Penjelasan Likuifaksi Tanah, Penyebab Utama Runtuhnya Bangunan di Palu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palu, IDN Times - Sebuah video tersirkulasi di media sosial menyusul terjadinya gempa di Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat pekan lalu. Dalam video amatir tersebut tampak beberapa rumah ambruk dan amblas seperti tersedot oleh tanah yang menopangnya selama ini.
1. Petobo menjadi lokasi yang mengalami kerusakan paling parah
Gambar di atas diambil di area Petobo, Palu, yang memperlihatkan separuh badan mobil tertimbun reruntuhan bangunan di sekitarnya. Di bagian belakang tampak rumah-rumah yang hampir rata dengan tanah. Dikutip dari ANTARA, Petobo disebut sebagai area yang mengalami kerusakan paling parah akibat gempa 7,4 Skala Richter (SR).
Foto satelit juga menunjukkan hampir semua wilayah Petobo sudah rata dengan tanah. Perbedaan foto antara sebelum dan sesudah kejadian pun telah tersebar di mana-mana.
"Ketika gempa terjadi, lapisan di bawah permukaan bumi menjadi berlumpur dan kendor. Lumpur sebanyak itu tenggelam dan menyeret kompleks perumahan di Petobo jadi mayoritas tampak seperti disedot tanah. Kami mengestimasi ada 744 unit rumah di sana," kata juru bicara Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.
Baca Juga: FOTO: Mengerikan, Begini Dampak Likuifaksi Tampak dari Langit Palu
2. Fenomena itu disebut sebagai likuifaksi tanah
Apa yang terjadi sebenarnya dikenal sebagai likuifaksi atau pencairan tanah. Pada dasarnya, fenomena ini bisa muncul ketika tanah dalam keadaan lembab kemudian kehilangan kekuatan akibat getaran kencang seperti gempa.
Alhasil, tanah yang tadinya solid berubah menjadi cair sehingga tak mampu lagi menopang benda-benda keras di atasnya. Mengapa bisa begini? Menurut Survei Geologi Amerika Serikat, ini disebabkan karena gempa meningkatkan tekanan air dan membuat partikel di dalam tanah saling menjauh sehingga semakin membuatnya longgar dan lembek.
3. Likuifaksi tanah ini umum terjadi di kawasan sekitar sungai dan laut, tapi bisa dihindari
Fenomena seperti ini sebenarnya bukan hal baru ketika terjadi gempa. Misalnya adalah saat gempa 9 SR pada 2011 di Jepang dan gempa di Selandia Baru pada 2011 serta 2011. Menurut pakar geologi, likuifaksi tanah ini umum ditemukan di kawasan sekitar sungai dan laut seperti Palu. Meski begitu, Dr Stavroula Kontoe dari Imperial College London mengatakan kepada The Guardian bahwa ini bukan berarti tak bisa dihindari.
"Ada beberapa teknik mitigasi yang bisa membatasi atau bahkan mengeliminasi konsekuensi likuifaksi tanah. Teknik-teknik itu biasanya melibatkan penguatan deposit tanah di area di mana likuifaksi sebelumnya diidentifikasi sebagai ancaman besar dan/atau mengadopsi drainase untuk mencegah peningkatan tekanan air selama getaran kuat terjadi." Dr. Stavroula Kontoe menyimpulkan penjelasannya.
Baca Juga: Ini Penjelasan Ilmiah Penyebab Likuifaksi di Donggala-Palu