Hari Toleransi: Membaca Makna Pelangi di Timnas Prancis 

Pemain imigran mewarnai perjalanan Timnas Prancis

Jakarta, IDN Times - Kemenangan Prancis di Piala Dunia 1998 tak hanya menjadi catatan baru dalam sejarah sepak bola negeri berlogo Ayam Jantan tersebut, tapi juga membawa harapan bagi para imigran di sana.  

"Ketika Prancis juara dan orang-orang mengamati timnya, itu membantah segala anggapan terhadap imigran," kata Lilian Thuram di Stadion Camp Nou, Barcelona, Kamis (15/11) dinihari, seperti dikutip dari Channelnewsasia.com

Skuat Tim Nasional Prancis yang memenangi Piala Dunia 1998 --piala dunia pertama yang dimenangkan Prancis-- memang disesaki pemain-pemain imigran. Mereka rata-rata berkulit gelap dan berambut keriting.

Thuram salah satunya. Ia lahir di  Guadeloupe, sebuah pulau di Laut Karibia. Ia bersama keluarganya hijrah ke Prancis pada 1981. Selain Thuram, ada Marcel Dessaily yang lahir di Ghana. Juga ada Patrick Vieira yang lahir di Senegal. 

Dari total 23 pemain Timnas Prancis saat itu, 16 di antaranya merupakan pemain non kulit putih.  

1. Pemain imigran di Skuat Prancis 1998 disorot

Hari Toleransi: Membaca Makna Pelangi di Timnas Prancis FIFA

Banyaknya pemain keturunan imigran di tim berjulukan Les Blues ini sempat dikritisi habis-habisan oleh Pemimpin Front Nasional Jean-Marie Le Pen. Jean-Marie menganggap tim tersebut bukan wajah Prancis yang sesungguhnya. 

"Terlalu banyak pemain berkulit hitam," kata Le Pen seperti dikutip dari DW. "Mereka tidak akan bisa menyanyikan lagu kebangsaan."  

Jean-Marie berencana maju dalam pemilihan presiden pada 2002. Ia sepertinya ingin memanfaatkan momentum Piala Dunia 1998 untuk menyadarkan publik Prancis terhadap ancaman imigran sekaligus menyulut rasa nasionalisme mereka. 

Jean-Marie bahkan menyebut kehadiran para imigran dan keturunannya telah membebani anggaran Prancis. Data Eurostat pada 2010 memang mencatat jumlah imigran di Prancis mencapai 7 juta jiwa atau 11 persen dari total jumlah penduduk.  

Kritikan Jean-Marie tak keliru. Namun isu imigran yang digorengnya seketika menguap begitu Zinedine Zidane mencetak dua dari tiga gol kemenangan Prancis atas Brasil di laga Final Piala Dunia 1998. 

Saat itu, rakyat Prancis bersorak kegirangan. Mereka berpelukan di jalanan merayakan kemenangan bersejarah ini. Euforia membuat mereka tak lagi melihat warna kulit. Semua larut dalam suka cita. 

Dan, tentu saja, tak seorang pun di Prancis ketika itu, barangkali termasuk Jean-Marie, mempersoalkan asal-usul Zidane yang ternyata berasal dari Aljazair. Keluarga Zizou, begitu Zidane disapa, hijrah ke Prancis pada 1963. Ia seorang imigran.  

Baca Juga: Pernah Juara, Ini 5 Legenda Timnas Prancis dari Piala Dunia 1998

2. Isu imigran tak meredup dengan kemenangan Piala Dunia 1998

Hari Toleransi: Membaca Makna Pelangi di Timnas Prancis Instagram/@france.1998

Kemenangan Prancis di Piala Dunia 1998 menjadi pukulan telak buat Jean-Marie. Apalagi ketika Zidane dan Timnas Prancis kembali mengukir sejarah dengan memenangi Piala Eropa 2000. Pekikan anti-imigran dan nasionalisme ala Jean-Marie pun semakin meredup. 

Namun tak berarti penolakan terhadap imigran lantas berakhir. Sebab setahun setelah Prancis memenangi Piala Dunia pertama mereka, bibit anti-imigran kembali bermunculan. Hal ini terungkap dari survei yang digelar National Consultative Committe on Human Right. 

Survei tersebut menyebutkan sebanyak 36 persen responden setuju dengan pendapat Jean-Marie, bahwa terlalu banyak imigran di tim nasional Prancis. Para responden tidak menginginkan tim nasional mereka disesaki pemain imigran, meskipun tim itu memenangi Piala Dunia. 

Suara anti-imigran semakin berhembus kencang saat pemilihan presiden digelar pada 2002. Jean-Marie yang maju sebagai kandidat, ternyata meraih posisi kedua dengan perolehan suara yang cukup signifikan. 

Namun kenyataan bahwa suara anti-imigran masih cukup kencang di Prancis tak membuat Thuram menjadi muram. Sebab ia paham satu kemenangan, meskipun itu kemenangan di Piala Dunia, tak cukup untuk menghapus perasangka buruk terhadap imigran yang telah berakar cukup lama di Prancis. 

"Tentu saja, satu kemenangan tidak akan mengubah segalanya," kata Thuram. "Namun (kemenangan) 1998 menjadi momen penting untuk membantu melegitimasi imigran. Setidaknya kini lebih mudah membicarakan isu-isu tersebut." 

3. Hikmah di balik warna-warni pemain Prancis

Hari Toleransi: Membaca Makna Pelangi di Timnas Prancis Instagram/@france2018worldcup

Thuram tak keliru. Isu imigran masih berhembus bertahun-tahun setelah Piala Dunia 1998. Pada 2012, misalnya, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengatakan terlalu banyak imigran di negaranya. Setahun berikutnya mantan Perdana Menteri Prancis Francois Fillon mengusulkan agar negara tersebut memangkas jumlah imigran.

Namun hiruk-pikuk perdebatan imigran ternyata tak sampai ke lapangan sepak bola. Pelatih Prancis untuk Piala Dunia 2018 yang digelar di Rusia, Didier Deschamps, bergeming ketika persoalan imigran ini kembali diungkit. Ia tetap memasukkan pemain-pemain keturunan imigran ke dalam tim. 

Mereka antara lain Samuel Umtiti (Kamerun), Paul Pogba (Guinea), N’Golo Kanté (Mali), Kylian Mbappe (Kamerun), Ousmane Dembele (Senegal), Blaise Matuidi (Angola), dan Presnel Kimpembe (Kongo). Total ada 15 pemain 'bukan asli Prancis' yang memperkuat tim ini.

Hasilnya? Mereka sukses mengulang sejarah: Prancis kembali memboyong Trofi Piala Dunia! Namun, seperti 20 tahun lalu, isu imigran tetap membayangi Prancis setelah euforia kemenangan mereda. Satu, bahkan dua, trofi Piala Dunia ternyata tidak cukup untuk --mengutip Thuram-- 'Menghapus prasangka buruk terhadap imigran.'  

Namun dari para pemain imigran yang membawa Prancis merebut dua kali trofi Piala Dunia ini setidaknya kita bisa memetik hikmah: Bahwa seseorang tidak selayaknya dinilai dari warna kulit, wajah, apalagi daerah asal. 

Selamat Hari Toleransi Internasional!

Baca Juga: 4 Pelatih Terkenal Ini Ternyata Alumni Timnas Prancis 1998

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya