Mumifikasi: Cara Mengawetkan Mayat agar Tidak Membusuk

Ternyata, tidak dibiarkan begitu saja

Kasus kematian satu keluarga di Kalideres masih menjadi teka-teki. Pasalnya, polisi mengungkapkan bahwa mayat telah mengalami proses mumifikasi. Terungkap pada awal November (2022), beberapa mayat diduga telah meninggal sejak Mei 2022. 

Mendengar istilah mumifikasi mengingatkan pada mumi yang ada di Mesir. Namun, apakah keduanya melewati proses yang sama?

Apa itu mumifikasi?

Mumifikasi merupakan sebutan pada sebuah proses pembuatan mumi. Faktanya, ada tahapan khusus hingga akhirnya mayat bisa menjadi mumi.

Pada kasus kematian di Kalideres, kejadian mumifikasi berlangsung secara alami. Jenazah dibiarkan terpapar suhu panas dan kering setelah beberapa waktu.  

Jenazah pun mengalami penguapan dan terjadi proses pembusukan di dalam tubuh. Dengan begitu, tubuh mayat menjadi kering, warnanya berubah gelap, keriput, dan tidak sepenuhnya hancur maupun membusuk. 

Adapun mumifikasi secara sengaja pada mayat melewati beberapa step khusus. Pada setiap tahapannya dilakukan prosedur sehingga nantinya mayat benar-benar tidak berbau. 

Tahapan proses mumifikasi

Apakah mumifikasi sama dengan embalming alias pengawetan? Sebenarnya, pengawetan merupakan salah satu tahap yang ada pada proses membuat mumi. Nah, secara tradisional, mumifikasi melewati lima tahap penting. Dilansir dari History, berikut langkah-langkah tersebut. 

1. Menyiapkan tubuh

Mumifikasi: Cara Mengawetkan Mayat agar Tidak Membusukilustrasi mumi (pexels.com/Anna Shvets)

Menyiapkan tubuh artinya mengeluarkan seluruh organ yang mengalami proses pengawetan. Organ tubuh yang dikeluarkan termasuk otak, usus, lambung, kecuali hati. Mereka meninggalkan hati karena dianggap sebagai sumber pemikiran dan keberadaan seseorang, melansir Now supported by Northrop Gumman.

Organ tubuh pada badan dikeluarkan melalui tindakan bedah tradisional. Ahli akan membuat sayatan di samping tubuh atau perut untuk mengangkat organ. Selanjutnya, bagian dalam tersebut diletakkan dalam wadah khusus bernama stoples kanopi. 

Lalu, bagaimana dengan otak? Salah satu alat populer dalam peradaban mumifikasi disebut sebagai ‘pengait otak’. Alat tersebut menyerupai jarum rajutan dan digunakan untuk menarik otak keluar melalui hidung. 

Selanjutnya, tubuh disiram dengan anggur sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri. Selain itu, peneliti modern juga menemukan penggunaan minyak wijen, ekstrak tanaman atau akar jenis balsam, permen karet nabati, dan resin pohon konifer. Kemungkinan besar, ada pula resin pinus untuk membantu mencegah pembusukan.

2. Mengeringkan mayat

Langkah selanjutnya yakni pengeringan yang menjadi tahap penting mumifikasi. Proses ini dilakukan guna menghilangkan sisa kelembapan pada jenazah.

Pada prosesnya, pembalsam menggunakan bahan kimia bernama natron. Scientific American menyebutkan bahwa bahan tersebut merupakan garam alami dengan sifat pengeringan yang sangat baik.

Mayat akan ditaburi natron hingga tertutup seluruhnya, lalu dibiarkan selama 40 hari di meja pembalsaman. Nantinya, tubuh jenazah akan menghitam dan keriput yang siap untuk fase mumifikasi berikutnya.

Baca Juga: Sejarah Tari Gandrung Nusa Penida, Pengusir Wabah

3. Mengembalikan tubuh

Nah, setelah mengering, tubuh mayat akan ‘dikembalikan’ agar tampak lembap atau seperti hidup. Setelah tubuh benar-benar kering, pembalsem memijat kulit agar kenyal.

Selain itu, ahli akan mengharumkan tubuh dan mengisi bantalan di bawah kulit agar tampak lebih berdaging dan realistis. Pada tampilan luar, pembalsem memberi sedikit riasan dengan mengoleskan perona pipi dan cat lainnya, hingga mata palsu.

4. Membungkus tubuh

Mumifikasi: Cara Mengawetkan Mayat agar Tidak Membusukilustrasi penemuan mumi (twitter.com/Reuters)

Selanjutnya, ahli mumifikasi akan melapisi jenazah dengan resin hangat. Selanjutnya, tubuh mayat akan dibungkus dengan potongan kain memanjang, mirip seperti kostum Halloween masa kini. 

Untuk satu jenazah diperlukan setidaknya kain sepanjang 100 yard atau sekitar 91,44 meter. Para ahli secara hati-hati membungkus setiap bagian tubuh dengan beberapa lapis kain linen. Ada juga yang menutupi wajah jenazah di bawah perban. 

5. Menyimpan mumi

Setelah jenazah telah menjadi mumi, pemuka agama akan melakukan upacara keagamaan di makam tersebut. Tradisi ini termasuk ritual yang disebut ‘membuka mulut’.

Dinamakan demikian karena pendeta akan menyentuh bagian mumi dengan alat khusus untuk membuka bagian mulutnya. Tujuannya, agar si mumi bisa menikmati akhirat. 

Menurut Scientific American, orang Mesir percaya bahwa ketika seorang pendeta menyentuhkan alat itu ke mulut mumi, mayat akan bisa berbicara dan makan saat di akhirat nanti. Terakhir, peletakan mumi di peti mati dan menutup pintu masuk ke ruang pemakaman.

Tradisi mumifikasi

Mumifikasi: Cara Mengawetkan Mayat agar Tidak Membusukilustrasi mumi (pixabay.com/albertr)

Masyarakat Mesir Kuno terkenal akan kemampuannya sebagai ahli mumifikasi yang rumit. Pada satu mayat saja, proses mumifikasi bisa berlangsung hingga 70 hari mulai proses menyiapkan tubuh hingga pemakaman.

Meski terkenal sebagai tradisi Mesir Kuno, mumifikasi sebenarnya berasal dari tradisi masyarakat Chili. Dibuktikan dengan adanya mumi tertua yang sengaja dikuburkan, lalu digali di Lembah Camarones Chili.

Mumi yang juga disebut lokal sebagai Uhle merupakan budaya Chinchorro (9000 hingga 3100 tahun yang lalu). Praktik mumifikasi Chinchorro dimulai sekitar 7000 tahun yang lalu, sekitar dua milenium sebelum mumi Mesir pertama diketahui, melansir Live Science.

Namun, memang, peradaban Mesir Kuno mencapai mencapai elaborasi mumifikasi terbesarnya. Mumi Mesir pertama kali muncul dalam catatan arkeologi sekitar 3500 SM, tepatnya pada masa Kerajaan Lama atau Zaman Piramida.

Berbeda dengan tradisi Chinchorro yang menerapkan mumifikasi pada siapa saja, mumifikasi di Mesir kuno biasanya diperuntukkan bagi elite masyarakat. Termasuk  bangsawan, keluarga bangsawan, pejabat pemerintah, dan orang kaya karena praktiknya yang mahal.

Di era lebih modern, mumifikasi tetap dilakukan. Beberapa mumi merupakan jenazah tokoh populer. Misalnya, Vladimir Lenin, diktator yang meninggal pada 1924. Nyaris seabad, mumi Lenin masih dipajang di sebuah museum di Moskow.

Teknik ini menggunakan pencahayaan, suhu, dan cairan pembalsaman yang tepat. Selain itu, ahli yang tergabung dalam tim bernama 'Lab Lenin' menyuntikkan jenazah dengan campuran bahan kimia rahasia. 

Proses mumifikasi modern juga diterapkan pada tokoh lain. Termasuk Presiden Vietnam Ho Chi Minh, Kim Il-sung dan Kim Jong-il dari Korea Utara, pemimpin Bulgaria Georgi Dimitrov, dan mantan diktator Soviet Joseph Stalin.

Bisa dibilang, proses mumifikasi modern lebih singkat dibanding era Mesir Kuno dahulu. Meski demikian, tujuannya tetap sama yakni untuk mengawetkan tubuh mayat. 

Baca Juga: Sejarah Angklung, Alat Musik Tradisional Indonesia yang Mendunia

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana

Berita Terkini Lainnya