Menjawab 5 Pertanyaan tentang Cinta Berdasarkan Sudut Pandang Sains

Rasa cinta sebenarnya berawal dari perubahan di otak

Apakah kamu pernah merasakan jatuh cinta? Konsep cinta sendiri bisa dipersepsikan sebagai hal yang berbeda oleh masing-masing orang. Tidak sedikit pula yang menganggap bila cinta merupakan hal yang abstrak dan sulit digambarkan dengan kata-kata. 

Topik tentang rasa cinta ini ternyata sudah menarik perhatian para ilmuwan. Lewat berbagai metode, mereka mencoba mencari tahu apa yang mendasari timbulnya perasaan cinta tersebut. Dari situ, teori-teori sains mengenai fenomena jatuh cinta pun kian bermunculan.

Untuk kamu yang masih bertanya-tanya tentang cinta itu sendiri, semoga artikel berikut ini bisa memuaskan rasa penasaranmu. Selamat membaca!

1. Dari manakah perasaan jatuh cinta itu muncul?

Menjawab 5 Pertanyaan tentang Cinta Berdasarkan Sudut Pandang Sainsrasa cinta sebenarnya dihasilkan dari perubahan hormon otak (freepik.com/wayhomestudio)

Rasa cinta dapat muncul karena peningkatan dopamin, sebuah hormon yang dihasilkan otak. Dalam jurnal Neuro Quantology tahun 2012, dopamin dapat memicu rasa euforia, kepuasan, dan rasa ingin memiliki sesuatu sepenuhnya.

Selain itu, rasa cinta juga sangat berkaitan dengan nafsu seksual. Ketika melihat seseorang dengan tampilan yang menarik, otak juga akan memberi perintah untuk memproduksi hormon kelamin, yakni testosteron dan estrogen. Menurut tulisan di laman Health Matters, kedua hormon ini ikut berperan menciptakan ketertarikan secara seksual.

2. Mengapa cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal sehat?

Menjawab 5 Pertanyaan tentang Cinta Berdasarkan Sudut Pandang Sainsberkorban memberikan segala hal untuk pasangan (pexels.com/Tim Douglas)

Bagi sebagian orang, jatuh cinta bisa jadi  membutakan pikiran mereka. Mengutip dari tulisan jurnal Cognition and Emotion tahun 2020, jatuh cinta dapat menghambat kerja dari otak dalam berpikir logis. Mereka yang sedang larut dalam perasaan cinta terbukti lebih kurang responsif dalam menyelesaikan masalah yang sudah terjadi di hidup mereka.

Hasil studi berjudul "The Brain in Love: Has Neuroscience Stolen the Secret of Love?" pada tahun 2012 pun menyatakan bila kadar dopamin terlalu tinggi akibat jatuh cinta dapat menurunkan aktivitas otak. Area otak yang menurun fungsinya terutama adalah area yang mengatur logika dan pemecahan masalah. Hal ini mendukung teori bahwa cinta memang terkadang tidak bisa ditelaah dengan logika sepenuhnya.

3. Benarkah rasa cinta pasti memudar seiring berjalannya waktu?

Menjawab 5 Pertanyaan tentang Cinta Berdasarkan Sudut Pandang Sainscinta bertahan sampai di usia tua (pexels.com/RODNAE Productions)

Sebenarnya rasa cinta bisa bertahan dalam waktu lama. Hanya saja, bentuk cinta yang ditampilkan akan berubah seiring waktu berlalu. Perbedaan bentuk cinta ini dapat disebabkan karena adanya perubahan hormon otak. Hormon dopamin lebih mendominasi di awal percintaan, sedangkan seterusnya hormon oksitosin akan mendominasi.

Menurut Review of General Psychology tahun 2009, rasa cinta di fase awal percintaan lebih bersifat menggairahkan (passionate love). Maksudnya, bentuk cinta ini lebih menggebu-gebu dan dipenuhi rasa ingin memiliki satu sama lain seutuhnya.

Sedangkan pada hubungan cinta yang sudah terjalin lama, sifatnya akan berubah menjadi cinta yang tulus (compassionate love). Bentuk cinta ini lebih mementingkan perilaku kecil sehari-hari, yang membuat keduanya sama-sama merasa nyaman. Kesimpulannya, cinta itu bisa tetap ada, namun bentuknya akan berubah menjadi tidak terlalu mencolok.

Baca Juga: Segera Sadar, Ini 5 Tanda Cinta Sudah Membuatmu Jadi 'Buta'

4. Mengapa menghabiskan waktu dengan orang yang dicinta membuatmu nyaman?

Menjawab 5 Pertanyaan tentang Cinta Berdasarkan Sudut Pandang Sainsmenemukan kenyamanan dari pasangan masing-masing (pixabay.com/pixel2013)

Pada tulisan ilmiah berjudul "The Science Between Love: How Your Brain and Five Senses Help You Fall in Love", orang yang lama jatuh cinta akan memicu produksi hormon oksitosin. Hormon ini tidak bersifat mencolok, namun lebih berperan dalam menciptakan rasa nyaman ketika bersama orang yang kamu cinta.

Tulisan ilmiah yang dipublikasikan Harvard University pada tahun 2015 berjudul "Love and the Brain" mencoba mewawancara pasangan yang sudah menikah selama 10-30 tahun. Hasilnya, mayoritas masih memiliki rasa sayang yang sama seperti awal pertama bertemu. Perbedaannya, mereka sudah tidak terlalu terikat pada hal-hal yang bersifat fisik seperti berhubungan intim ataupun memberikan hadiah fisik.

5. Mengapa dada terasa berdebar ketika bertemu pujaan hati?

Menjawab 5 Pertanyaan tentang Cinta Berdasarkan Sudut Pandang Sainsberdebar-debar ketika bertemu pujaan hati (unsplash.com/Giulia Bertelli)

Rasa cinta juga bisa berpengaruh pada aktivitas organ dalam tubuh. Dilansir dari tulisan yang terdapat dalam lamanHealth Matters, rasa cinta juga akan meningkatkan jumlah hormon norepinefrin dan epinefrin. Kedua hormon ini sebenarnya juga dihasilkan saat tubuh dalam kondisi stres untuk meningkatkan aliran darah dan mempercepat detak jantung.

Dalam tulisan "The neuroendocrinology of love" terbitan Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, norepinefrin juga dapat mengaktivasi saraf tubuh dan menyebabkan gemetar dan nafsu makan yang turun. Kumpulan gejala-gejala tersebutlah yang membuat tubuh kita terasa tidak karuan ketika menemui orang yang kita cinta.

Cinta adalah sebuah perasaan yang kompleks dan dinamis. Semoga tulisan ini bisa membuatmu lebih memahami proses di balik jatuh cinta serta menyikapi perasaan itu dengan lebih dewasa.

Baca Juga: 5 Tanda Perempuan Introver Jatuh Cinta, Gebetanmu Bukan?

Leonaldo Lukito Photo Verified Writer Leonaldo Lukito

Berbagi Pikiran dan Rasa melalui Padanan Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Agustin Fatimah

Berita Terkini Lainnya