Greysia Polii, Cerita Pejuang dan Bangkit dari Keterpurukan

Tak mudah buat Greysia Polii sampai di final #Tokyo2020

Jakarta, IDN Times - Greysia Polii mencatatkan namanya dalam sejarah bulu tangkis Indonesia. Bersama Apriyani Rahayu, Greysia menjadi pemain ganda putri pertama yang lolos ke final Olimpiade di edisi #Tokyo2020.

Kini, Greysia/Apriyani menjadi yang paling diharapkan buat membawa pulang medali emas ke Indonesia. Pada Senin (2/8/2021), Greysia/Apriyani akan menjalani final di nomor ganda putri.

Tapi, lawannya bukan sembarangan. Mereka harus menghadapi Chen Qing Chen/Jia Yi Fan, ganda asal Tiongkok.

Rekor pertemuan Greysia/Apriyani melawan Chen/Jia tak terlalu bagus. Secara head to head, Chen/Jia unggul telak atas Greysia/Apriyani.

Dalam sembilan pertemuan yang terjadi di tiga tahun terakhir, Chen/Jia sudah mengemas enam kemenangan. Sisanya berakhir dengan kemenangan Greysia/Apriyani.

Namun, pada pertemuan ke-10, bukan tak mungkin Greysia/Apriyani bisa mematahkan prediksi. Sebab, cerita Greysia/Apriyani di Olimpiade Tokyo merupakan sebuah cermin dari kerasnya perjuangan.

Baca Juga: Lolos ke Final Olimpiade 2020, Greysia/Apriyani Cetak Rekor!

1. Dari London 2012 hingga Rio de Janeiro 2016

Greysia Polii, Cerita Pejuang dan Bangkit dari KeterpurukanGanda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu di Olimpiade Tokyo 2020 (dok. NOC Indonesia)

Ya, tak mudah buat Greysia dalam menciptakan sejarah di Olimpiade Tokyo. Jatuh dan bangun, harus dirasakannya.

Menelan pil pahit dalam sejumlah ajang, sudah sering dialami pula oleh Greysia. Pencapaian terbaiknya, sejauh ini adalah emas Asian Games 2014, Incheon. Itu diraihnya bersama Nitya Krishinda Maheswari.

Tapi, sebelum meraih emas di Incheon, sebuah skandal sempat menghampiri Greysia. Dia dianggap sengaja kalah di Olimpiade London 2012. Hingga akhirnya, Greysia yang kala itu berpasangan dengan Meilina Jauhari harus didiskualifikasi.

Kondisi makin sulit buat Greysia, ketika cedera menghampirinya. Terbesit pikiran buat pensiun, namun pada akhirnya tak dilakukan.

Greysia bersama Nitya kembali berlaga hingga akhirnya meraih medali emas di Incheon dua tahun pasca tragedi London.

Dua tahun usai main di Incheon, Greysia/Nitya kembali tampil dalam panggung Olimpiade. Kali ini, di edisi Rio de Janeiro 2016.

Sayangnya, Greysia/Nitya kala itu gagal tembus semifinal. Langkah keduanya terhenti karena dikalahkan wakil Tiongkok, Tan Yuanting/Yu Yang.

2. Cerita tentang kehilangan

Greysia Polii, Cerita Pejuang dan Bangkit dari Keterpurukanbwfbadminton.com

Usai Rio de Janeiro 2016, Greysia sempat dilanda kebimbangan. Semua dikarenakan Nitya yang memilih pensiun lantaran cedera bahu serius.

Greysia kembali harus dihadapi pada situasi yang pelik, saat sang kakak, Rickettsia, meninggal di 2020 lalu.

"Banyak orang yang harus melewati masa sulit dan momen tak terlupakan, bukan cuma saya. Rasanya, London telah mengajarkan saya banyak hal, jangan berhenti untuk meraih mimpimu. Saya tahu, tak cuma harus mengatakannya saja. Saya mau itu berarti dari hari ke hari dalam hidup ini. Sebuah berkah dari Tuhan, saya bisa di sini, final Olimpiade pada 2021," kata Greysia dikutip situs resmi BWF.

Kehilangan sang kakak, menjadi salah satu periode terburuk Greysia. Sebab, sang kakak punya peran besar dalam hidupnya.

Seperti seorang ayah yang memberi semangat kepadanya, begitu deskripsi Greysia terhadap Rickettsia.

"Dia mengajarkan saya soal kekuatan psikologis. Hingga Maret 2020, Olimpiade gagal digelar. Saya rasa, dia bisa menunggu saya hingga sekarang, tapi ternyata sampai pernikahan. Kemudian, dia pergi. Kakak, jadi segalanya buat saya. Sebab, saya kehilangan ayah sejak masih usia dua tahun. Kakak seperti ayah. Saya tahu dia bangga atas pencapaian saya," ujar Greysia.

3. Pejuang yang bangkit

Greysia Polii, Cerita Pejuang dan Bangkit dari KeterpurukanGanda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu di Olimpiade Tokyo 2020 (dok. NOC Indonesia)

Sebenarnya, pasca Nitya pensiun, Greysia sempat berada di persimpangan jalan. Dia memikirkan untuk pensiun.

Sebab, Greysia merasa tak ada pasangan yang tepat buatnya berlaga di atas lapangan. Namun, keluarga beserta pelatihnya, Eng Hian, meyakinkan Greysia untuk bersabar, menantikan pasangan yang cocok buatnya.

Pemikiran Greysia buat pensiun juga dikarenakan faktor usia. Sudah masuk dalam kategori senior, Greysia kala itu memang sempat ingin menyibukkan diri di luar arena.

"Pelatih bilang kalau saya harus bersabar dan menolong pemain muda untuk berkembang. Tiba-tiba, dia datang, entah dari mana. Saya kala itu hampir pensiun. Tapi, kedatangannya membuat saya kembali bersemangat. Hingga akhirnya, kami juara Korea Open, Thailand Open, dan begitu cepat waktu berlalu. Saya seperti, Ya Tuhan, harus main empat tahun lagi!" ujar Greysia.

Baca Juga: Greysia/Apriyani Ungkap Kunci Sukses Melaju ke Final Olimpiade 2020

4. Apriyani yang membangkitkannya

Greysia Polii, Cerita Pejuang dan Bangkit dari KeterpurukanGanda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu di Olimpiade Tokyo 2020 (dok. NOC Indonesia)

Kehadiran Apriyani bagai berkah buat Greysia. Permainannya yang bertenaga, membuat Greysia lebih nyaman.

Apriyani bagai melengkapi permainan Greysia. Keduanya memang beda generasi, namun tak menyurutkan terciptanya sebuah harmonisasi permainan antara keduanya.

"Saya tak lagi muda. Tapi, dia datang, sosok yang lama saya tunggu. Luar biasa. Saya merasa situasi dan kondisi di lapangan benar-benar berpihak pada kami. Pertandingan yang kami jalankan, cuma menciptakan yang terbaik. Kami sudah menang dan kalah sebagai satu pasangan, tapi tak peduli, terpenting bagaimana kami bisa melakukan terbaik," terang Greysia.

Apriyani tak cuma melengkapi Greysia dari segi teknis. Dia juga menjadi penyemangat Greysia yang sudah menjalani periode sulit.

"Saya cuma bilang, jangan berhenti sekarang. Ayo main dengan saya. Dia meyakinkan saya dengan motivasi, kerja keras, keuletan, dan keinginannya untuk jadi yang terbaik," kata Apriyani.

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya