Canggih, Kini Robot dan Kecerdasan Buatan Bisa Membedakan Wajah Kriminal dan Bukan!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tahun lalu, kecerdasan buatan dan robot telah berkembang jauh serta mulai menyatu dengan keseharian, karena batasan dari fungsi manusia dengan mesin mulai memudar dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Walaupun mesin dan robot dimaksudkan membuat segala keperluan lebih mudah, pada akhirnya robot akan mulai mengambil alih mayoritas pekerjaan di dunia.
Salah satunya adalah penelitian baru dari Universitas Jiao Tong Shanghai di Tiongkok, yang menyatakan bahwa kecerdasan buatan kini dapat membedakan apakah seseorang kriminal atau bukan hanya dari karakteristik wajahnya.
Beberapa fitur wajah bisa mendeskripsikan potensi kriminal seseorang, misal: Lengkung bibir, jarak mata maupun jarak mulut-hidung.
Dalam jurnal yang berjudul “Automated Inference on Criminality using Face Images,” dua peneliti dari universitas melakukan percobaan pada tampilan wajah 1.856 orang nyata menggunakan perangkat lunak dan mesin yang "terlatih". Mereka menemukan bahwa beberapa fitur struktural wajah terdiskriminasi sebagai kriminal, seperti lengkung bibir, jarak antar kedua mata dan sudut kemiringan hidung ke mulut.
Riwayat baik dari seseorang yang memiliki fitur wajah kriminal itu gak diperhitungkan karena termasuk subjektif.
Setengah dari tampilan wajah yang digunakan memang wajah tahanan kriminal, walaupun dalam penelitian ini gak menyatakan apa bentuk tindak kriminal yang mereka lakukan. Meski begitu, mereka menyimpulkan bahwa fitur struktural dari wajah seseorang itu merupakan kriminal secara konsisten dapat dibaca dengan baik oleh mesin yang digunakan. Terlepas dari apapun riwayat baik yang pernah mereka lakukan.
Editor’s picks
Baca Juga: 22 Cara Ini Terbukti Secara Ilmiah Dapat Mempengaruhi Orang Tanpa Harus Berkata-kata
"Kontroversi sejarah" sempat menjadi kekhawatiran karena studi serupa dulunya mengakibatkan pembunuhan massal oleh Nazi.
Para penelitinya juga menyebutkan "kontroversi sejarah" dan memang sebaiknya dibahas agar gak menimbulkan kekhawatiran berlebihan. Studi mengenai bentuk tengkorak manusia yang dihubungkan dengan karakter dan intelegensi seseorang itu disebut phrenology. Phrenology kehilangan kepopulerannya untuk dibahas pada tahun 1840 yang sempat diaplikasikan secara salah oleh Nazi. Akhirnya terapan studi tersebut digunakan untuk genosida, pembunuhan massal. Risiko kecanggihan kecerdasan intelektual yang baru ini pun bisa menuju ke arah sana jika gak dikontrol dengan baik.
Namun, berbeda dengan zaman Nazi, studi kali ini dinilai aman karena menggunakan robot yang gak subjektif dan gak punya perasaan.
Hal terkait phrenology itu gak perlu dikhawatirkan karena yang melakukan seleksi kali ini adalah mesin yang gak memiliki perasaan. Mesin gak bisa bersikap subjektif dan gak bisa rasis karena hanya menurut sesuai yang diprogramkan. Berbeda dengan manusia yang masih memiliki emosi dan preferensi. Sehingga pemrogramannya pun harus dibuat dengan faktor yang senetral mungkin, gak ada pilihan khusus dari pemrogramnya.
Pada akhirnya nanti teknologi ini hanya diharapkan bisa membedakan seseorang yang berpotensi kriminal atau gak. Sekaligus untuk menguji kevalidan investigasi atau interogasi terhadap seseorang. Meski kita memang gak boleh langsung menilai seseorang dari wajahnya, setidaknya hasil secara statistik mampu mempermudah pertimbangan kita. Semoga saja teknologi ini gak menimbulkan kekacauan seperti pembunuhan massal jaman Nazi dulu ya.
Baca Juga: Tanggal Kedaluwarsa Pada Air Mineral Dalam Kemasan Itu Buat Apa? Ini Jawabannya!