Gebrakan PKT Bontang dan Bintang Besar dari Bukit Tursina

Pada masanya, sederet legenda hebat dilahirkan PKT

Jakarta, IDN Times - Jauh sebelum kompetisi profesional bergulir, Kalimantan punya klub jebolan kompetisi Galatama yang sangat ditakuti di kancah sepak bola Indonesia, yakni PKT Bontang. Punya kapasitas membuat kejutan dan melahirkan pemain berkualitas di Tanah Air membuat klub yang dijuluki Laskar Bukit Tursina ini begitu ditakuti lawan pada masanya.

Sejarah panjang klub ini dimulai pada medio akhir tahun 70-an, tepatnya pada era kompetisi sepak bola semi-profesional Galatama dan amatir bergulir. Mereka perlahan menjadi klub mandiri yang memiliki neraca keuangan stabil lantaran disokong perusahaan besar Pupuk kalimantan Timur, berbeda dengan beberapa klub Galatama yang mesti gulung tikar seperti, Warna Agung sampai Krama Yudha Tiga Berlian.

Geliat PKT Bontang mulai terlihat pada saat kompetisi Galatama 1989/1990. Mereka tampil sangat baik dalam ajang tersebut dan berhasil mengakhiri kompetisi di peringkat tiga. Setelah itu, Mereka berturut-turut selalu masuk final pada dua edisi selanjutnya. Hanya saja, tak sekali pun gelar berhasil mereka raih dalam kurun waktu itu dan harus puas sebagai runner up.

Pada musim perdana peleburan kompetisi Perserikatan dan Galatama atau Liga Indonesia 1994/1995 PKT kembali membuat kejutan hingga melangkah ke babak delapan besar. Hanya saja, langkah mereka terhenti pada babak semifinal usai takluk dari seterunya Petrokimia Putra dalam kompetisi yang saat itu dimenangkan oleh Persib.

Puncaknya, kejutan kembali dilakukan PKT saat Liga Indonesia musim 1999/2000. Mereka hampir membuat sejarah dengan menjadi kampiun andai tak kalah dari PSM 3-2 pada babak final yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno itu.

Usai itu, perlahan prestasi PKT terus menurun. Pada 2009 tim sudah tak disokong lagi Pupuk Kalimantan Timur dan berganti nama jadi Bontang FC hingga menghadapi kesulitan keuangan. Puncaknya, mereka dijatuhi sanksi degradasi ke kompetisi kasta ketiga usai pemain dan ofisial diduga terlibat pengaturan skor.

Terlepas dari itu, ledakan PKT dalam mengejutkan kompetisi sepak bola Tanah Air tak lepas dari peran para pemainnya yang cukup baik. Mereka juga acap kali mengorbitkan pemain muda berkualitas. Hal itu tak lepas dari kehadiran Diklat Mandau, akademi yang terus menyortir pemain muda Kalimantan.

Lalu siapa saja pemain-pemain hebat uang membuat nama PKT sangat disegani?

1. Fakhri Husaini

Gebrakan PKT Bontang dan Bintang Besar dari Bukit TursinaFakhri Husaini. (Instagram/@coachfakhri).

Tak salah jika PKT selalu diidentikan dengan nama Fakhri Husaini. Sebab, klub tersebut yang berhasil mengorbitkan namanya hingga menjadi pemain Timnas Indonesia. Menimba ilmu di Diklat Mandau, Fakhri akhirnya bisa sukses meraih prestasi gemilang bersama klub dan Timnas Indonesia.

Yang tak bisa dilupakan adalah penampilan gemilangnya saat membawa PKT tampil pada babak final Liga Indonesia jelang era milenium. Masa itu bisa dibilang jadi prestasi gemilang yang berhasil dipersembahkan oleh mantan pelatih Timnas U-16 dan U-19 ini bagi klubnya itu.

2. Sumardi

Gebrakan PKT Bontang dan Bintang Besar dari Bukit TursinaSumardi kiper PKT. (Instagram/@iwan_ismantono).

Sumardi merupakan pemain yang layak disebut sebagai legenda PKT. Dia adalah pemain yang sangat setia bagi klub tersebut. Jam terbangnya yang tangguh sempat membawa PKT tampil trengginas pada medio 1990-2000. Hal itu pula yang mengantarkan namanya bisa memperkuat Timnas Indonesia pada masa itu.

Pemain yang punya ciri khas rambut kuncir ini justru semakin matang pada usia senja. Sempat hengkang ke Deltras, Persisam Putra, hingga kembali ke Bontang FC, Sumardi akhirnya gantung sepatu pada usia 41 tahun di Mitra Kukar.

Baca Juga: Subsidi Klub Liga 1 Belum Cair, CEO PSIS Semarang Desak RUPS PT LIB

3. Djet Donal La'ala

Gebrakan PKT Bontang dan Bintang Besar dari Bukit TursinaDjet Donal La'ala (kanan). (Instagram/@timnaslegend).

Djet Donald La'ala merupakan pemain kelahiran Binggai, Sulwasi Tenggara. Namun, bakat sepak bolanya tak diasah di kampung halaman, melainkan di Kota Palu bersama Persipal. Sukses menimba ilmu dengan klub tersebut, namanya mulai terendus dan direkrut PKT.

Perjudian mendatangkan Djet Donald ternyata berbuah hasil. Penampilan lugas pemain yang berposisi sebagai bek itu membuat PKT tampil kuat. Berkolaborasi dengan Fakhri, Djet Donald mampu membawa PKT menjadi runner up Liga Indonesia pada edisi 1999/2000.

Berbekal penampilan mengilap bersama PKT, Djet Donald akhirnya direkrut PSM dan setelah itu terus melanglang buana hingga berseragam Persija. Namun, baru pada usia 33 tahun dirinya baru bisa dipanggil untuk memperkuat Timnas Indonesia.

4. Marthen Tao

Gebrakan PKT Bontang dan Bintang Besar dari Bukit TursinaMarthe Tao saat masih memperkuat Arema. (FOTOANTARA/R Rekotomo/pd/07).

Marthen Tao merupakan pria kelahiran Sorong, 4 Maret 1979. Dibekali kemampuan dan skill yang dimiliki khas anak Papua, namanya diorbitkan bukan dari tanah kelahirannya, karena PKT di bawah Syamsudin Umar-lah yang mampu membuat pemain lincah ini diperhitungkan di kancah sepak bola Indonesia.

Marthen tercatat sebagai pemain yang lahir pada masa keemasan PKT di medio 1999/2000. Usai memperkuat klub tersebut selama empat musim, Marthen mencoba peruntungan dengan pindah ke Arema.

5. Ponaryo Astaman

Gebrakan PKT Bontang dan Bintang Besar dari Bukit TursinaInstagram/@ponaryo11astaman

Ponaryo Astaman merupakan nama lainnya yang lahir dari Diklat Mandau. Dia pun masuk dalam skuat terbaik PKT bersama Marthen Tao, Djet Donald, hingga Fakhri Husaini. Pemain kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur, 25 September 1979 itu menjelma menjadi salah satu legenda Timnas Indonesia.

Momen yang paling tak bisa dilupakan oleh Ponaryo adalah ketika memperkuat Timnas Indonesia pada ajang Piala Asia 2004 silam. Pada masa itu pemain yang sempat berkarier di Malacca Telkom Malaysia berhasil mencetak gol cantik dan membawa Timnas Indonesia meraih kemenangan pertama pada ajang tersebut.

Baca Juga: Nasib Liga 1 dan Liga 2 Kala Dikepung Pandemik

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib
  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya