Urusan Mencintai Timnas, Mari Belajar Kepada Para Suporter Peru

#WorldCup2018 Faktor ekonomi bukan halangan untuk mereka

Peru akhirnya kembali ke Piala Dunia setelah absen selama 36 tahun. Perayaan? Tentu saja. Orang-orang mungkin sudah tahu jika selebrasi mereka saat menang atas New Zealand di babak play-off bahkan memicu peringatan gempa lokal. Tahu di mana lokasinya? Estadio Nacional da Lima, tempat partai hidup-mati tersebut berlangsung.

Begitu dipastikan merebut satu tiket ke Rusia, masyarakat Peru beramai-ramai mencari cara agar bisa datang langsung mendukung La Blanquirroja. Mereka berpendapat, melihat timnasnya berlaga di Piala Dunia adalah pengalaman langka yang harus dialami sekali seumur hidup.

Jika dilihat lebih teliti, ini adalah sebuah pekerjaan mustahil. Plesiran ke negara pecahan Uni Soviet tersebut bisa menelan biaya yang tidak sedikit, terutama jika berbicara akomodasi dan penginapan.

1. Puluhan jam rela ditempuh oleh suporter Peru demi mendukung timnasnya di Rusia

Urusan Mencintai Timnas, Mari Belajar Kepada Para Suporter PeruTwitter.com/RorySmith

Namun bukan suporter sejati namanya jika tidak punya jalan keluar, meski kedengaran di luar nalar. "Beberapa orang datang ke sini dengan dana terbatas. Alhasil mereka sehari-hari cuma makan kue, tidur melantai, dan rela menempuh 32 jam perjalanan kereta api gratis (dari Moskow) ke kota Ekaterinburg demi menonton pertandingan melawan Prancis (Kamis, 21/6)," kata Gulliermo Espinoza, seorang guru bahasa Inggris asal kota Lima, kepada The Guardian.

Kisah unik (atau miris?) tidak berhenti sampai di sini. Banyak juga yang rela keluar dari pekerjaan sehari-hari mereka demi mendapat pesangon menggiurkan. Pesangon tersebut tidak dipakai dengan tujuan untuk menghidupi keluarga, tapi sebagai biaya ke Rusia. Rupanya ada yang bisa mengalahkan rasa cinta terhadap anak dan istri, yakni cinta kepada Jefferson Farfan dan kawan-kawan.

Masih ada cerita lain. Ratusan suporter diketahui melakukan perjalanan darat dari ibukota Spanyol, Madrid, ke wilayah Skandinavia. Dari sana, mereka lalu menyeberang ke kota-kota tujuan dengan kapal feri. Suporter rasa backpakcer? Yang jelas, menjelajahi setengah benua Eropa harus dilakoni sebab isi dompet terbatas.

2. Para suporter Peru ini menepikan masalah keuangan dan kesehatan demi mendukung Jefferson Farfan dkk.

Urusan Mencintai Timnas, Mari Belajar Kepada Para Suporter Perufifa.com

Kepada BBC, seorang suporter bernama Edgar bercerita tentang orang-orang dengan ekonomi pas-pasan rela menjual mobil dan mengambil pinjaman dari bank sebagai tambahan ongkos ke Rusia. Seorang teman Edgar yang bekerja di Los Angeles, AS, memilih keluar karena tidak diizinkan mengambil cuti. Seusai dari Rusia, teman Edgar itu akan pulang kampung, kemudian memikirkan nasib selanjutnya.

Tak hanya cerita mengakali keterbatasan ekonomi, ada juga yang rela mengabaikan masalah kesehatan. Salah satu teman si guru bahasa Inggris, Espinoza, punya riwayat penyakit jantung. Hal yang menjadi konsennya adalah ketika Himno Nacional del Peru mengalun sebagai ritual awal laga yang penuh rasa emosional dan sanggup menggetarkan dada siapapun (secara literal dan harafiah).

Alhasil, teman Espinoza ini menenangkan istrinya dengan berjanji akan berjanji selalu meminum obat tepat sebelum lagu nasional berkumandang. Keterbatasan ekonomi dan penyakit tak lagi dipedulikan, yang jelas mengawal langsung Peru di setiap partai lebih penting dari segala hal.

3. Meski "La Branquirroja" akhirnya gagal lolos dari fase grup, suporter mereka memberi pelajaran tentang loyalitas

Urusan Mencintai Timnas, Mari Belajar Kepada Para Suporter Perufifa.com

Pihak FIFA baru-baru ini merilis jumlah orang-orang Pegunungan Andes ke tanah Rusia mencapai 43.583 orang. Namun sebagian suporter yakin bahwa jumlah sebenarnya lebih dari itu, yakni 80 ribu orang. Kondisi dalam negeri yang diwarnai masalah ekonomi dan keamanan pada medio 1990-an membuat banyak penduduk Peru memilih berimigrasi mencari hidup lebih baik, salah satunya ke Eropa.

Sayang, langkah mereka harus terhenti di babak penyisihan grup. Kalah berturut-turut dari Denmark dan Prancis dengan skor identik 1-0 memastikan tim asuhan Ricardo Gareca itu harus mengepak koper lebih awal.

Sedih? Sudah pasti. Perjalanan sebagian suporter Peru yang memakan waktu hingga 2 bulan harus berakhir dalam hitungan hari. Tapi, mereka telah memberi kita pelajaran perihal bagaimana mencintai timnas tanpa pamrih meski harus berkorban hal-hal penting. Bagaimana jika seandainya Indonesia lolos Piala Dunia, ya? Apa kita akan berbuat serupa?

Achmad Hidayat Alsair Photo Verified Writer Achmad Hidayat Alsair

Separuh penulis, separuh orang-orangan sawah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya