Sportswashing, Sebuah Cara Mencari Legitimasi dari Acara Olahraga

Sudah dipraktikkan banyak rezim di dunia

Pernah dengar istilah sportswashing? Terma yang mungkin sudah bisa kamu tebak arahnya, bukan? Sportswashing secara umum berkenaan dengan upaya membangun atau memperbaiki reputasi dengan memanfaatkan hal-hal yang berhubungan dengan olahraga.

Menurut Fruh, Archer, dan Wojtowicz dalam jurnal berjudul "Sportswashing: Complicity and Corruption", sportswashing tak beda dengan greenwashing. Ketiganya beroperasi dengan memainkan persepsi masyarakat melalui isu tertentu. Greenwashing, misalnya, mencoba menciptakan kesan bahwa produk yang baik adalah produk yang ramah lingkungan, tetapi sebenarnya tujuannya tetap untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.

Sama dengan sportswashing yang dilakukan sebuah entitas guna mengalihkan perhatian publik terhadap pelanggaran moral yang mereka lakukan dengan memanfaatkan keberhasilan menyelenggarakan acara olahraga. Lantas, samakah ia dengan propaganda dan upaya-upaya politik lain? Berikut ulasannya.

1. Cara kerja sportswashing 

Sportswashing, Sebuah Cara Mencari Legitimasi dari Acara OlahragaParis Saint-Germain, salah satu klub bertabur bintang yang diakuisisi Qatar Sports Investment (instagram.com/psg)

Masih merujuk Fruh, Archer, dan Wojtowicz, sportwashing bisa terjadi karena olahraga identik dengan nilai-nilai kolektif dan atensi yang besar. Tak heran ia menjelma kendaraan politik yang amat strategis untuk memengaruhi persepsi orang terhadap citra diri sebuah entitas, baik pemerintah maupun tokoh publik tertentu. 

Sportwashing bekerja dengan mengalihkan perhatian publik terhadap satu entitas yang biasanya diasosiasikan dengan hal negatif menuju citra positif. Misalnya, bila kamu mencari kata kunci "A" (sebuah entitas negara atau tokoh publik), biasanya berita yang muncul adalah pelanggaran HAM, kasus korupsi, atau kebijakan kontroversial.

Namun, karena ia menyelenggarakan sebuah acara olahraga prestisius, saat kata kunci "A" ditik di kolom pencarian, yang muncul adalah berubah menjadi seputar acara olahraga tersebut. Seakan reputasi negatif "A" terhapus atau setidaknya terlupakan begitu saja.

2. Tekniknya bisa beragam, tidak terbatas dari menggelar acara olahraga

Sportswashing, Sebuah Cara Mencari Legitimasi dari Acara OlahragaNewcastle United mengumumkan kerja samanya dengan sebuah perusahaan logistik asal Arab Saudi (instagram.com/nufc)

Tidak hanya dengan menyelenggarakan acara olahraga, sportswashing juga bisa dilakukan dengan mengakuisisi sebuah klub olahraga yang prominen. Cara ini tidak kalah efektif. Meski akan muncul kontroversi di awal, pada akhirnya orang akan lupa ketika sang entitas berhasil membawa perubahan positif untuk klub.

Misalnya adalah dengan mendatangkan pemain-pemain bintang hingga melakukan perbaikan infrastruktur dan lain sebagainya. Performa klub yang membaik akan berbanding lurus dengan persepsi orang terhadap si entitas yang bersangkutan.

Baca Juga: Putin Teken UU Larangan Propaganda LGBT di Rusia 

3. Kasus-kasus sportswashing paling terkenal

Sportswashing, Sebuah Cara Mencari Legitimasi dari Acara OlahragaEmir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Than memberikan jubah atau bisht pada Messi di final Piala Dunia 2022 (instagram.com/afaseleccion)

Kasus sportswashing sudah terjadi sejak sepak bola modern bergulir. Entitas pertama yang menggunakannya adalah rezim Nazi. Sebelum Adolf Hitler naik takhta, Berlin sudah ditetapkan sebagai penyelenggara Olimpiade 1936. Pada 1934, Hitler dan Nazi menguasai Jerman dan dunia sempat ragu tentang isu ini. Namun, melansir NPR, Hitler dan menteri Goebbels melihat acara olahraga ini sebagai tempat strategis untuk mengampanyekan nilai-nilai yang mereka anut, terutama untuk menggalang dukungan dari rakyat mereka sendiri.

Saat itu Hitler belum melakukan invasi ke negara lain dan melakukan pembantaian massal, tetapi desas-desus tentang perlakuan diskriminatifnya terhadap warga Yahudi sudah terdengar. Ditambah dengan fakta bahwa ia menjalankan pemerintahan diktator. Beberapa pihak sudah menyuarakan ide-ide pemboikotan, tetapi akhirnya Olimpiade 1936 tetap diselenggarakan di Jerman.

Rentang beberapa dekade setelahnya, giliran junta militer Argentina yang memanfaatkan Piala Dunia 1978 untuk menciptakan kesan positif terhadap pemerintahan mereka serta mendistraksi pemberitaan negatif tentang upaya "pembersihan" kelompok sayap kiri. Begitu pula dengan China yang juga menyelenggarakan Olimpiade 2008 di tengah dugaan pelanggaraan HAM di Xinjiang dan Tibet.

Kasus yang paling baru adalah Rusia dan Qatar. Keduanya didapuk jadi tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022. Sejumlah pihak menganggap pemerintah diktator di dua negara tersebut berusaha menjadikan turnamen sepak bola akbar tersebut sebagai cara untuk memperbaiki citra dan mendistraksi publik akan upaya kelompok pembela HAM menyuarakan kasus-kasus pelanggaran moral oleh otoritas setempat. 

Contoh lain yang juga dianggap sebagai sportswashing adalah tren akuisisi klub elite Eropa oleh investor asal negara-negara Timur Tengah. Selama ini, negara-negara tersebut sering dituding melakukan pelanggaran HAM. Dengan akuisisi tersebut, mereka seakan mencari pembenaran dan melakukan upaya normalisasi hubungan dengan publik Barat.

4. Bisa dilakukan pula oleh individu 

Sportswashing, Sebuah Cara Mencari Legitimasi dari Acara OlahragaViktor Orban berpose dengan penggemar saat menonton pertandingan Timnas Hungaria (instagram.com/orbanviktor)

Entitas yang bisa melakukan sportswashing tidak hanya terbatas pada negara atau sebuah kelompok bisnis. Seorang individu bisa pula melakukannya untuk kepentingan pribadi. Salah satu contoh nyatanya adalah Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, yang sejak tahun 2020-an menuai hasil dari investasinya di bidang olahraga, terutama sepak bola.

Melansir Kyiv Post, Orban terlibat dalam beberapa pembangunan akademi sepak bola di Ukraina dan Serbia dalam format kerja sama bilateral dengan perusahaan asal Hungaria. Media asal Inggris, Joe, merangkum beberapa kebijakan pro sepak bola Orban selama ia berkuasa.

Salah satunya upaya Orban menciptakan citra bahwa Hungaria mengalami perkembangan progresif di sektor ekonomi dan olahraga dengan menyediakan Stadion Puskas Arena sebagai salah satu venue Euro 2020. Puskas merupakan stadion modern yang telah memenuhi standar UEFA dan sudah dipakai untuk menyelenggarakan beberapa pertandingan UEFA Champions League dan Europa League. 

Selama berkuasa, Orban juga tak segan menggelontorkan anggaran untuk pengembangan sepak bola domestik. Orban mungkin seorang penggemar sepak bola biasa, tetapi ia juga tahu kalau kecintaannya pada olahraga terpopuler sedunia tersebut juga berdampak baik pada reputasinya bila diutilisasi dengan tepat.

5. Sportswashing tak lepas dari bias ideologi dan blok?

Sportswashing, Sebuah Cara Mencari Legitimasi dari Acara OlahragaEmmanuel Macron dan Joe Biden (instagram.com/emmanuelmacron)

Sportswashing bukanlah hal yang bisa dilihat dari satu sudut pandang. Bila ditilik lebih jauh, sebenarnya konsep ini tak lepas dari bias ideologi dan blok. Skey dalam tulisan berjudul "Sportswashing: Media Headline or Analytic Concept?" mengungkap bahwa sportswashing seringkali hanya ditudingkan pada negara-negara non-Barat yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan liberalisme dan demokrasi.

Padahal, bila diperhatikan, Amerika Serikat harusnya juga bisa dapat sorotan saat menyelenggarakan Olimpiade 1904 dan 1932 karena masih menerapkan segregrasi rasial terhadap warga kulit hitam. Begitu pula dengan Prancis yang ketika jadi tuan rumah Piala Dunia 1938 masih mengokupasi teritori Aljazair dan Maroko.

Bila sportswashing merupakan kata yang bermakna peyoratif (identik dengan negativitas), negara-negara Barat dan penganut demokrasi yang memanfaatkan olahraga untuk menyebarkan pengaruh menggunakan istilah diplomasi olahraga. Terma tersebut saat didengar langsung menciptakan efek amelioratif (memberikan kesan positif pada satu hal).

Politik memang bukan hal yang bisa dilihat dari satu sisi. Sering ditemukan fenomena standar ganda di dalamnya. Termasuk dalam penggunaan istilah sportswashing. Bagaimana menurutmu?

Baca Juga: 8 Minuman Sebelum Olahraga untuk Tambah Stamina, Cobain!

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Atqo

Berita Terkini Lainnya