Joan Mir Hanya Mendengarkan Pendapat Mereka yang Mengerti Balap

Konsisten finis artinya meraih poin dan mendapatkan data

Gelar juara dunia Joan Mir memang unik. Tampaknya ia adalah satu-satunya juara pada era MotoGP modern yang meraih gelar dengan hanya satu kemenangan.

Lebih uniknya lagi, Mir tetap tak bisa merebut kemenangan meski harus mempertahankan gelarnya pada 2021 lalu. Tak heran sebagian orang meragukan kemampuan pembalap Suzuki ini. Beberapa menganggap gelarnya sebuah kebetulan.

Kendati begitu, Joan Mir tetaplah seorang pembalap papan atas. Jika mengacu pada statistik, kemampuan pembalap bernomor 36 ini tak bisa dianggap remeh.

Sebelum merebut titel juara dunia pada 2020, Mir sudah pernah menjadi juara dunia di Moto3 2017 dengan bekal 10 kemenangan. Gelar juara dunia di kelas MotoGP pun ia raih pada tahun keduanya di kelas premier.

Meski dirundung isu teknis pada perebutan gelar pada 2021, Mir masih bisa menempati posisi ketiga di klasemen akhir. Itu tempat yang cukup baik untuk pembalap yang mengendarai motor minim inovasi.

1. Mir tak masalah hanya bisa menang satu kali di kelas MotoGP

Joan Mir Hanya Mendengarkan Pendapat Mereka yang Mengerti BalapJoan Mir (motogp.com)

Menanggapi komentar negatif mengenai performanya, Joan Mir tak ambil pusing. Ia tak merasa terganggu dengan fakta bahwa ia hanya bisa satu kali menang dalam 2 tahun terakhir.

“Ada dua sudut pandang. Pertama, orang yang mengatakan itu tidak tahu apa-apa tentang balapan. Kedua, orang yang benar-benar mengikuti balapan dan tahu tentang sepeda motor memiliki pendapat yang berbeda. Aku mendengarkan orang (kedua) ini,” kata pembalap Spanyol itu dikutip Speedweek.

2. Baru 24 tahun, Mir yakin kemampuannya masih bisa meningkat

Joan Mir Hanya Mendengarkan Pendapat Mereka yang Mengerti BalapJoan Mir (motogp.com)

Dalam perebutan gelar juara dunia 2020, senjata andalan Joan Mir adalah konsisten finis agar mendapatkan poin. Strategi ini ternyata berhasil mengunci raihan poin tertinggi meski dengan hanya satu kemenangan.

“Pada 2020 aku berjuang untuk mendapatkan gelar, dan terkadang, agak sulit mengambil risiko agar bisa juara. Jika aku tak berjuang untuk gelar (juara dunia), aku pasti akan memenangi lebih banyak balapan,” ungkapnya dilansir Speedweek.

Mir mengakui bahwa ia seharusnya bisa merebut lebih banyak kemenangan pada musim berikutnya. Ia sadar punya potensi yang terus meningkat setiap tahunnya.

“Tahun ini aku akan lebih baik. Aku 24 tahun dan kurva (performa) milikku mengarah ke atas (masih terus meningkat),” katanya.

Baca Juga: Tak Bisa Hadang Quartararo Jadi Juara Dunia, Joan Mir: Aku Kecewa

3. Konsistensi lebih baik dibandingkan tampil agresif, lalu terjatuh di lintasan

Joan Mir Hanya Mendengarkan Pendapat Mereka yang Mengerti BalapJoan Mir (motogp.com)

Dengan inovasi yang minim pada 2021 lalu, Suzuki tak bisa memberikan motor yang kompetitif agar Mir bisa melawan pembalap pabrikan lain. Namun, Mir tetap menjalankan strategi agar bisa tampil konsisten. Ia menjadi salah satu pembalap yang paling sedikit melakukan kesalahan.

“Ya, itu penting. Saat punya kecepatan, kami akan bertarung untuk menang. Akan tetapi, jika tak bisa (bersaing), aku hanya memanfaatkannya sebaik mungkin. Mencoba meraih hasil maksimal pada tiap balapan dan membawa kembali motor ke dalam pit adalah hal yang akhirnya memberi poin terbanyak. Tak ada gunanya jika kamu memulai dengan sedikit lebih baik, tetapi lalu terjatuh,” jelas Mir dikutip Speedweek.

4. Finis balapan berarti membawa data berharga untuk pengembangan performa motor

Joan Mir Hanya Mendengarkan Pendapat Mereka yang Mengerti BalapJoan Mir (motogp.com)

Bukan tanpa alasan pembalap berusia 24 tahun ini mengandalkan konsistensi sebagai strategi terbaiknya. Pasalnya, ada beberapa keuntungan saat ia bisa finis dalam setiap Grand Prix. Tak hanya mendapatkan poin, bisa finis berarti bisa membawa informasi tentang kondisi balapan.

“Menyelesaikan balapan juga penting untuk memberikan data yang berharga bagi para insinyur agar bisa memperbaiki (kinerja) motor. Penting diingat bahwa Suzuki hanya punya dua motor di lintasan. Itu alasannya kenapa penting untuk selalu finis,” ungkap pembalap bernomor 36 itu.

5. Masalah terbesar Suzuki bukan karena tak punya tim satelit

Joan Mir Hanya Mendengarkan Pendapat Mereka yang Mengerti BalapJoan Mir (motogp.com)

Hanya menurunkan dua motor di lintasan berarti mendapatkan sedikit data. Berbeda dengan pabrikan yang punya tim satelit. Mereka bisa saling berbagi informasi tentang kondisi motor dan balapan. Namun, bagi Mir, masalah Suzuki bukanlah tak memiliki tim satelit, melainkan faktor lain yang lebih penting.

“Itu (tim satelit) bukan masalah terbesar yang kami punya. Ya, itu memang dapat membantu kami, tetapi itu bukan masalah yang paling mendesak. Hal yang penting adalah kedua pembalap pabrikan mendapat materi terbaik agar berada dalam posisi siap bertarung. Jika tak bisa berada di level itu, maka tak ada gunanya mengirim dua motor tambahan ke trek,” papar Mir dilansir Speedweek.

MotoGP 2022 akan menjadi musim yang menentukan, tak hanya untuk Mir, tetapi juga untuk Suzuki. Kontrak mereka selesai pada akhir tahun ini. Jika tak memberikan motor kompetitif agar para pembalapnya bertarung di posisi terdepan, bisa jadi Mir akan hengkang dari Suzuki. Itulah kenapa MotoGP musim ini akan makin seru.

Baca Juga: Honda Bidik Pebalap Top untuk MotoGP 2023, Quartararo atau Joan Mir?

Ryan Budiman Photo Verified Writer Ryan Budiman

Hola... jadipunya.id

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya