Polemik Gelang Lengan One Love di Piala Dunia 2022

FIFA terkesan maju-mundur terkait keputusan soal ini

Piala Dunia 2022 Qatar disebut yang paling problematik sepanjang sejarah. Beberapa kontroversi menyelimuti perhelatan sepak bola akbar tersebut. Mulai dari komplain pekerja konstruksi stadion pada badan PBB, International Labour Organization (ILO) tentang gaji yang belum dibayarkan, sampai pelarangan penggunaan atribut berbau politik dan kampanye LGBTQ+. 

Isu terakhir cukup santer terdengar mengingat setidaknya ada beberapa tim peserta Piala Dunia 2022 yang berniat mengenakan gelang lengan One Love, sebuah slogan yang identik dengan dukungan pada komunitas LGBTQ+. Isu ini sendiri masih jadi perdebatan sengit di dunia. Sejumlah negara mengakui keberadaan dan menjamin hak-hak mereka, tetapi tidak sedikit yang melarang bahkan menerapkan hukuman untuk para penganutnya.

Bagaimana polemik gelang lengan One Love bergulir di Piala Dunia 2022 sejauh ini? Berikut beberapa hal yang bisa diulik dari isu tersebut.  

1. One Love adalah simbol dukungan untuk kaum LGBTQ+

Polemik Gelang Lengan One Love di Piala Dunia 2022Harry Kane tampak mengenakan gelang One Love (instagram.com/harrykane)

Gelang lengan One Love yang dimaksud didesain dengan warna latar putih yang kemudian diisi logo hati berwarna pelangi. Pada bagian tengah hati, ditambahkan angka 1 dengan warna putih. 

Melansir tulisan Armani Syed untuk Time, kampanye One Love dalam sepak bola dimulai pada tahun 2020 oleh Asosiasi Sepak Bola Kerajaan Belanda (KNVB) dengan tujuan mengutuk segala bentuk diskriminasi, baik yang berkenaan dengan ras, warna kulit, orientasi seksual, budaya, gender, dan usia. Selama ini FIFA dan unit-unit sepak bola di dunia gencar mengampanyekan ide-ide anti diskriminasi yang lebih universal tanpa menyasar komunitas tertentu secara spesifik. 

2. Beberapa tim berkomitmen mengenakannya selama gelaran Piala Dunia 2022, tetapi dilarang pihak penyelenggara 

Polemik Gelang Lengan One Love di Piala Dunia 2022Menteri Luar Negeri Belgia, Hadja Lahbib mengenakan gelang lengan One Love (twitter.com/hadjalahbib)

Pada September 2022, ada sekitar sembilan negara selain Belanda yang ikut mengamini kampanye tersebut. Mereka adalah Inggris, Wales, Belgia, Swiss, Jerman, Denmark, Norwegia, Swedia, dan Prancis. Delapan dari sepuluh negara tersebut berlaga di Piala Dunia 2022 Qatar dan berniat mengenakan gelang tersebut pada setiap pertandingan yang mereka lakoni di turnamen akbar ini. 

Namun, FIFA dan pihak tuan rumah Qatar sepakat untuk melarang penggunaan gelang lengan tersebut. Masih merujuk liputan Time, FIFA memiliki dasar regulasi untuk memberlakukan pelarangan tersebut. Regulasi yang dimaksud berbunyi, "Tidak ada item (baik pakaian dan atribut yang dipakai selama pertandingan) dengan pesan politik, agama, slogan personal, pernyataan, dan gambar yang bisa dipakai di area yang menurut FIFA akan menimbulkan bahaya atau dianggap menyinggung."

FIFA kemudian menyatakan bahwa siapa pun pemain yang kedapatan mengenakan gelang lengan One Love akan diganjar kartu kuning, bahkan sebelum pertandingan dimulai. Qatar sendiri merupakan negara yang tidak melegalkan dan mengakui keberadaan kaum LGBTQ+ di teritori mereka. Laporan Human Rights Watch menyebut ada beberapa kasus kekerasan oleh otoritas berwenang yang menyasar kaum LGBTQ+ di Qatar sepanjang tahun 2019 hingga 2022. 

Meski begitu, FIFA dan Qatar kompak menyatakan bahwa tidak ada diskriminasi dalam stadion. Siapa pun boleh masuk, tetapi dilarang membawa dan mengibarkan atribut-atribut yang berbau pesan politik, termasuk kampanye LGBTQ+. Namun, melansir berita terkini dari The Independent, bendera pelangi kini diperbolehkan di stadion Piala Dunia 2022. Meski begitu, tidak ada regulasi resmi yang menganulir pelarangan penggunaan gelang One Love. 

Meski dilarang untuk dipakai kapten tim, beberapa pemimpin negara yang hadir ke stadion untuk menonton tim nasional mereka masih terlihat mengenakannya. Sebut saja Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faeser, dan Menteri Luar Negeri Belgia, Hadja Lahbib.

Baca Juga: Tak Pakai Ban Kapten Pelangi, Van Dijk Enggan Dikartu Kuning

3. Timnas Jerman protes keputusan itu dengan aksi tutup mulut menjelang pertandingan kontra Jepang

Beberapa negara peserta Piala Dunia 2022 akhirnya memilih untuk menaati aturan tersebut. Termasuk Inggris yang akhirnya tidak mengenakan gelang One Love pada laga perdananya di Piala Dunia 2022 melawan Iran, Senin (21/11/2022).

Penggawa Timnas Inggris akhirnya mengenakan gelang berbunyi "No Discrimination" yang disetujui FIFA serta dianggap lebih netral dan tidak spesifik mengarah pada komunitas tertentu. Meski kecewa dan mempertanyakan kebijakan FIFA, tujuh tim lain yang sebelumnya sepakat akan mengenakan gelang lengan itu pun akhirnya mengenyahkan niat mereka.

Hal menarik justru terjadi sesaat sebelum sepak mula laga Jerman melawan Jepang, Rabu (23/11/2022). Ketika sesi foto sebelum pertandingan, para penggawa Jerman sepakat meletakkan satu tangan mereka di depan mulut sebagai bentuk protes terhadap FIFA yang mereka anggap membungkam kebebasan berekspresi. 

4. Jerman dikritik karena dianggap terdistraksi agenda politik 

Polemik Gelang Lengan One Love di Piala Dunia 2022Jerman saat melawan Jepang pada Piala Dunia 2022 (instagram.com/dfb_team)

Aksi penggawa Timnas Jerman itu kemudian diikuti dengan kekalahan 1-2 atas Jepang. Tak pelak, tim asuhan Hansi Flick dihujani kritik pedas. Salah satu yang santer terdengar adalah komplain bahwa Tim Nasional Jerman terdistraksi oleh agenda politik.

Melansir liputan The Guardian dan The Athletic, publik Jerman seakan diingatkan dengan kemelut yang sempat terjadi menjelang Piala Dunia 2018 ketika Mesut Ozil dan Ilkay Gündogan dikritik Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) usai berpose dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. 

Ozil sempat membela Jerman pada Piala Dunia 2018 Rusia, tetapi timnya bahkan tidak berhasil lolos fase grup. Kritik pedas yang dilayangkan padanya, ditambah performa buruk Jerman, bermuara pada keputusan pensiun Ozil dari Timnas Jerman. 

Namun, tidak semua sepakat atas argumen bahwa Jerman terdistraksi hal-hal di luar lapangan hijau. Beberapa media Jerman, seperti dikurasi Philip Oltermann untuk The Guardian, menganggap bahwa ada kesalahan strategi dari Hansi Flick, terutama ketika ia melakukan rotasi pemain. 

5. Tidak seperti atlet perempuan, pemain sepak bola pria enggan mengekspos orientasi seksual yang berbeda 

Polemik Gelang Lengan One Love di Piala Dunia 2022penggawa timnas Jerman (instagram.com/dfb_team)

Pengakuan akan orientasi seksual yang berbeda dalam sepak bola pria memang cukup langka. Sejauh ini, hanya ada beberapa pemain sepak bola profesional yang mengakui dirinya sebagai bagian dari komunitas LGBTQ+. Salah satu yang jadi pelopor adalah Josh Cavallo asal Australia yang kini aktif membela klub Adelaide United. 

Ia disusul oleh Jack Daniels asal Inggris yang saat ini bermain untuk klub liga divisi kedua Inggris, Blackpool FC. Beberapa nama lain mengakuinya setelah mereka sudah tak lagi aktif menjadi atlet. Salah satunya mantan pemain Timnas Jerman, Thomas Hitzlsperger. Ada pula Robbie Rogers, pesepak bola di Major League Soccer (MLS) Amerika Serikat yang mengakui orientasi seksualnya pada 2013, tiga tahun sebelum ia memutuskan pensiun. 

Hal ini cukup berbeda bila dibanding dengan atlet sepak bola perempuan yang lebih terbuka terhadap orientasi seksual mereka. Merujuk artikel yang dirilis University Campus of Football Business (UCFB) berjudul "In Focus: Why Are Gay Women Over-Represented in Football?" mengumpulkan beberapa argumen dari sejumlah ahli dan pengamat yang menyatakan beberapa poin menarik.

Salah satunya, argumen bahwa kebanyakan klub maupun tim sepak bola perempuan sejak awal menawarkan ruang yang inklusif dan toleran. Ini beresonansi dengan fakta bahwa atlet perempuan cenderung dapat cap sebagai lesbian atau gay. Merunut liputan The Guardian dan LA Times, stereotip tersebut bahkan sudah muncul sejak tahun 1990-an dan awal 2000-an. Atlet perempuan juga sering jadi korban perspektif misogini yang membuat kebutuhan akan ruang yang inklusif jadi krusial. 

UCFB dalam artikel lainnya yang berjudul "In Focus: The Relationship Between Homosexuality and Men’s Football", menyimpulkan bahwa ada kaitan erat antara keengganan atlet laki-laki menyuarakan orientasi seksual mereka dengan nilai-nilai maskulinitas dalam sepak bola pria. Faktor tersebut dipertebal dengan kecenderungan penggemar yang homofobik sehingga makin memperkuat efek alienasi bila nanti mereka memutuskan untuk melakukan pengakuan. 

Polemik slogan dan gelang lengan One Love di perhelatan Piala Dunia sepertinya tidak akan menemukan titik terang selama dunia masih terbelah menjadi dua kubu. FIFA tampaknya akan tetap pada posisinya untuk mengusung slogan-slogan yang netral dan bisa diterima di semua tempat. 

Baca Juga: Tyler Adams, Kapten Termuda di Piala Dunia 2022 Qatar

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya