Tinju Indonesia yang Belum Mati

Tinju memang kurang terdengar belakangan ini di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Popularitas tinju di Indonesia belakangan memang menurun. Tinju di era modern justru kalah dari mixed martial arts, dan seperti tak terasa hingar bingarnya.

Situasi yang cukup berbeda dengan era 1990-an, ketika tinju sering ditayangkan di televisi dan mengundang banyak orang menyaksikannya. Dari tayangan televisi itu pula, orang-orang kenal tinju dan banyak yang tahu siapa saja para petarung yang tangguh.

Kini, situasinya berbeda. Tinju di Indonesia bak kehilangan popularitas. Anak-anak muda justru lebih sering menyaksikan MMA hingga gulat WWE. Ada apa sebenarnya?

1. Tinju perlu proses, tak instan

Tinju Indonesia yang Belum MatiAksi Hebi Marapu saat berduel di atas arena. (dok. XBC Sportech)

CEO XBC Sportech, Urgyen Rinchen Sim, menyatakan yang membedakan tinju dengan MMA sekarang adalah terkait aspek hiburan. MMA hingga WWE, diakui Sim, lebih kental dengan aspek hiburan.

Terlebih buat WWE, yang pertarungannya memang memiliki skenario dan jalan cerita menarik perhatian.

"Sebenarnya, tinju tidak mati. Bedanya dengan MMA atau gulat WWE, adalah mereka punya aspek hiburan. Tinju punya sistemnya sendiri. Seorang petinju tak bisa mendadak langsung naik ke jalur juara, ada prosesnya. Beda dengan MMA, mungkin bisa naik langsung jadi juara, tapi tidak dengan tinju karena ada prosesnya," ujar Sim saat berkunjung ke kantor redaksi IDN Times.

Sim juga menjelaskan kelebihan tinju ketimbang MMA atau WWE. Bayaran petarung yang lebih tinggi, menjadi salah satu daya tariknya.

"Uangnya dari mana? Pastinya ada perputaran berbagai macam aspek di dalamnya. Tak cuma dari perusahaan besar, bisa jadi ada UMKM di dalamnya," kata SIM.

Baca Juga: Pemilik Tinju Kilat Ryan Garcia Hantam KO Mantan Juara Dunia

2. Lahir bintang baru

Tinju Indonesia yang Belum MatiAksi Hebi Marapu saat berduel di atas arena. (dok. XBC Sportech)

Selepas Daud Yordan dan Chris John, Indonesia sempat kesulitan mencari petinju tangguh yang bisa diorbitkan dan jadi juara dunia. Kini, Indonesia mulai memiliki harapan dalam diri Herbi Jansen Marapu, Ilham Leoisa, dan Jon Jon Jet.

Ketiganya memegang sabuk juara WBC Continental Asia Pasifik. Jansen memegang sabuk kelas ringan, sementara Ilham merupakan juara di divisi welter. Lalu, Jon kini jadi jawara di kelas super bantam.

Tinggal selangkah lagi buat ketiganya jadi juara dunia. Namun, itu semua masih panjang jalannya karena mereka harus melakoni sejumlah laga.

"Akhir tahun ini mungkin ada kejutan dari ketiganya. Salah satu dari mereka akan bertarung," kata Sim.

Baca Juga: Daud Yordan Punya Potensi Kembali ke Pentas Tinju Dunia Lagi

3. Susah juga loh jadi petinju

Tinju Indonesia yang Belum MatiPetinju Indonesia, Ilham Leoisa (kiri), jelang duel perebutan sabuk juara WBC Continental Asia Pasifik. (dok. XBC Sportech)

Sim mengakui saat ini memang tak terlalu mudah mencari petinju di Indonesia. Demi meningkatkan kualitasnya pun harus putar otak lantaran turnamen dan kompetisi yang masih minim.

Baginya, mencari petinju di Indonesia sekarang seperti memikat seorang wanita untuk dijadikan istri.

"Bisa dibilang susah-susah gampang. Petinju butuh jam terbang, tapi jujur saja dukungannya agak sulit. Untuk pentas profesional, petinju bagusnya dua kali tarung per tahun. Maksimal, paling mentok, empat. Tapi, ideal, bagus banget ya tiga. Tapi, sebelum itu, mereka perlu pengalaman dan jam terbang di kompetisi," ujar Sim.

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya