Kenapa Media Sosial Penuh Orang Toxic? Ini Fakta Ilmiahnya

Terdapat sejumlah alasan yang mendorong perilaku buruk

Media sosial merupakan tempat yang luar biasa. Kita dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa kesulitan, kita bisa menelusuri konten yang kita sukai, dan kita juga bisa menghindari konten yang tidak disukai. Personalisasi media sosial membuat kita tidak bosan-bosannya dalam mengaksesnya.

Rutinitas dalam mengakses media sosial pastinya membuat kita sadar bahwa tempat tersebut tidak seindah yang kita kira. Sebab, media sosial penuh dengan komentar negatif atau ujaran kebencian, baik soal politik, agama, maupun selebritas.

Lantas, apa alasan yang mendorong dipenuhinya media sosial oleh orang toxic? Simak artikel ini untuk mengetahui jawabannya!

1. Adanya pengguna yang sengaja menyebarkan pesan kebencian

Kenapa Media Sosial Penuh Orang Toxic? Ini Fakta Ilmiahnyailustrasi menelusuri media sosial (pexels.com/Pixabay)

Tidak dapat dimungkiri bahwa media sosial dan internet memiliki jangkauan yang sangat luas sehingga dapat diakses banyak orang. Sayangnya, tidak semua orang yang menggunakan internet memiliki sikap yang baik hati.

Ada troll yang didefinisikan eSafety Commissioner sebagai pengguna yang membuat komentar atau unggahan provokatif secara sengaja sambil menunggu orang lain untuk mengambil umpan. Selain trolling, terdapat tindakan flaming yang artinya penghinaan.

Menurut Jo Hemmings selaku psikolog perilaku, penyebar kebencian ini merasa diuntungkan dari tindakannya. Aktivitas menyakiti dan membuat orang lain kesal memberi mereka rasa harga diri serta kepentingan. Dicatat Hello Magazine, mereka juga terdorong oleh komentar jahat yang ditulis orang lain yang terpampang dengan jelas, misalnya dalam kolom komentar unggahan selebritas.

2. Internet memang bersifat anonim

Kenapa Media Sosial Penuh Orang Toxic? Ini Fakta Ilmiahnyailustrasi menelusuri media sosial (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Di media sosial, kita tidak harus menggunakan nama asli atau foto selfie kita sendiri. Dengan kata lain, kita bisa menelusuri media sosial tanpa membocorkan identitas kita. Enak, bukan?

Well, memang enak, sih. Namun, kita juga harus menerima fakta bahwa anonimitas tersebut disalahgunakan untuk bersikap buruk di media sosial. Melansir Everyday Psych, kita tidak dapat disalahkan atas perilaku buruk kita di media sosial. Toh, kita juga bersembunyi di balik username. Alhasil, situasi yang minim konsekuensi ini mendorong kita untuk menulis pesan yang negatif.

Menariknya, komentar negatif yang dilontarkan oleh pengguna anonim dengan username tertentu tidak begitu menyakitkan. Hal ini berbeda dengan komentar negatif yang dilontarkan pengguna yang menggunakan nama asli. Kita akan merasa tersinggung.

3. Kita punya ekspektasi bahwa warganet berperilaku buruk

Kenapa Media Sosial Penuh Orang Toxic? Ini Fakta Ilmiahnyailustrasi menelusuri media sosial (pexels.com/Kampus Production)

Berpikir negatif memang bukan sesuatu yang baik. Walaupun demikian, kita sudah terdorong untuk berpikir bahwa internet dipenuhi dengan pengguna yang toxic.

Studi oleh Curtis Purtyear dan Joseph A. Vandello yang dimuat dalam jurnal Social Psychological and Personality Science menemukan bahwa partisipan studi lebih terkejut ketika mendapatkan pesan negatif secara langsung ketimbang lewat media sosial. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa warganet sudah tahu bahwa media sosial menjadi 'rumah' bagi komunikasi yang negatif.

Baca Juga: Kenapa Kita Suka Gosip? Ini Penjelasan Ilmiahnya

4. Warganet tidak melihat langsung reaksi orang yang dihina

Kenapa Media Sosial Penuh Orang Toxic? Ini Fakta Ilmiahnyailustrasi menelusuri media sosial (pexels.com/Karolina Grabowska)

Saat kita menulis dan mengirim pesan yang negatif, kita tidak dapat melihat langsung reaksi orang yang kita ejek. Lagi pula, kita ada di balik layar dan mereka pun demikian. Bagaimana cara melihat reaksinya? Tentu tidak bisa.

Mengutip Healthing, kita cenderung menganggap komentar online yang kita buat sebagai sesuatu yang tidak merusak. Kenyataannya, penerima pesan negatif berpotensi terluka. Jadi, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk menyebarkan kebencian. Kita juga tidak ingin, kan, diperlakukan dengan buruk?

5. Ada perasaan insecure

Kenapa Media Sosial Penuh Orang Toxic? Ini Fakta Ilmiahnyailustrasi insecure (unsplash.com/whoislimos)

L. Gordon Brewer, terapis spesialis individu dan pasangan, mengatakan bahwa perasaan tidak aman (insecure) mendorong warganet untuk bersikap toxic.

"Ada saja orang kejam yang mengatakan sesuatu yang jahat karena mereka tahu itu menyakitkan. Hal ini sering disebabkan oleh rasa tidak aman, dan entah bagaimana, tindakan menyerang ini membuat mereka merasa lebih aman."

Intinya, kita merasa puas ketika mengirim pesan yang negatif, sebagaimana dilansir Headspace. Mirisnya, kepuasan ini diperoleh dengan merugikan pihak lain. Kita merasa lebih aman, penerima pesan negatif merasa marah atau bahkan sedih.

6. Solusi menghadapinya dimulai dari diri sendiri

Kenapa Media Sosial Penuh Orang Toxic? Ini Fakta Ilmiahnyailustrasi menelusuri media sosial (unsplash.com/Paige Cody)

Kalau media sosial memang toxic, bagaimana cara untuk memperbaikinya? Jawabannya sederhana, yakni mulai dari diri sendiri.

Everyday Psych menyarankan kita untuk memahami bahwa pernyataan yang dibuat secara online bisa sama menyakitkannya dengan yang dibuat langsung. Tidak hanya itu, kita juga dapat menghindari situs yang benar-benar anonim agar tidak terpapar pernyataan kebencian.

Di sisi lain, Forbes menganjurkan beberapa langkah yang dapat dipraktikkan untuk mengontrol kenegatifan media sosial. Kita bisa melaporkan komentar tersebut atau melakukan scrolling tanpa memedulikannya.

Berikutnya, partisipasi dalam sebuah diskusi di media sosial tidak dianjurkan kecuali kita bisa berdiskusi dengan fakta tanpa terbawa emosi. Membersihkan profil dengan cara unfollow dan unfriend juga dapat dilakukan. Terakhir, kita dapat beristirahat dari media sosial.

Itulah penjelasan mengapa media sosial penuh orang toxic. Kesimpulannya, sikap toxic sebaiknya dihindari karena tindakan tersebut melukai pihak lain. Ya, perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.

Baca Juga: 5 Kebiasaan Buruk Pagi Hari Banyak Orang, Berbasis Ilmiah

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya