Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah Hantu

Banyak venue di berbagai daerah tak terurus usai PON

Jayapura, IDN Times - Perasaan bahagia sekaligus sedih dirasakan pemuda asal Papua bernama Aser Semra (26). Dia bangga, Papua sukses menggelar Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2021. Ajang ini dinilai jadi tonggak sejarah yang memberikan dampak besar pada pembangunan dan geliat ekonomi di Tanah Papua. 

Aser merasa, Papua perlahan bangkit dari dampak pandemik COVID-19 yang melumpuhkan berbagai sektor dalam 1,5 tahun terakhir. PON kali ini bisa kembali menghidupkan denyut ekonomi masyarakat. Industri pariwisata, seperti hotel, hingga UMKM milik mama-mama, kembali bergeliat dan merasakan untung dari gelaran ini. 

"Saya merasa bangga dan bahagia, karena hal sebesar ini bisa terjadi di tengah-tengah kami. Ini baru pertama kali digelar di Papua, terlebih Indonesia Timur. Untuk itu, kami masyarakat Papua sangat mengapresiasi dengan kepercayaan ini dengan dampak besar yang dirasakan dari ajang PON ini," kata Aser saat berbicara dengan IDN Times.

1. Ada mutiara

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuStadion Lukas Enembe, jadi venue beberapa pertandingan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. (IDN Times/Tata Firza).

Jika bicara pembangunan, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke, paling terasa perubahannya. Di wilayah tersebut, berdiri megah berbagai fasilitas olahraga yang dijadikan venue pertandingan 37 cabang olahraga untuk menunjang gelaran empat tahunan ini.

Yang paling menyita perhatian tentunya adalah Kompleks Stadion Lukas Enembe yang berada di Kabupaten Jayapura. Selain stadion sepak bola megah, di sana terdapat beberapa venue berkelas seperti Istora Papua Bangkit, Arena Akuatik, hingga lapangan menembak.

Tak hanya itu, beberapa arena berkelas lain juga terdapat di sekitarnya, seperti Sian Soor Tennis Center, Lapangan Hoki Doyo Baru, Stadion Kriket Internasional Doyo Baru, hingga venue-venue lain yang punya kualitas jempolan.

Kini, perasaan sedih muncul dalam diri Aser. Euforia ajang empat tahunan perlahan surut. Terlebih, atlet-atlet dan kontingen yang membuat Papua sangat riuh belakangan, sudah kembali ke daerahnya masing-masing. 

Di sisi lain, perasaan khawatir juga mulai menyeruak, karena Aser berkaca dari pelaksanaan PON edisi sebelumnya. Saban ajang multievent rampung digelar, nasib sejumlah fasilitas olahraga berkelas mulai terpinggirkan hingga tak terurus, seperti di Riau.

2. Stadion Utama Riau tak terurus dan lusuh

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuAser Semra, berharap venue-venue di Papua bisa tetap terawat usai PON XX dimulai. (IDN Times/Ilyas Mujib).

Kolam Renang Kalinjuhang hingga Stadion Utama Riau merupakan bukti sah bagaimana venue olahraga bertaraf internasional tak bisa dirawat dengan baik. Alasannya pun klasik, perawatan tempat tersebut membutuhkan banyak biaya yang tak bisa terpenuhi pemerintah daerah. 

Lapangan sepak bola berkelas internasional di Bima Widya, Kota Pekanbaru yang berdiri cantik, kondisinya cukup memprihatinkan. Didirikan dengan menghabiskan anggaran hampir Rp1,2 triliun, lokasi tersebut kini tak terurus dan lusuh. 

Hal serupa juga terjadi di Stadion Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur (PON 2008), Stadion Gelora Bandung Lautan Api (PON 2016). Boro-boro digunakan pertandingan internasional, dimanfaatkan klub daerahnya untuk jadi homebase saja tidak.

Hal itu pula yang Aser khawatirkan bisa menimpa venue-venue di Papua pasca PON berlangsung. Menurut dia, kondisi itu tak boleh menimpa Papua. Pemerintah pusat, daerah, hingga stakeholder di dunia olahraga, harus bisa mencari solusi terbaik soal itu.

"Apa yang sudah dicapai tak terlepas dari semua fasilitas di Papua, terutama di empat klaster. Harapan kami, pemerintah Papua, terus memperhatikan dan merawat venue. Jangan sampai venue ini terbengkalai, tak digunakan dan sebagainya," ujar Aser.

Baca Juga: Crosser Peraih Emas di PON Ini Ternyata Calon Dokter

3. Butuh bantuan masyarakat pula

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuPertandingan pencak silat Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2020 di GOR HMS Toware, Doyo Lama, Distrik Waibu, Jayapura, Rabu (6/10/2021). (IDN Times/Ilyas Mujib).

Selain itu, dia juga menyebut jika komitmen pemerintah juga diuji usai PON. Jangan sampai, apa yang sudah dibuat kembali berakhir mubazir, karena tempat-tempat tersebut dibangun menggunakan anggaran negara.

Namun, masyarakat juga diharapkannya bisa membantu menjaga fasilitas yang ada dengan baik. Jangan sampai, oknum-oknum tak bertanggung jawab merusak fasilitas yang sudah berdiri megah di Papua.

"Mari kita sama-sama menjaga agar tempat ini bisa dinikmati dan dipakai atlet daerah serta nasional nantinya. Harapan kami ke depan, jika venue dirawat, tak menutup kemungkinan perhelatan nasional atau internasional seperti turnamen sepak bola dan event lain bisa menggunakan fasilitas ini, karena berstandar internasional," kata Aser.

Tak hanya Aser, salah satu panitia Anggota Sub-Bidang Pemeriksaan Layanan Vaksinasi, Rosita Yuliana Payokwa, juga punya kekhawatiran serupa. Tak hanya bergantung pada upaya pemerintah, dia juga ingin masyarakat Papua, baik yang asli dan pendatang, bisa sama-sama menjaga venue yang digunakan selama PON.

"Jangan karena event PON saja, tempat ini bisa indah dan megah. Biarlah kami, masyarakat Papua, sama-sama menjaga tempat ini, dan bisa digunakan bersama sehingga jadi kebanggaan kami," ujar Rosita. 

4. Harus dimanfaatkan

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuPeraih Medali Emas cabor Renang 200m Gaya Dada Putra, Gagarin Nathaniel Yus dari DKI Jakarta (tengah), mencatatkan rekor anyar di PON XX Papua. (Foto : PB PON XX PAPUA/Rahmat Takbir)

Namun, dia juga berharap, pemerintah pusat dan daerah memberikan kesempatan untuk Papua bisa menggelar berbagai kegiatan, mulai dari pelatnas, hingga ajang besar. Menurut dia, atlet lokal dan nasional bisa memaksimalkan fasilitas yang sudah ada. 

"Mungkin pemerintah bisa mendorong mereka, para atlet dengan memberikan biaya, mendatangkan pelatih, untuk bisa memaksimalkan tempat ini," kata perempuan yang berprofesi sebagai dokter tersebut.

Merespons keinginan masyarakat Papua, Sekretaris Jenderal KONI Pusat, TB Adi Lukman, juga akan berusaha mewujudkan keinginan tersebut. Dia memastikan, KONI akan terus berusaha mendorong seluruh PB untuk bisa memaksimalkan venue yang kini berada di Papua. 

Lokasi tersebut setidaknya bisa dijadikan untuk kejuaraan daerah, nasional, atau internasional. Agar tempat tersebut juga bisa mendapatkan pemasukan untuk mendukung biaya pemeliharaan.

"Tentu, kami harapakan venue yang ada di Papua dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk berlatih, atau digunakan untuk kompetisi nasional atau internasional. Sehingga, venue-venue yang sudah dibangun pemerintah itu akan terawat dengan baik," katanya saat ditemui IDN Times di Distrik Abepura, Kabupaten Jayapura.

5. Pengawasan perawatan pasca PON

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuArena Aquatik di Kawasan Kompleks Olahraga Kampung Harapan Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura. (IDN Times/Ilyas Mujib).

Ketua DPRD Papua, Johny Banua Rouw, juga bakal terus mengawal pemerintah daerah untuk bisa menjaga fasilitas olahraga yang sudah dibangun dengan biaya besar. Dia memastikan, akan meminta pemerintah daerah konsisten memberikan biaya pemeliharaan untuk menjaga venue-venue pasca PON dengan baik. Jangan sampai, kesalahan yang dilakukan daerah lain terulang di Papua. 

"Tak hanya itu, pemerintah juga harus membantu cabang olahraga, sehingga atlet terus latihan di venue tersebut. Itu dilakukan agar venue tak mubazir. Tak hanya keluarkan uang untuk pemeliharaan saja, tapi harus menyiapkan juga buat meningkatkan kualitas atlet di sini, agar venue dan semuanya bisa dipakai," ujar politisi Partai Nasdem tersebut. 

Dia mencontohkan, pemda bisa menyiapkan event nasional atau kejuaraan nasional untuk memanfaatkan venue-venue yang sudah digunakan di PON. Selain itu, dia juga meminta KONI dan PB-PB di berbagai cabang olahraga untuk meluangkan waktu menggunakannya. 

"Dengan memiliki venue yang ada dan bertaraf internasional ini, diharapkan semua bisa menggelar event nasional dan internasional. Sehingga tempat bisa tergunakan dan terpelihara dengan rutin. Itu juga bisa memberikan kesempatan atlet lokal Papua berkembang, karena bisa berlatih dan memaksimalkan persiapan untuk bertanding dengan fasilitas yang dimiliki," kata Johny.

“Dan, yang tak kalah penting, sebaiknya pelatnas atau TC dilakukan di Papua, dengan bergitu akan menguntungkan daerah,” lanjut dia.

6. Harus ada lembaga pengelola venue PON

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuMenteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali (kanan) dan Walikota Jayapura, Benhur Tomi Mano (kiri) tengah berbincang saat gelaran PON XX Papua berlangsung. (IDN Times/Ilyas Mujib).

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali, sudah mengingatkan pemerintah daerah, untuk segera menyiapkan rencana untuk pengelolaan venue pasca PON, termasuk fasilitas lainnya seperti penginapan. 

Amali juga tengah mendorong pemda membentuk lembaga pengelolaan venue-venue usai penyelenggaraan PON. Dia bahkan menginginkan hal itu segera direalisasikan agar arena megah berstandar internasional bisa tetap terawat dan tidak terbengkalai.

"Setelah kami, pemerintah pusat menyelesaikan semua venue, sudah disampaikan agar pemerintah provinsi membuat lembaga yang mandiri mengelola tempat tersebut," kata politisi Partai Golkar itu.

Hal itu menjadi tuntutannya, karena berkaca dari pengalaman, banyak venue terlantar akibat kurang bisa dimanfaatkan pemerintah daerah. Hal itu disebabkan akibat mereka tak menyiapkan diri untuk bisa mengelola tempat yang sudah dibangun saat PON rampung.

7. Proyek Papua jadi sentra olahraga

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuStadion Lukas Enembe, jadi venue beberapa pertandingan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. (IDN Times/Tata Firza).

Dia tak mau hal mubazir itu bisa terulang di masa yang akan datang. Terlebih, pembangunan venue PON itu menghabiskan anggaran menapai triliunan rupiah.

Untuk membangun Kawasan Olahraga Kampung Harapan saja, pemerintah harus merogoh kocek cukup dalam, mencapai Rp2 triliun.

Stadion Utama Papua Bangkit menghabiskan dana cukup besar, yakni Rp1,3 triliun, belum lagi Arena Aquatik yang berada di sampingnya dengan anggaran Rp401 miliar, Istora Papua Bangkit Rp278,57 miliar. Lalu, sejumlah arena lain seperti stadion kriket dan hoki dengan biaya Rp227 miliar.

Zainudin pun meminta agar fasilitas yang sudah ada bisa dimaksimalkan masyarakat. Selain itu, dia juga mendorong segala aktivitas olahraga tingkat daerah, nasional hingga internasional bisa digelar di Papua. Termasuk meminta setiap PB untuk mempertimbangkan diri melakukan pelatnas di sana.

Hal itu setidaknya bisa sejalan dengan keinginan Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang tengah meminta pemerintah pusat menetapkan tuan rumah PON XX ini jadi provinsi olahraga.

Terlepas dari itu, Pemda Papua pun nantinya diminta lebih terbuka untuk bisa bekerja sama dengan pihak swasta yang tertarik mengelola eks venue PON, seperti diintegrasikan dengan pembangunan lainnya, seperti hotel atau pusat perbelanjaan misalnya.

8. Tiru sistem GBK

Jangan Sampai Venue PON XX Papua Jadi Rumah HantuStadion Mandala Jayapura yang berada di pinggir laut terlihat indah. (IDN Times/Tata Firza).

Amali mencontohkan, venue bekas PON sebelumnya yang hanya dikelola pemda setempat, tak bisa terurus dengan baik. Sebab, jika berharap dengan APBD saja, hal itu tak akan bertahan lama. Oleh sebab itu, dia meminta pemda kreatif dengan bermitra dan bisa saling menguntungkan.

Amali ingin, Pemprov Papua mengikuti cara pengelolaan kompleks olahraga Gelora Bung Karno di Jakarta. Tak hanya mengandalkan anggaran pemerintah, tempat tersebut bisa dimanfaatkan untuk kegiatan mulai dari acara musik, hingga pameran lainnya. Ditambah pemanfaatan komersial dari mal dan lain-lain.

"Saya sudah sampaikan jika kita tak bisa mengandalkan APBD dari sewa saja untuk perawatan. GBK bisa bertahan, bahkan memberikan pemasukan berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), itu dari lingkungan sekitar yang komersial," ujar Zainudin.

Terlepas dari itu, Kemenpora yang fokus melakukan pembinaan terhadap 12 cabang olahraga untuk meraih banyak medali di ajang multievent internasional, bisa memaksimalkan venue-venue yang ada di Papua untuk melakukan persiapan. Terlebih, Papua cukup ideal untuk membuat atlet-atlet lebih fokus.

Tentu, tak hanya masyarakat Papua saja yang berharap fasilitas bertaraf internasional bisa terus terjaga dengan baik. Hampir seluruh masyarakat Indonesia menginginkan hal itu. Apalagi, negara punya tanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan usai membangun arena-arena olahraga.

Jangan sampai warisan PON kali ini juga tidak bisa dipertanggungjawabkan perawatannya. Stadion Lukas Enembe dan venue-venue lainnya di Papua tak boleh mengalami hal serupa dengan Stadion Utama Riau yang kini berakhir tragis. Sebab, fasilitas olahraga seharusnya bisa dimaksimalkan mengorbitkan atlet berprestasi, bukan tempat peninggalan purbakala atau calon rumah hantu baru.

Baca Juga: Curhat Atlet Jalan Cepat Jabar di PON Papua, Sempat Gak Dapat Makan

Topik:

  • Satria Permana
  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya