Kota di Tiongkok Bangun Pabrik Terbesar Olah Limbah Jadi Energi

Warga sekitar menolak, khawatir polusi beracun

Jakarta, IDN Times – Mengelola limbah menjadi masalah yang bikin kepala pening. Ini pekerjaan rumah berat bagi negara-negara dengan penduduk banyak, termasuk Tiongkok. Negeri berpenduduk sekitar 1,4 miliar itu berusaha mencari solusinya. Pabrik limbah energi terbesar di dunia itu digambarkan oleh para kreatornya sebagai sederhana, bersih dan menjadi ikon. Pabrik dengan struktur raksasa yang terletak di pinggiran kota Shenzhen di Tiongkok selatan itu sekali operasional akan mampu memproses hingga 5 ribu ton limbah setiap hari.

Shenzhen, kota industri yang letaknya berdekatan dengan Hongkong, memiliki populasi 20 juta orang. Kota ini menghasilkan banyak sampah, sekitar 15 ribu ton setiap hari menurut Arsitek SHL, sebagaimana dimuat laman World Economic Forum. Sebagai bandingan,
Jakarta memproduksi 7.400 ton limbah sampah per hari.

Sampah ini akan digunakan oleh pabrik untuk menghasilkan listrik. Bagian dari daya tarik
teknologi limbah-ke-energi adalah bahwa ini merupakan solusi dwifungsi - solusi ini mengatasi masalah perkotaan yang berkembang, sementara menghasilkan listrik sebagai produk sampingan.

Begitupun, kehadiran pabrik pengelolaan limbah di Shenzen ini menghadapi penolakan dari penduduk lokal dan kelompok lingkungan yang khawatir akan polusi berbahaya dari dioxin dan racun lainnya dalam proses produksi mereka.

Berikut fakta-fakta tentang pabrik limbah itu:

1. Pabrik menangkap panas dari pembakaran bahan limbah yang tidak diinginkan, yang menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik

Kota di Tiongkok Bangun Pabrik Terbesar Olah Limbah Jadi EnergiSHL Architects

Limbah yang terbakar melepaskan emisi CO2 yang berbahaya ke atmosfer, tetapi menurut kreatornya, jumlahnya separuh dari rata-rata di mana banyak limbah Shenzhen berakhir.

Tiongkok memiliki kapasitas limbah-ke-energi terbesar yang terpasang di negara mana pun, dengan lebih dari 300 pabrik beroperasi. Kapasitas ini telah meningkat setiap tahun sebesar 26 persen selama lima tahun terakhir, dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata hanya 4 persen dalam kapasitas di negara-negara ekonomi berkmbang (OECD). Ketertarikan pada teknologi limbah-ke-energi semakin meningkat, dengan pasar global diperkirakan bernilai US$40 miliar dolar (Rp 559 triliun) pada tahun 2023, menurut Dewan Energi Dunia.

Populasi dunia akan mencapai 9,8 miliar pada tahun 2050, menurut prediksi Perserikatan Bangsa Bangsa. Dengan 68 persen dari orang-orang yang tinggal di kota, membuat solusi menghilangkan limbah perkotaan dan menghasilkan energi, menarik bagi investor.

Baca Juga: Bukan Sedotan, Ini Limbah yang Lebih Berbahaya bagi Kelestarian Laut!

2. Pabrik baru Shenzhen akan mengurangi sampah kota

Kota di Tiongkok Bangun Pabrik Terbesar Olah Limbah Jadi Energishl.dk

Tiongkok menghasilkan lebih banyak sampah daripada negara lain, menurut angka Bank Dunia. Tetapi negara-negara dan kota-kota di seluruh dunia menghadapi tantangan serupa.

Setelah dibangun, pabrik baru Shenzhen akan membakar sekitar sepertiga dari limbah domestik harian kota. Ini juga akan menghasilkan energi terbarukan melalui 40 ribu meter persegi panel surya di atapnya.

3. Banyak proyek limbah-ke-energi di protes oleh publik

Kota di Tiongkok Bangun Pabrik Terbesar Olah Limbah Jadi Energishl.dk

Sementara pabrik ini menawarkan alternatif ke situs Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kota yang kelebihan muatan dan tempat pembuangan sampah sementara, kredensial hijaunya dipertanyakan. Sebuah kelompok warga yang khawatir bahwa timbunan sampah akan menimbun abu dan polusi udara dari insinerator akan berakhir di reservoir terdekat telah meluncurkan gugatan hukum untuk memaksa lokasi dipindahkan ke daerah yang berpenduduk kurang padat. Proyek-proyek limbah-ke-energi lain yang diusulkan di sekitar
Tiongkok - provinsi Hubei, Hunan, Guangdong, Shandong, Hainan, Jiangxi, dan Zhejiang - juga diprotes penduduk sekitar lokasi.

Pemerintah juga menyadari proyek-proyek limbah-ke-energi semacam itu memberikan solusi sementara untuk masalah sampah Tiongkok yang sedang berkembang, itu bukan perbaikan jangka panjang. Pabrik Shenzhen memiliki kapasitas untuk mengatasi sekitar sepertiga limbah yang saat ini diproduksi oleh kota, tetapi jumlah limbah meningkat 7
persen per tahun. Masa depan yang berkelanjutan terletak di perubahan perilaku untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, dan bekerja menuju ekonomi sirkuler, di mana barang-barang yang dibuang semakin banyak digunakan kembali dan didaur ulang.

Laporan: Naila Pringgadani

Baca Juga: Mengurangi Limbah Makanan dengan Eco Enzyme, Ketahui Cara Inovatifnya!

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya