5 Fakta Gula, Komoditas Manis dan Sisi Pahit di Baliknya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Industri gula merupakan sektor strategis, mengingat komoditasnya yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan sebagai bahan baku bagi sejumlah sektor industri penggunanya. Tidak cukup hanya dikenal dengan ‘manisnya’, gula juga mempunyai cerita perjalanan, jenis-jenis, dan sisi pahit di baliknya. Apa saja?
1. Pemanis pertama di Indonesia
Nira kelapa yang dimasak hingga kental lalu dijemur dalam cetakan tempurung kelapa merupakan sumber bahan pemanis penduduk pulau Jawa, (Raffles dalam buku History of Java, 1817)
Pernyataan tersebut menandakan bahwa nira kelapa yang diolah sedemikian rupa itulah yang menjadi bahan pemanis pertama di pulau Jawa. Selain tentu tebu yang saat itu digunakan sebagai bahan penyegar mulut, yang dikonsumsi secara alami dengan mengunyah batangnya.
Penggilingan tebu sendiri masuk ke Indonesia pada sekitar abad IV, dan dibawa oleh pendatang dari Tiongkok dan digunakan pertama kali di Banten. Penggilingan ini digunakan untuk mengolah batang tebu untuk mendapatkan gula tetes murni. Sisanya dimasak dan dikeringkan menjadi gula batu.
2. Macam-macam gula
Berdasarkan cikal bakal tersebut berkembanglah macam-macam gula berdasarkan aneka bentuk dan bahan. Di antaranya: gula batu, gula putih berbentuk kotak, gula batu madu lebah, brown sugar, gula tebu murni, gula tebu premium, gula kelapa, dan brown sugar cube.
Berkembang pula istilah-istilah atau penamaan dalam kamus industri gula, sebagai berikut:
- Granulated sugar (gula halus): berwarna putih, butirannya mudah larut bila dikocok bersama bahan lain seperti telur, mentega, tepung, sehingga cocok untuk adonan kue;
- Caster sugar (gula kristal, gula pasir): pemanis yang digunakan sehari-hari untuk menyeduh teh maupun kopi;
- Lump or loaf sugar (gula meja): berbentuk kotak, berasal dari brown sugar maupun gula kristal putih;
- Preseving sugar: gula khusus yang digunakan dalam membuat manisan atau selai buah. Bentuknya lebih kasar dari gula kristal, dan jika dimasak tidak berbuih;
- Icing sugar: Gula putih yang sangat halus. Biasanya digunakan sebagai taburan langsung kue atau donat;
- Rock candy: berwarna kecokelatan, bertekstur kristal kasar. Digunakan sebagai pemanis kopi.
3. Mengenal gula rafinasi
Editor’s picks
Gula yang dirafinasi adalah gula yang diolah ulang dan telah kehilangan protein, vitamin, dan mineralnya. Salah seorang peneliti, Dr. William Coda mengatakan bahwa alam sudah menyediakan semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh dalam setiap jenis makanan yang kita konsumsi, dan proses rafinasi justru menghilangkan zat-zat tersebut.
Mirisnya, gula rafinasi menggunakan bahan baku raw sugar yang didatangkan dari luar negeri dengan harga murah. Sehingga tentu menjadi opsi paling menguntungkan bagi pelaku industri mengingat kebutuhan gula yang terus meningkat.
4. Impor gula
Konsumsi gula tanah air makin meningkat, seiring perkembangan sektor industri makanan dan minuman, serta penambahan penduduk yang melonjak. Jika dulu kita mampu mengekspor, bahkan sempat menjadi pengekspor terbesar pada tahun 1930. Sekarang Indonesia justru mengimpor sebanyak 70% dari proyeksi kebutuhan nasional. Dan tentu saja itu merugikan.
Salah satu dampak dari beredarnya gula rafinasi yang berbahan dasar raw sugar, dan diimpor dari luar negeri itulah yang memperparah keadaan karena harga jualnya yang lebih rendah dari gula berbahan dasar tebu yang dihasilkan dari petani gula. Hal ini dapat membuat petani gula terpuruk.
5. Pemicu tanam paksa
Inilah sisi paling pahit dari gula. Ketika VOC ingin memperoleh laba sebanyak-banyaknya dari ekspor gula ketika itu, dan itu tidak tercapai. Lahirlah sebuah sistem dari Gubernur Jendral Hindia Belanda pada tahun 1830, Johannes van den Bosch, bernama sistem tanam paksa (cultuurstelsel).
Dimana setiap desa wajib menyediakan 1/5 lahannya untuk ditanami tebu, dan petani yang tidak memiliki lahan harus menjalankan kerja paksa.
Sistem tersebut sangat menguntungkan Belanda ketika itu karena dalam 10 tahun, gula yang dihasilkan naik 10 kali lipat. Tapi tidak untuk petani kita yang selalu dirongrong ketakutan dan feodalisme Belanda selama hampir setengah abad, dilansir World History.
Gula yang bercita rasa manis ternyata memiliki sejarah panjang di Indonesia. Sejak masa penjajahan Belanda, gula telah menjadi komoditas menggiurkan. Menarik, ya, sejarah gula di Indonesia!
Baca Juga: 10 Bahan Makanan Pengganti Gula yang Lebih Sehat, Pernah Coba?
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.