Gamer Anak Punya Fungsi Otak Lebih Baik? Ini Kata Studi!

Berita baik lain untuk anak gamer!

Zaman boleh berubah, tetapi perspektif mayoritas orang mengenai game masih tetap sama. Mulai dari "game buang-buang waktu" sampai "game tidak membuat cerdas", game masih dimusuhi oleh banyak orang, terutama orang tua. Padahal, banyak prestasi yang bisa ditoreh dengan game.

Sering kali dianggap buruk, ternyata berbagai penelitian mencatatkan manfaat game dan menjadikannya indikator untuk kinerja otak anak. Malah, sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa anak yang bermain game ternyata menunjukkan kinerja otak yang lebih baik!

1. Libatkan ribuan anak

Gamer Anak Punya Fungsi Otak Lebih Baik? Ini Kata Studi!ilustrasi: bermain video game (pexels.com/cottonbro)

Apakah video game bisa meningkatkan fungsi kognitif anak? Inilah hal yang ingin dipastikan oleh para peneliti dari University of Vermont, Amerika Serikat (AS) dalam penelitian yang dimuat dalam jurnal JAMA Network Open pada 24 Oktober 2022.  

Penelitian bertajuk "Association of Video Gaming With Cognitive Performance Among Children" ini didasari oleh studi Adolescent Brain Cognitive Development (ABCD) yang berlangsung sejak 2018. Studi ini mengikuti perkembangan otak belasan ribu anak Amerika seiring mereka tumbuh besar.

Sebanyak 2.217 anak berusia rata-rata 9 sampai 10 tahun terlibat dalam penelitan ini. Para peneliti membagi mereka menjadi 2 kelompok: mereka yang tidak bermain game dan mereka yang bermain video game lebih dari 3 jam per hari, lebih dari standar American Academy of Pediatrics yang membatasi 1–2 jam per hari.

2. Hasil: video game tingkatkan fungsi kognitif anak

Di tiap kelompok, para peneliti Amerika menguji kinerja otak anak lewat dua tugas. Tugas-tugas ini menguji kendali perilaku impulsif dan mengingat informasi. Para peneliti juga memantau aktivitas otak anak saat mengerjakan tugas-tugas tersebut.

Anak yang bermain video game lebih dari 3 jam per hari mengerjakan tugas kognitif lebih cepat dan akurat, dibanding mereka yang tak bermain. Tes functional MRI (fMRI) juga menunjukkan bahwa kelompok anak gamer memiliki aktivitas otak lebih cemerlang di wilayah otak yang berhubungan dengan perhatian dan memori.

Lalu, bagaimana yang bermain minimal 3 jam per hari? Para peneliti Amerika menemukan aktivitas otak mereka lebih padat di wilayah otak depan yang berhubungan dengan tugas yang membutuhkan kemampuan kognitif lebih, dan kurangnya aktivitas otak di wilayah otak yang berhubungan dengan penglihatan.

"Penelitian ini menambah pengertian kami tentang hubungan bermain video game dengan perkembangan otak," tutur Kepala National Institute on Drug Abuse (NIDA), Nora Volkow, M.D., yang juga mendukung studi ABCD, dalam penelitian resmi.

3. Mengapa video game bisa berguna untuk kognitif anak?

Para peneliti menjelaskan bahwa temuan ini berasal dari melakukan tugas yang berhubungan dengan kontrol impuls dan memori saat memainkan video game yang bisa memicu kinerja kognitif. Hasilnya, perubahan ini menyebabkan peningkatan kinerja otak anak di tugas serupa di dunia nyata.

Selain itu, para peneliti juga mencatat bahwa aktivitas otak anak yang berkurang di wilayah visual tidak berarti buruk. Hal ini justru menandakan bahwa otak jadi makin efisien memproses input visual sebagai hasil dari bermain video game terus-menerus.

Mengenai penelitiannya, pemimpin studi tersebut, Bader Chaarani, Ph.D., meluruskan bahwa ini bukan berarti video game saja bisa meningkatkan performa neurokognitif. Meski begitu, temuan ini amat menjanjikan, sehingga bisa ditelusuri seiring perkembangan anak menjadi remaja dan dewasa muda.

"Banyak orang tua saat ini khawatir tentang efek video game terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak. Seiring game menjamur antara kaum muda, penting untuk mengerti dampak positif dan negatif game tersebut," ujar Bader.

Baca Juga: Studi: Video Game Bisa Bikin Otak Anak Makin Cerdas

4. Game membuat anak jadi brutal?

Gamer Anak Punya Fungsi Otak Lebih Baik? Ini Kata Studi!ilustrasi bermain video game bisa meningkatkan kecerdasan anak (unsplash.com/Tyler Lagalo)

Banyak penelitian sebelumnya yang melaporkan hubungan video game dengan peningkatan masalah mental (terutama depresi) dan perilaku kekerasan nan agresif. Namun, penelitian ini tak menemukan hal serupa.

Anak gamer lebih dari 3 jam per hari melaporkan masalah perilaku dan mental lebih banyak dibanding mereka yang tak bermain game. Akan tetapi, para peneliti AS mencatat bahwa hubungannya dengan video game tidak signifikan, sehingga masih belum diketahui apakah video game memicu masalah mental dan perilaku atau hanya kebetulan.

"Banyak studi yang menghubungkan video game dengan gangguan perilaku dan mental. Penelitian ini menemukan bahwa ada keuntungan kognitif yang berkaitan dengan kegiatan waktu luang ini, sehingga layak ditelusuri lebih dalam," ucap Nora.

Sementara masih belum diketahui apakah memang ini adalah game memang menyebabkan masalah perilaku dan mental atau hanya kebetulan saja, para peneliti mencatat ini penting untuk dipantau seiring tumbuh kembang anak.

5. Masih perlu dicari tahu

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Video game yang digunakan memiliki tema action-adventureshooterspuzzle, real-time strategysimulation, dan sportsGame tersebut bermanfaat untuk neurokognitif karena tidak selalu memadukan proses fungsi interaktif dan eksekutif.

Sementara game single dan multiplayer bisa memberikan efek berbeda, para peneliti mencatat bahwa penelitian ini tidak menyantumkan genre video game. Oleh karena itu, para peneliti AS berharap studi di masa depan mengenai hubungan video game dan perkembangan otak anak bisa mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut.

Penelitian ini tidak memberikan bukti hubungan kausalitas antara game dan peningkatan fungsi kognitif anak. Bukan tidak mungkin, anak yang sudah memiliki fungsi kognitif prima memilih bermain game. Terakhir, para peneliti menekankan penelitian ini bukanlah dorongan agar anak terus di depan layar komputer, HP, atau TV bermain game.

6. Game berkolaborasi dengan kesehatan?

https://www.youtube.com/embed/vtCp7JrS9-w

Terlepas dari kekurangannya, studi tersebut jadi salah satu yang menunjukkan bahwa video game tidak selalu negatif. Meski terlihat simpel, video game memicu perbedaan kognitif antara gamer dan non-gamer, dan hal inilah yang ingin dijajal beberapa perusahaan game.

Pada Juni 2020 lalu, BPOM AS (FDA) mengesahkan EndeavorRXvideo game buatan Akili Interactive untuk pasien ADHD anak berusia 8 sampai 12 tahun. Dilansir The Verge pada Mei 2022, perusahaan game DeepWell Digital Therapeutics ingin mengembangkan video game untuk jadi obat gangguan mental pada 2023.

Baca Juga: Perhatikan! Ini 7 Tips Duduk yang Sehat saat Main Game

Topik:

  • Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya