Alih-alih Berbicara, Penduduk 5 Desa Ini Berkomunikasi dengan Siulan

Ini cara komunikasi yang unik dan efisien di wilayah mereka 

Sebagai makhluk sosial, komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia. Kegiatan ini dapat dilakukan secara verbal maupun nonverbal, dan berbicara menjadi bentuk yang paling mudah dan sering dilakukan.

Sebelum telepon muncul, ternyata mengobrol merupakan hal yang sangat sulit dilakukan di beberapa tempat di dunia. Kontur tanah dan jarak menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini membuat masyarakat di daerah-daerah tersebut membentuk cara komunikasi yang baru, salah satunya dengan bersiul.

Dilansir Smithsonian Magazine, siulan menjadi cara berkomunikasi bagi sekitar 80 kelompok masyarakat di dunia. Mereka umumnya tinggal di daerah pegunungan yang terjal dan hutan yang lebat. Di mana saja kelompok masyarakat yang berkomunikasi dengan siulan? Simak beberapa di antaranya dalam daftar berikut. 

1. Desa Kuskoy, Turki

https://www.youtube.com/embed/l117wfB0g3o

Desa Kuskoy dikenal dengan cara mereka berkomunikasi menggunakan "bahasa burung", atau dalam bahasa Turki disebut kuş dili. Desa tersebut terletak di pegunungan Pontic, sebelah utara provinsi Giresun, Turki. Karena memiliki topografi pegunungan dan lembah yang terjal, komunikasi dengan berbicara menjadi cukup sulit bagi penduduk setempat.

Jarak antar rumah penduduk yang cukup jauh dan angin kencang membuat perkataan sulit didengar dan dimengerti walau berteriak. Hal ini membuat masyarakat desa Kuskoy lebih sering berkomunikasi dengan bersiul.

Bersiul telah dilakukan selama ratusan tahun. Siulan digunakan layaknya berbicara, sehingga memiliki nada, intonasi, serta panjang suara yang berbeda. Dikatakan setiap penduduk dapat mengetahui siapa yang sedang bersiul. Sebab, setiap siulan memiliki warna suara yang khas, layaknya suara manusia. Mereka bahkan dapat mengontrol hewan ternak mereka dengannya.

Namun, sejak penggunaan telepon genggam meluas di kalangan penduduk, penggunaan "bahasa burung" jauh berkurang. Pada tahun 2017, bahasa siul desa Kuskoy tercatat sebagai List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding atau Daftar Warisan Budaya Tak Benda yang Butuh Perlindungan Mendesak oleh UNESCO.

2. La Gomera, kepulauan Kanaria, Spanyol

https://www.youtube.com/embed/TfGwFM9-wFk

Masyarakat di kepulauan Kanaria, tepatnya di pulau La Gomera, memiliki cara komunikasi lokal dengan bersiul. Masyarakat salah satu pulau terkecil di kepulauan Kanaria tersebut berkomunikasi dengan bahasa siulan yang mereka sebut dengan Silbo Gomero.

Wilayah pulau dengan kontur pegunungan, ngarai yang dalam, dan jalan berkelok-kelok menyulitkan penduduknya untuk berbicara maupun berteriak. Bersiul menjadi alternatif yang efisien untuk berkomunikasi bagi penduduk pulau vulkanik tersebut.

Dikatakan bahwa siulan dapat terdengar hingga sejauh 3 kilometer. Layaknya suara manusia, masyarakat La Gomera juga dapat mengenal siapa yang bersiul.

Lagi-lagi, perkembangan teknologi  turut mempengaruhi turunnya penggunaan Silbo Gomero. Salah satu usaha untuk melestarikan siulan sebagai bahasa dan budaya lokal adalah menjadikannya sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. Pada tahun 2009, Silbo Gomero dicatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO.  

Baca Juga: 5 Tempat Terpencil di Dunia yang Ternyata Bisa Dikunjungi, Tertarik?

3. Kongthong, India

https://www.youtube.com/embed/PElAzJ6ApEw

Layaknya kebanyakan masyarakat di pegunungan yang merasa sulit berkomunikasi dengan bicara, desa Kongthong di India juga menggunakan suara mirip siulan. Desa ini terletak 60 kilometer dari Shillong, ibu kota negara bagian Meghalaya, India. Kongthong juga dikenal dengan sebutan desa bersiul.  

Suara mirip siulan yang mereka gunakan telah menjadi cara berkomunikasi yang berakar dan sangat kental dalam budaya masyarakat tersebut. Penduduk desa yang mayoritas bekerja sebagai petani juga percaya bahwa suara tersebut dapat menangkal roh jahat yang ada di hutan. Pada zaman dahulu, "siulan" digunakan untuk melacak keberadaan satu sama lain ketika sedang berburu.

Selain untuk berbicara dan berkomunikasi, nama setiap orang di desa, memiliki nada siul yang khas. Dapat dikatakan, nama orang-orang yang lahir di Kongthong tidak diucapkan, melainkan "dinyanyikan" dengan siulan, yang disebut jingrwai iawbei. Hal ini berakar dari kepercayaan bahwa menyebut nama seseorang akan membuatnya jatuh sakit, karena roh jahat dapat mencarinya. 

4. Antia, Yunani

https://www.youtube.com/embed/Q5ZMGBz8qgI

Desa Antia merupakan sebuah desa terpencil di dekat gunung Ochi, sebelah tenggara pulau Euboea—disebut juga Evia—di Yunani. Masyarakat desa ini berkomunikasi dengan bahasa siul yang disebut sebagai Sfyria. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, sfyrizo, yang berarti bersiul.

BBC melansir bahwa bahasa siul Antia pertama kali diketahui umum saat sebuah kecelakaan pesawat terjadi di pegunungan di belakang desa tersebut. Regu penyelamat yang tengah mencari pilot yang hilang mendengar siulan warga yang sedang menggembalakan ternak mereka. Mereka terpukau dengan cara berkomunikasi penduduk setempat yang unik. 

Masyarakat desa mengajari anak-anak mereka Sfyria ketika menginjak usia 5—6 tahun. Bahasa siul tersebut memiliki struktur yang membuatnya mudah dipahami, di mana setiap abjad memiliki nada siul yang khas. Sayangnya, dilansir BBC, pada tahun 2017 tercatat hanya tersisa enam orang yang dapat "berbicara" dengan bahasa Sfyria. 

5. Oaxaca, Mexico

https://www.youtube.com/embed/6eliANcZdkw

Di Meksiko, masyarakat Chinantec dan Mazateca berkomunikasi dengan siulan. Masyarakat Chinantec adalah orang-orang keturunan Indian Amerika tengah, sementara Mazateca juga merupakan keturunan Indian yang berasal dari bagian selatan Amerika Utara atau mesoamerika.

Kedua kelompok masyarakat tersebut hidup di negara bagian Oaxaca, Meksiko. Kebanyakan dari mereka mencari nafkah dengan berkebun dan bertani. Tempat tinggal mereka merupakan daerah hutan berkabut yang terjal. Hutan lebat dan kontur terjal membuat berbicara dan berteriak sangat tidak efektif untuk berkomunikasi, sehingga masyarakat pun akhirnya menjadikan siulan sebagai alternatif.

Namun, penggunaan bahasa ini turun dengan drastis sebagai efek dari perkembangan teknologi. Orang-orang mulai berkomunikasi menggunakan walkie talkie dan telepon genggam. Aljazeera melansir bahwa penurunan yang terjadi pada masyarakat Chinantec juga diakibatkan oleh rendahnya minat para pemuda dan masyarakat untuk bertani dan melestarikan bahasa siul mereka. 

Komunikasi yang baik haruslah efektif dan efisien. Keadaan topografi di wilayah di atas menjadikan siulan lebih efisien dan efektif untuk berkomunikasi dibandingkan berbicara. Unik banget, ya!

Baca Juga: 5 Budaya Denpasar yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda

MONICA GRACIA Photo Verified Writer MONICA GRACIA

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya