Sejarah Gas Air Mata: Pembuatan Hingga Penggunaannya

Pernah digunakan sebagai senjata perang, lho!

Saat melihat berita ricuh, demo, atau bentrok, pasti gak asing dengan sebutan 'gas air mata' yang digunakan aparat keamanan. Faktanya, gas air mata yang kini digunakan sebagai pengondisi massa ini pernah menjadi senjata kimia saat perang, lho!

Bagaimana perjalanan sejarah gas air mata mulai diciptakan hingga digunakan untuk crowd-control? Baca sampai akhir, ya!

Penciptaan gas air mata

Penggunaan gas air mata pertama kali diketahui pada Agustus 1914. Saat itu, pasukan Prancis menembakkan granat gas air mata ke parit Jerman. Konfrontasi ini berlangsung di sepanjang perbatasan antara kedua negara. Sejarawan menandai Pertempuran Perbatasan ini menjadi tahun lahirnya gas air mata modern. Sayangnya, gak ada catatan lengkap kapan gas ini diluncurkan.

Gas air mata merupakan hasil dari upaya ahli kimia Prancis. Penemuan pertamanya terjadi pada pergantian abad ke-20. Teknologi ini digunakan sebagai pengembangan dan metode baru pengendalian kerusuhan. Gas air mata juga diciptakan dengan tujuan strategi di sekitar pembatasan perjanjian internasional Konvensi Den Haag tahun 1899.

Sedari awal sejarah gas air mata, alat ini dirancang untuk memaksa orang keluar dari balik barikade dan parit. Sebab, bahan kimia di dalamnya menyebabkan mata dan kulit terbakar, robek, sedang tersedak. Ketika perang, alat ini dapat memicu pasukan yang sedang bersembunyi meninggalkan perlindungan dan rekan mereka. 

Gas air mata dan Perang Dunia

Sejarah Gas Air Mata: Pembuatan Hingga Penggunaannyailustrasi gas air mata (unsplash.com/Ev)

Sebelum Perang Dunia II, Italia menggunakan air mata dan gas beracun lainnya secara ekstensif dalam perangnya dengan Ethiopia. Bukan hanya satu negara, Spanyol juga menggunakannya di Maroko dan Jepang menggunakannya melawan Cina.

Penggunaan dan pengembangan gas air mata menjadi lebih luas setelah pecahnya Perang Dunia II. Di Vietnam, AS menembakkan gas air mata ke terowongan Viet Cong. Senyawa yang menyebabkan perih mata dan pernapasan ini juga mendarat di tempat perlindungan bom. Akibatnya, warga sipil yang terperangkap di dalamnya ikut mengalami sesak napas.

Pada tahun 1966, delegasi Hongaria untuk PBB, memasukkan persoalan penggunaan gas air mata yang melukai warga sipil ke dalam agenda internasional. Masih dari sumber yang sama, perwakilan Hongaria mengatakan:

“The hollow pretexts given for using riot-control gases in Viet-Nam,” the Hungarians argued, “had been rejected by world public opinion and by the international scientific community, including scholars in the United States itself.”

Intinya, penggunaan gas air mata sebagai pengendali kerusuhan di Viet-Nam telah ditolak oleh opini publik dunia dan oleh komunitas ilmiah internasional, termasuk para sarjana di Amerika Serikat sendiri. Dalam pertemuan tersebut, Hungaria menyerukan penggunaan senjata kimia ini dalam perang sebagai kejahatan internasional.

Selanjutnya, larangan penggunaan gas air mata atau penggunaan bahan kimia lain dalam perang disepakati oleh berbagai negara. Ditandai dengan adanya kesepakatan pada Konvensi Senjata Kimia Internasional pada 1993 di Jenewa. 

Aturan tersebut tertuang pada Pasal I (5) dari perjanjian yang menyatakan, "Setiap Negara Pihak berjanji untuk tidak menggunakan agen pengendalian huru hara sebagai metode peperangan". Poin tersebut disetujui berbagai negara, kecuali empat negara PBB yakni Korea Utara, Sudan Selatan, Mesir, dan Israel.

Baca Juga: Sejarah Stadion Kanjuruhan, Saksi Bisu Tragedi Sepak Bola Berdarah

Awal mula digunakan sebagai crowd control

Sejarah Gas Air Mata: Pembuatan Hingga Penggunaannyailustrasi penggunaan gas air mata (unsplash.com/Pawel Janiak)

Menjelang Perang Dunia I selesai, Fries, pemimpin Chemical Warfare Service, mulai mempromosikan gas air mata sebagai temuan senjata kimia untuk penggunaan sehari-hari. Dalam majalah perdagangan Gas Age Record edisi 26 November 1921, penulis teknologi Theo M. Knappen menjelaskan bahwa Fries mengampanyekan gas air mata sepanjang tahun 1920-an sebagai alat memelihara ketertiban, melansir The Atlantic. 

Pada promosinya, Fries menjelaskan fungsi gas air mata yang jauh lebih 'manusiawi' dibandingkan senjata tajam lain. Hanya sesaat setelah dilepaskan, senyawa kimia di dalamya bisa memengaruhi fisik dan sisi psikologis sehingga massa bisa membubarkan diri. 

Pada akhir tahun 1920-an, departemen kepolisian di New York, Philadelphia, Cleveland, San Francisco, dan Chicago membeli pasokan gas air mata. Bukan hanya itu, penjualan juga dilakukan ke luar negeri meliputi wilayah jajahan di India, Panama, dan Hawaii. 

Adanya permintaan baru ini membuat bentuk gas air mata juga diperbarui. Kartrid gas air mata menggantikan model peledak awal yang sering kali pelempar. Mekanisme penggunaannya ditingkatkan dengan pistol, granat, dan bahkan tongkat biliar yang berfungsi ganda sebagai pelontar gas air mata. 

Selanjutnya, gas air mata segera menjadi senjata pilihan bagi sipir penjara, bahkan bankir. Alat-alat yang diisi gas air mata dipasang di brankas untuk menghentikan perampokan, dan diikat ke langit-langit aula penjara untuk mencegah kerusuhan.

Gas air mata dan demonstrasi

Sejarah Gas Air Mata: Pembuatan Hingga Penggunaannyailustrasi gas air mata dan kerumunan (unsplash.com/Ev)

Meski telah dilarang untuk perang, gas air mata tetap digunakan sebagai crowd control. Sejarah gas air mata untuk melerai keributan massa tercatat panjang. Gak cuma di Indonesia, penggunaannya cukup masif di berbagai negara dunia. Penggunaannya pun cukup memberikan efek berbahaya bagi demonstran. 

Di Amerika Serikat, gas air mata digunakan untuk membubarkan demonstran di Berkeley's Sproul Plaza pada tahun 1969. Atas perintah Gubernur California Ronald Reagan pada Garda Nasional, gas air mata disebar menggunakan helikopter yang menghujani ribuan siswa, serta para pengamat, termasuk anak-anak sekolah TK dan perenang di kolam universitas.

Pada 1980-an, kelompok hak asasi manusia meningkatkan pemantauan terhadap penggunaan gas air mata sebagai teknik pengendalian kerusuhan. Korea Selatan berada di bawah tekanan internasional. Hal ini terjadi karena penggunaan penggunaan senjata kimianya terhadap pengunjuk rasa mahasiswa. Begitu pula Israel, karena mengerahkan gas air mata terhadap warga Palestina selama Intifadah Pertama. 

Bahkan setelah Konvensi Senjata Kimia berlangsung, penggunaan gas air mata sebagai crowd control masih digunakan. Lebih baru, catatan sejarah gas air mata bertambah sebagai serangan pada demonstran di Hongkong. 

Di Indonesia, gas air mata juga jamak digunakan untuk membubarkan demonstran. Termasuk pada demo mahasiswa yang terjadi pada 2019. Terbaru, gas air mata juga dilepaskan di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022 usai laga Arema vs Persebaya. Penggunaan gas air mata ini bahkan diduga kuat menjadi penyebab ratusan orang meninggal dunia. 

Sejarah gas air mata gak hanya tentang perang kimia, tetapi juga sebagai crowd control yang kontroversi. Karena dampaknya yang berbahaya, penggunaannya tentu harus diatur dengan ketat guna meminimalisir dampaknya. 

Baca Juga: Beda Gas Air Mata dan Water Canon, Begini Penjelasannya

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya