Caketum PSSI Bicara soal Kepentingan Politik Jelang Kongres

Fary Djemy Francis merupakan politikus Partai Gerindra

Jakarta, IDN Times - Sepakbola dan politik sering kali didengungkan tak boleh dicampuradukkan. Nyatanya, masih saja sepakbola masuk dalam pusaran politik. Dewasa ini, seseorang yang ingin menguasai sebuah klub sepakbola kebanyakan seolah memiliki tujuan laten, entah untuk urusan bisnis atau kepentingan politik.

Tak sedikit dari mereka memanfaatkan popularitas cabang olahraga untuk mendompleng namanya agar semakin masyhur, termasuk di sepakbola, olahraga yang notabene paling digemari masyarakat dunia.

Baca Juga: Kongres PSSI di Depan Mata, Siapa Calon Ketua Umum Terkuat?

1. Edy Rahmayadi sukses menjadi gubernur setelah menjadi ketum PSSI

Caketum PSSI Bicara soal Kepentingan Politik Jelang Kongrespssi.org

Mantan Ketum PSSI Edy Rahmayadi misalnya, ia menjadi contoh sukses politikus yang berhasil menjadi kepala daerah. Terlepas benar atau tidaknya Edy memanfaatkan klub sepakbola sebagai bantu loncatan karier politiknya, namanya terbukti semakin cemerlang ketimbang sebelum terlibat dalam dunia bal-balan.

Namun, tak sedikit dari mereka yang gagal mengonversi dukungan suporter di klub yang dikelola menjadi dukungan politik, dan hal itu terjadi di Indonesia. Sebut saja, Munafri Ariffudin (CEO PSM Makassar) dan Dodi Reza Alex Noerdin (Presiden Sriwijaya FC) yang gagal dalam Pilkada tahun lalu.

Pada Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI kali ini pun berlaku demikian. Dari jajaran nama yang mendaftar sebagai ketua umum, wakil ketua umum, sampai Exco, masih ada sederet politisi yang ambil bagian untuk mencari posisi di federasi sepakbola Tanah Air. Wajar jika nada sumir masih terdengar perihal adanya kepentingan lain di balik pencalonan mereka.

2. Fary membandingkan kondisi Edy Rahmayadi saat jadi ketum PSSI

Caketum PSSI Bicara soal Kepentingan Politik Jelang KongresIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Menurut salah satu calon ketua umum PSSI yang juga politikus, Fary Djemy Francis, setiap orang punya hak mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum PSSI, toh semuanya sudah diverifikasi Komisi Pemilihan (KP). Ia pun tak menutup kemungkinan adanya orang-orang yang mendaftar sebagai ketua umum punya kepentingan lain.

"Kami tak bisa menutup kemungkinan orang itu punya kepentingan, harus ada semacam fakta integritas, kita ambil contoh Edy Rahmayadi yang awalnya sangat memiliki komitmen mengurus PSSI, tapi dalam perjalanannya jadi gubernur, sehingga waktu terbatas dan akhirnya mundur," kata mantan anggota Komisi V DPR RI 2014-2019 itu kepada IDN Times di Wisma Kemenpora, Jakarta, Rabu (30/10).

Fary pun mengatakan jika sudah masuk ke PSSI, seharusnya tak ada alasan lain selain harus menyediakan waktu penuh untuk sepakbola. Dia pun sesumbar hal itu bisa dipenuhinya jika dia terpilih menjadi ketua umum PSSI, terlebih sekarang tak lagi menjabat sebagai anggota DPR.

3. Fary mengklaim lebih dulu terjun di sepakbola sebelum ke panggung politik

Caketum PSSI Bicara soal Kepentingan Politik Jelang KongresANTARA FOTO/HO-PP Gekira

Terkait latar belakangnya sebagai politikus yang dianggap tak memiliki pengalaman di dunia sepakbola, Fary menyebut, siapapun tak bisa melarang politisi terjun di dunia sepakbola. Lalu, tak bisa juga orang menuding dan mempermasalahkan citra politisi itu sendiri.

"Saya politisi, tapi saya orang lama di sepakbola yang masuk dalam dunia politik, kita gak bisa katakan itu. Ya jadi, makannya yang penting bisa buat perubahan, program bagus, janji dan komitmen dari kepemimpinan itu," ujar pendiri SSB Bintang Timur Atambua, Nusa Tenggara Timur itu.

4. Kongres pemilihan Ketum PSSI masih dianggap kompetisi

Caketum PSSI Bicara soal Kepentingan Politik Jelang KongresANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Namun, Fary tak bisa memungkiri adanya intrik dalam perburuan menjadi orang nomor satu di PSSI. Masalah perubahan jadwal kongres menjadi lebih awal pada 2 November--yang harusnya digelar awal Januari 2020, ia mengaku sedikit aneh, karena hingga kini ada beberapa voter yang belum mendapatkan undangan resmi terkait kongres.

Selain itu, beberapa diskusi dan debat calon ketua umum PSSI yang sejatinya akan digelar pada Kamis (31/10), tak jadi digelar, lantaran dipermasalahkan PSSI. Itu jadi salah satu indikator janji yang tak bisa dijalankan.

5. Apakah majunya jadwal kongres lantaran ada intervensi?

Caketum PSSI Bicara soal Kepentingan Politik Jelang KongresIDN Times/Ilyas Mujib

Hanya saja, ketika disinggung jadwal kongres yang dimajukan lantaran adanya intervensi, politikus Partai Gerindra itu tak malah irit bicara. Ia menyebut hal itu tak bisa disebutkan, karena bukan wilayahnya untuk menjelaskan.

Namun, kata Fary, intrik yang terjadi dalam Kongres Luar Biasa (KLB) ini lantaran sebagian orang masih menganggap pemilihan Ketum PSSI ini seperti kompetisi. Itulah yang menyebabkan ketidakjelasan seperti masalah-masalah di atas terjadi.

Fary akan mengambil sikap tegas jika sampai dua hari ke depan, panitia belum memberikan kejelasan terkait kongres. Jika hal itu menunjukkan ketidakberesan, bukan tak mungkin ia bakal mengundurkan diri dari posisi Caketum PSSI, sebelum kongres berlangsung.

Baca Juga: Jika PSSI Punya Ketua Umum Baru, Apakah Ratu Tisha akan Lengser?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya