa dinikmati mulai 00.30 hingga terbenam menjelang pagi saat pukul 05.30. Yuk, ulik dulu latar belakang hujan meteor ini!

Hujan meteor Coma Berenices

Hujan Meteor Coma Berenices, Fenomena Langit 16 Desember Nantiilustrasi hujan meteor (unsplash.com/reign abarintos)

Catatan Meteor Showers Online yang dilansir melalui Web Archive menyebutkan bahwa penemuan hujan meteor Coma Berenices saat Proyek Meteor Harvard pada 1952-1954. Peristiwa langit Coma Berenices pertama kali disebutkan oleh RE McCrosky dan A. Posen pada 1959. 

Selanjutnya, AF Cook, B.-A. Lindblad, BG Marsden, McCrosky, dan Posen mengisolasi tujuh meteor fotografi dari kumpulan meteor Harvard. Data meteor memiliki kesamaan aliran lain dengan durasi 12-17 Desember, yang kemudian disebut 'Desember Leo Minorids'.

Penelitian yang dilakukan pada 1973 tersebut juga mencapai kesimpulan bahwa orbitnya sangat mirip dengan Coma Berenices pada bulan Januari. Sayangnya, catatan fotografi pada 17-29 Desember tidak lagi ditemukan. Dengan begitu, menghilangkan data penghubung penting antara dua guguran meteor tersebut. 

Nah, yang membuat aliran meteor minor ini menjadi lebih menarik adalah kemiripan orbitnya dengan orbit komet yang belum dikonfirmasi. Sebagaimana catatan pengamatan yang ditulis tahun 1912-1913. Komet tersebut secara resmi diberi nama 1913 I dan ditemukan pada dini hari 30 Desember 1912 oleh B. Lowe, astronom amatir di Australia Selatan. 

Belum ada catatan terkait komet sumber guguran hujan meteor Coma Berenices. Ada yang mengatakan berasal dari puing komet 209P/LINEAR, meski demikian belum ada sumber lain yang mendukung pernyataan tersebut. 

Peneliti mengamati bahwa hujan meteor ini terjadi pada 11-23 Desember. Adapun puncaknya bisa diamati pada 16 Desember dari arah timur laut. Hujan meteor Coma Berenices hanya memiliki guguran 2-3 meteor ZHR dengan kecepatan 65 km/jam, membuatnya tidak terlalu banyak diamati. 

Baca Juga: Puncak Hujan Meteor Epsilon Gemini, Ramaikan Langit Oktober

Asal pancaran hujan meteor Comae Berenicid

Hujan Meteor Coma Berenices, Fenomena Langit 16 Desember Nantiilustrasi hujan meteor (unsplash.com/fernando rodriguez)

Hujan meteor Coma Berenices memancar dari konstelasi dengan nama yang sama. Dari bumi, konstelasi ini terlihat di bagian utara pada garis lintang antara 90 hingga -70 derajat. Konstelasi Comae Berenicid tempat hujan meteor ini menempati urutan ke-42 dari 88 rasi bintang di langit malam. 

Dulunya, konstelasi Coma Berenices ini dianggap sebagai bagian dari konstelasi Leo oleh astronom abad kedua, Ptolemy, melansir Seasky. Namun, konstelasi ini kemudian dimasukkan ke daftar katalog bintang astronom Denmark, Tycho Brahe, pada tahun 1602. 

Sebutan konstelasi 'Coma Berenices' diambil dari nama Ratu Berenice II yang merupakan istri Ptolemeus III dari Mesir. Menurut cerita, Ratu asal Mesir ini memotong rambutnya sebagai hadiah karena Raja Ptolemeus III Euergetes berhasil pulang dari perang dengan selamat.

Dilansir situs Ian Ridpath's yang mengutip buku Star Tales, rambut tersebut diletakkan di kuil yang didedikasikan untuk Arsinoë, diidentifikasi sebagai Aphrodite. Kuil tersebut terletak di Zephyrium dekat Aswan modern.

Keesokan harinya, rambut tersebut hilang tanpa tertulis catatan lebih lengkap bagaimana prosesnya. Lalu, Conon dari Samos, seorang ahli matematika dan astronom yang hidup sekitar 280–220 SM menunjukkan sekelompok bintang di dekat konstelasi Leo.

Ia pun memberi tahu raja bahwa rambut Berenice telah bergabung dengan rasi bintang. Makanya, konstelasi tempat hujan meteor Coma Berenices berasal juga disebut sebagai 'Berenice's Hair' alias rambut Berenice. 

Masih dari sumber yang sama, hubungan antara rambut dan konstelasi kemungkinan besar dipentaskan untuk memuliakan Ptolemeus dan ratunya di antara rakyat mereka. Kisah tersebut dimitologikan oleh penyair istana Callimachus (sekitar 305–240 SM) dalam puisi populernya berjudul 'Lock of Berenice'.

Meski termasuk redup dan sedikit, bukan berarti hujan meteor Coma Berenices tidak worth it untuk diamati. Siapa tahu kamu justru menemukan fakta baru terkait peristiwa langit satu ini, kan?

Baca Juga: Hujan Meteor Taurid Utara: Asal-Usul dan Waktu Pengamatan

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana

Berita Terkini Lainnya