Bagaimana Tsunami di Palu Bisa Terjadi? Inilah Dugaan Kuat Para Ahli!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palu, IDN Times - Gempa 7,4 Skala Richter (SR) yang kemudian disusul tsunami di Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9) membuat para ahli seluruh dunia bingung. Seperti diberitakan BBC, gempa tersebut memang kuat dan bisa menyebabkan tsunami, tapi mereka bertanya-tanya tentang skala gelombang yang menyapu kawasan Palu dan Donggala tersebut.
1. Longsor bawah laut dan bentuk Palu yang memanjang diduga jadi penyebab utama besarnya tsunami
Dugaan pertama terkait penyebab tsunami di Sulawesi Tengah adalah adanya longsor di bawah laut yang disebabkan oleh gempa tersebut. Getaran dahsyat itu membuat kumpulan sedimen berukuran besar menjadi tidak stabil sehingga mudah tercerai-berai dari posisi awalnya.
Sedimen ini yang berpotensi menyebabkan tsunami pada hari Jumat itu. Kemudian ada faktor kedua. Bentuk daerah pesisir Palu yang memanjang sangat mungkin memperbesar dan semakin membuat gelombang tsunami fokus di kawasan sekitar Pantai Talise.
Baca Juga: BNPB: Korban Gempa Tsunami Sulteng Bertambah Jadi 1.374 Jiwa
2. Pakar menyebutkan bahwa tinggi gelombang tsunami minggu lalu sempat membuat heran
Editor’s picks
Dr Mohammad Heidarzadeh, asisten profesor jurusan Teknik Sipil di Brunel University, Inggris, membuat perkiraan bahwa ada pergeseran dasar laut akibat gempa sepanjang 49 cm. Namun ada kejanggalan yang ia dan timnya temukan dari fakta tersebut.
"Dari situ kamu bisa mengantisipasi tsunami kurang dari satu meter, bukan enam meter. Jadi, ada sesuatu yang lain terjadi," kata Dr Mohammad Heidarzadeh melanjutkan.
Menurutnya, dua faktor di atas bertanggung jawab atas tingginya gelombang tsunami pada pekan lalu. Ia pun menambahkan bahwa untuk mengonfirmasi adanya longsor itu, para ahli perlu melakukan survei bathymetrik.
3. Pakar juga menduga likuifaksi tanah lah yang bertanggung jawab atas ambruknya bangunan
Gambar-gambar yang diambil dengan satelit menampakkan banyak area yang rata dengan tanah. Bangunan-bangunan yang tadinya berdiri tegak, kini sudah ambruk. Jika diperhatikan lebih seksama, bangunan-bangunan itu seperti tersedot ke dalam tanah. Fenomena ini yang disebut para pakar geologi sebagai likuifaksi atau pencairan tanah.
Pada dasarnya, fenomena ini bisa muncul ketika tanah dalam keadaan lembab kemudian kehilangan kekuatan akibat getaran kencang seperti gempa. Alhasil, tanah yang tadinya solid berubah menjadi cair sehingga tak mampu lagi menopang benda-benda keras di atasnya.
Mengapa bisa begini? Menurut Survei Geologi Amerika Serikat, ini disebabkan karena gempa meningkatkan tekanan air dan membuat partikel di dalam tanah saling menjauh sehingga semakin membuatnya longgar dan lembek.
Baca Juga: LIPI: Indonesia Krisis Alat Pendeteksi Tsunami