Tentang 'Goal 2010' dan Mimpi Singapura yang Masih Tertunda

#WorldCup2018 Proyek ambisius demi lolos ke Piala Dunia

Mimpi melihat timnasnya berlaga di turnamen sekelas Piala Dunia memang sah-sah saja dimiliki semua negara di belahan manapun. Sadar untuk mewujudkan impian tersebut bukan sebuah proses instan, proyek pembinaan talenta muda, pendidikan pelatih atau perbaikan kompetisi pun dilakoni.

Islandia adalah contoh terbaik bahwa demi mewujudkan sebuah mimpi besar, harus diawali dengan perbaikan pada hal-hal mendasar. Hasilnya bisa kita lihat pada Euro 2016 dan Piala Dunia 2018. Negara yang populasi dombanya lebih banyak dari manusia itu berhasil mencuri perhatian khalayak.

Negara tetangga kita Singapura juga memancang ambisi tersebut. Dan ambisi itu diwujudkan dalam proyek "Goal 2010". Tujuannya satu yakni melihat panji nasional The Lions berkibar di stadion-stadion Afrika Selatan, tuan rumah Piala Dunia 2010. Namun kini "Goal 2010" malah menjadi bahan candaan warganya sendiri. Kok bisa?

1. Prancis 1998 menjadi inspirasi utama proyek "Goal 2010"

Tentang 'Goal 2010' dan Mimpi Singapura yang Masih TertundaFIFA.com

Kita akan mengawali kisah ini dengan euforia kemenangan Prancis di Piala Dunia 1998. Pemain-pemain Les Blues yang berasal dari beragam latar belakang etnis menjadi inspirator kemenangan tim.

Zinedine Zidane, Didier Deschamps, Youri Djourkaeff, Marcel Desailly, Lilian Thuram hingga Franck Labeouf. Prancis 1998 adalah bukti bahwa keberagaman tak akan memecah belah tim, namun justru menguatkannya.

Perdana Menteri Singapura waktu itu, Goh Chok Tong, dalam pidato tahunannya menyebut bahwa negara liliput itu punya kesamaan dengan Prancis. Demografi penduduk multi-etnis rupanya menumbuhkan harapan PM Tong bahwa Singapura bisa lolos ke Piala Dunia.

"Tahun lalu aku memang berkata bahwa Singapura tak punya kesempatan untuk masuk Piala Dunia. Namun kini aku mengubah pendirian tersebut setelah melihat kemenangan Prancis. Jika kita bisa mengubah kriteria imigrasi untuk memberi status kewarganegaraan kepada talenta-talenta sepak bola luar biasa, bukan tidak mungkin kita bisa masuk dalam putaran final Piala Dunia", ujarnya waktu itu.

2. Program pertama: memberi status kewarganegaraan kepada para talenta mumpuni dari luar negeri

Tentang 'Goal 2010' dan Mimpi Singapura yang Masih TertundaGoal.com

Gayung bersambut, Presiden FAS (Asosiasi Sepak Bola Singapura) waktu itu, Mah Bow Tan, mengadopsi rencana besar PM Tong menjadi sebuah program nasional. Dan lahirlah Goal 2010, sebuah program yang disebut Tan sebagai "langkah pertama dari perjalanan ribuan mil."

Pandangan pun ditujukan ke skema Foreign Sports Talent di mana para pendatang dengan talenta olahraga mumpuni ditawari status kewarganegaraan. FST sendiri sudah berlaku sejak 1993, namun dipakai oleh FAS di tahun 2000.

Berturut-turut ada Egmar Goncalves (Brasil), Mirko Grabovac (Kroasia), Daniel Bennett (Inggris), Shi Jiayi, Qiu Li (keduanya asal Tiongkok), Agu Casmir, Itimi Dickson dan Precious Emuejeraye (semuanya dari Nigeria). Sementara Aleksandar Duric (Serbia) - John Wilkinson (Inggris) memilih menyerahkan permohonan lewat pintu badan imigrasi.

Hasilnya? Para singa langsung merajai Asia Tenggara. Sepasang trofi Piala AFF (2004 dan 2007) datang ke lemari kantor federasi. Perpaduan pemain naturalisasi dan talenta lokal memberi timnas Singapura nafas-nafas baru.

Mari menengok materi mereka pada tahun 2007. Di belakang ada palang pintu kokoh Precious Emujeraye serta Daniel Bennett. Duet Mustafic Fahrudin - Muhammad Ridhuan saling bahu membahu di lini tengah. Dan tentu saja, "si bengal" Noh Alam Shah sebagai ujung tombak nan haus gol.

3. Prestasi "The Lions" melejit pada Piala AFF 2004 dan 2007

Tentang 'Goal 2010' dan Mimpi Singapura yang Masih TertundaGoal.com

Perombakan juga dilakukan pada skala lokal. Beberapa fasilitas akademi milik tim muda dibangun, perbaikan stadion dilakoni. Salah satu hasilnya adalah puluhan lapangan dengan kualitas wahid yang bebas dipakai oleh umum dan tersebar di seluruh penjuru pulau.

Ketika masalah infrastruktur sudah selesai, perhatian beralih ke kualitas kompetisi. Singapore Premier League yang sudah dibentuk sejak 1996 dirasa kurang kompetitif oleh para petinggi federasi. Lalu apa solusi singkat yang ampuh? Mereka pun membuka lowongan bagi tim-tim luar yang ingin berpartisipasi sejak 2003.

Sinchi FC asal Tiongkok jadi tim luar pertama di S-League. Selanjutnya ada tim cadangan Albirex Niigata dari Jepang (2004 hingga sekarang), Liaoning FC (2007), Dalian Shide (2008), Beijing Guoan FC (2010) dimana ketiganya asal Tiongkok, DPMM FC (Brunei Darussalam, 2009), Etoile FC (Prancis, 2010) dan dua tim muda timnas Malaysia.

Kualitas memang menanjak, sayang tak dibarengi dengan antusiasme rakyat Singapura untuk berduyun-duyun ke stadion mendukung klub lokal. Dengan sistem hanya dua kasta, peringkat S-League di rapor AFC tergolong masih rata-rata.

4. Sayang, program pencetakan pemain muda masih terkesan mandek

Tentang 'Goal 2010' dan Mimpi Singapura yang Masih TertundaESPN.com

R. Sasikumar, mantan penggawa timnas Singapura, pernah mengatakan bahwa menjadi jawara Asia Tenggara ibaratnya sama dengan menjadi yang terbaik di tingkat "kampung". Cukup pedas!

Para singa memang sanggup mengaum di tingkat regional. Namun tidak berbanding lurus dengan laju mereka ke Piala Dunia. Terhitung sejak dicanangkan, mereka tetap gagal melampaui ketatnya persaingan di fase kualifikasi zona AFC pada 2002, 2006 dan 2010.

Di tingkat SEA Games, The Young Lions yang sudah menimba ilmu sejak masih kanak-kanak dengan fasilitas nan mewah ternyata amat sukar meraih medali emas. Hanya ada raihan tiga kali perunggu di tahun 2007, 2009 dan 2013.

Ketika menengok peringkat FIFA di tahun pertama Goal 2010, negara padat penduduk tersebut menempati peringkat ke-81. Sekarang? Merosot jauh ke posisi 169.

Fakta-fakta di atas memunculkan sebuah tanda tanya besar. Bagaimana bisa sebuah proyek dengan perencanaan matang, dieksekusi dengan baik, masih juga berakhir tanpa hasil?

5. Kelemahan "Goal 2010": tidak ada program memperbanyak pelatih

Tentang 'Goal 2010' dan Mimpi Singapura yang Masih Tertundafootball-tribe.com

Harian Strait Times baru-baru ini menjabarkan poin yang perlu ditambahkan untuk "misi mustahil". Mengambil contoh Islandia, perbedaan terletak pada bagaimana negeri penuh gunung berapi aktif tersebut meletakkan fondasi.

Lebih dari 600 pelatih berlisensi UEFA bertebaran di ratusan lapangan indoor atau outdoor memberi pelatihan kepada para anak-anak sejak tingkatan usia lima tahun. Sementara dari 5,61 juta penduduk Singapura, hanya sedikit yang mau banting setir menjadi sosok juru taktik yang setia mendampingi dari pinggir lapangan. Skema FST diakui memang bukan solusi jangka panjang.

Satu persatu talenta naturalisasi pensiun, berimbas pada nasib buruk timnas senior. Selain tak mampu berbicara lantang dalam dua Piala AFF terakhir, tahun 2017 bahkan dilalui tanpa satupun kemenangan.

Goal 2010 menjadi olok-olokan warganya sendiri, mengingat target sudah lewat sewindu. Akibatnya, muncul sebuah anekdot bahwa mereka butuh 2010 tahun lagi untuk lolos ke Piala Dunia.

Setidaknya, mereka berani mengambil risiko. Masih ada banyak hal yang bisa ditambahkan, diperbaiki atau bahkan dihilangkan. Sepak bola mengandung sisi pendewasaan, entah bagi para pemain di lapangan atau penggerak di belakang layar.

Jadi, kira-kira apa target FAS selanjutnya? Piala Dunia 2026? Indonesia kapan bergerak juga?

Achmad Hidayat Alsair Photo Verified Writer Achmad Hidayat Alsair

Separuh penulis, separuh orang-orangan sawah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indra Zakaria

Berita Terkini Lainnya