Kejayaan Semu Zenit, Dominasi Sepak Bola Rusia di Tengah Sanksi

Zenit tak lagi punya rival sepadan di liga domestik 

Ketika UEFA dan FIFA sepakat menjatuhkan sanksi pada Rusia akhir Februari 2022, pakar memprediksi sepak bola Rusia akan mengalami krisis. Ini terbukti dengan hengkangnya para pemain dan pelatih asing tanpa kompensasi. Krasnodar bahkan terpaksa bermain dengan pemain akademi mereka pada laga sisa Russian Premier League atau Liga Primer Rusia (RPL) 2021/2022.

Mantan juara RPL Rubin Kazan terdegradasi ke liga kasta kedua usai ditinggal pemain kunci mereka setelah sanksi berlaku. Sponsor komersial dan teknikal berbondong-bondong memutus kontrak kerja sama. Namun, ada satu klub yang bergeming di tengah lesunya sepak bola Rusia, Zenit Saint-Petersburg. 

Klub yang identik dengan warna biru langit ini tak kehilangan satu pemain asing pun saat sanksi berlaku. Hanya Yuri Alberto yang memutuskan meninggalkan klub. Itu pun ia lakukan usai musim kompetisi 2021/2022 berakhir dan tidak cuma-cuma. Alberto ditukar dengan dua pemain Corinthians, Ivan Quaresma dan Gustavo Mantuan. Zenit bahkan mendatangkan beberapa pemain asing dari klub Rusia lain PFC Sochi, Mateo Cassierra dan Rodrigao. 

Zenit seakan tak dapat tantangan berarti di liga domestik. Pada 2022/2023 mereka menjadi juara Liga Primer Rusia lima kali berturut-turut, terhitung sejak musim 2018/2019. Apa yang sebenarnya membuat Zenit berjaya beberapa tahun terakhir?

1. Zenit jadi klub elite sejak Gazprom menjadikannya ladang investasi

Kejayaan Semu Zenit, Dominasi Sepak Bola Rusia di Tengah SanksiPenampakan jersey baru Zenit yang dikenakan Andrey Mostovoy dan Malcom. (instagram.com/zenit_spb)

Zenit dan Gazprom adalah dua hal yang tak terpisahkan. Namun, "perkawinan" keduanya sebenarnya baru terjadi pada 2000-an. Melansir tulisan Ovsepyan dalam jurnal Soccer & Society berjudul "The History of the Zenit Soccer Club as a Case Study in Soviet Football Teams", pada 1950-an Zenit berada di bawah naungan pemerintah Kota Leningrad (kini bernama St. Petersburg), komite olahraga Uni Soviet, serta organisasi dagang/pekerja yang terafiliasi dengan perusahaan optik LOMO (Leningrad Optical Mechanical Association). 

Baru pada tahun 1999, perusahaan gas (sekaligus salah satu eksporter gas terbesar Rusia ke Eropa) yang sebagian besar sahamnya dipegang pemerintah, Gazprom, masuk sebagai salah satu sponsor. Pada 2005, mereka terjun lebih dalam dengan menjadi sponsor utama klub tersebut. Logo mereka dipasang di bagian depan jersey pemain dan seragam staf. Nama perusahaan pun disematkan dalam nama stadion. 

Seperti kebanyakan perusahaan komersial lain yang berinvestasi di sepak bola, tak ada yang aneh dari kerja sama Zenit dan Gazprom. Namun, kejayaan Zenit justru bermula dari perkawinan tersebut. Sebelum tahun 2005, Zenit paceklik gelar sejak 1984. Mereka selalu kalah pamor dari rival sengitnya di Moskow, macam Spartak dan CSKA. 

Setelah Gazprom datang, Zenit bisa mendatangkan nama-nama high-profile. Sebut saja pelatih Dick Advocaat serta beberapa pemain bintang macam Anatoliy Tymoshchuk dan Fernando Ricksen. Ditambah kehadiran pemain homegrown Andrey Arshavin, Aleksandr Kerzhakov, dan Igor Denisov, bikin Zenit pun tak terhentikan.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Zenit merebut gelar juara RPL dan Piala Super Rusia pada musim 2007. Beberapa bulan kemudian mereka merengkuh UEFA Cup 2007/2008. Sepanjang 2008--2011, Zenit tak berhenti menorehkan prestasi, baik di ranah domestik maupun kompetisi Eropa. 

Baca Juga: 5 Pemain Muda Liga Primer Rusia yang Layak Hijrah ke Liga Elite Eropa

2. Ketersediaan dana jadi kunci kestabilan prestasi Zenit, setidaknya di ranah domestik

Kejayaan Semu Zenit, Dominasi Sepak Bola Rusia di Tengah SanksiLuciano Spalletti saat menjabat pelatih kepala Zenit (instagram.com/zenit_spb)

Kejayaan Zenit berlanjut pada era 2010-an. Luciano Spalletti ditunjuk menggantikan Advocaat pada 2009. Ia mendatangkan Hulk dari FC Porto dan Axel Witsel dari Benfica pada 2012 yang jadi pemain kunci Zenit usai kepergian beberapa pemain generasi emas mereka. 

Sepanjang 2010-an, Zenit dengan mudah mendatangkan pemain dan pelatih baru, termasuk dari luar Rusia. Andre Villas-Boas, yang pernah melatih Chelsea dan Tottenham misalnya, didatangkan pada 2014. Ia berhasil mengantar Zenit merengkuh juara RPL ketiga pada 2014/2015. Namun, musim berikutnya, performa tim merosot drastis.

Ada faktor eksternal seperti kebijakan pembatasan pemain asing di situ. Dipicu pula dengan beberapa kebijakan kontroversialnya yang dianggap tidak menghargai pemain homegrown, manajemen mengganti Villas-Boas dengan Roberto Mancini pada 2017.  Mancini menambah jumlah daftar pemain asing di Zenit, yakni Domenico Criscito, Sebastian Driussi, dan Leandro Paredes.

Mancini tak lama di Zenit. Belum genap setahun, manajemen dan Mancini sepakat mengakhiri kontrak kerja. Posisinya kemudian digantikan Sergey Semak yang juga mantan pemain dan pernah jadi asisten pelatih selama beberapa tahun. Semak adalah pelatih kepala lokal kedua yang direkrut Zenit sejak Gazprom menguasai klub tersebut. 

Meski sempat diragukan, Semak ternyata mampu membawa Zenit mendominasi sepak bola Rusia. Sejak 2018/2019 hingga 2022/2023, gelar juara RPL selalu digondol klub berkostum biru langit itu. Bila Mancini membawa pemain Argentina ke skuadnya, Semak banyak mendatangkan pemain Brasil.

Dimulai dengan Malcom dan Douglas Santos pada 2019; Wendel pada 2020; Claudinho pada 2021; Mantuan, Quaresma, Cassiera, dan Rodrigao pada 2022; serta Robert Renan pada 2023. Didukung kepergian Artem Dzyuba, Sardar Azmoun dan Dejan Lovren, para pemain Brasil lebih leluasa menempati lini belakang, tengah, dan depan Zenit. Mereka jadi pilihan utama Semak sebagai starting eleven mengalahkan pemain-pemain lokal Rusia lain.

Sejak pemain Brasil mengisi skuad Zenit, mereka tak menemukan kesulitan berarti di liga domestik. Zenit bisa dengan mudah mengalahkan rival terberat mereka dengan kemenangan telak. Pada 2021/2022, Zenit mengalahkan Spartak dengan skor 7-1. Lokomotiv pernah dihantam dua kali dengan skor 6-1 dan 5-0. 

Rata-rata akumulasi poin mereka di RPL sejak ditangani Semak selalu jauh di atas runner-up. Bila Zenit bisa mengumpulkan 60-70 poin per musim, poin tim di peringkat dua bahkan tak sanggup menggamit 60 poin. Saat mereka menasbihkan diri sebagai juara RPL untuk kesekian kalinya pada 2022/2023, publik pun tak lagi terkejut.

3. Liga Primer Rusia tak lagi kompetitif?

Kejayaan Semu Zenit, Dominasi Sepak Bola Rusia di Tengah SanksiSelebrasi pemain Zenit usai dinyatakan sebagai juara Liga Primer Rusia 2022/2023. (instagram.com/zenit_spb)

Zenit tak lagi punya rival sepadan di liga domestik. Kala Krasnodar dan Rostov harus bermain dengan skuad yang kurang berpengalaman, Spartak harus membubarkan tim kedua mereka untuk menghemat biaya operasional. Sebagai konteks, Spartak Moskow disponsori Lukoil, salah satu perusahaan gas swasta di Rusia yang manajemennya sempat menyuarakan slogan antiperang.

Kontras dengan itu, Zenit melenggang tanpa perubahan drastis dalam tubuh mereka. Hanya Nike sebagai sponsor kit resmi yang memutus kontrak kerja sama. Pada musim 2022/2023, Zenit sudah tampak mengenakan jersey baru dengan logo Joma yang terpampang jelas. Saat tim Rusia lain terisolasi, Zenit bisa melakoni pertandingan persahabatan melawan sejumlah tim asing, seperti Red Star Belgrade, Sepahan, Johor Darul Tazim FC, dan Fenerbahce. 

Mereka juga tak kehilangan pemain yang berpotensi mengganggu stabilitas tim. Tak bergemingnya pemain-pemain kunci asing di Zenit bisa jadi didasari ketersediaan pekerjaan dan kemampuan klub membayar gaji penuh, bahkan di kala krisis yang menghantui akibat sanksi ekonomi dari Eropa dan Amerika Serikat. Meski sanksi berlaku, ekspor gas Gazprom tidak berhenti. Melansir Reuters, volume ekspor gas mereka memang turun drastis, tetapi masih berlangsung, terutama memanfaatkan pihak ketiga, yakni pipa-pipa milik perusahaan Turki. 

Walau gemilang di RPL, prestasi mereka di Eropa tergolong buruk. Sejak menangi UEFA Cup pada 2008, Zenit tak pernah mencapai sesuatu di level Eropa. Prestasi terbaik mereka sejauh ini adalah mencapai babak 16 besar UEFA Champions League dan perempat final UEFA Europa League. Setiap kali berpartisipasi, Zenit lebih sering gagal di fase grup. 

Tak seperti Serie A yang tiap musimnya menghadirkan kejutan atau English Premier League (EPL) yang amat kompetitif dan hidup, RPL bukan lagi salah satu liga yang punya nilai komersial tinggi. Kemenangan lima kali berturut-turut Zenit membuat RPL tak lagi menarik ditonton. Kondisi itu diperparah dengan absennya tim Rusia di kompetisi Eropa akibat sanksi. Sepertinya tak berlebihan bila menganggap saat ini Zenit menikmati kejayaan semu; mendominasi liga yang tak kompetitif. 

Baca Juga: 5 Pemain Asing yang Gabung Zenit Tanpa Peduli Sanksi FIFA 

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya