Polemik Rangkap Jabatan Pengurus PSSI dan Pemilik Klub

Mendingan pengurus PSSI tidak rangkap jabatan, deh

Jakarta, IDN Times - Merebaknya isu Persija Jakarta yang menjadi juara settingan di Liga 1 2018, kembali membuka polemik lama yang terjadi di tubuh PSSI. Keberadaan Joko Driyono (Wakil Ketua Umum PSSI) di balik layar Macan Kemayoran dinilai sebagai salah satu yang dicurigai, walaupun tak pernah terbukti ia melakukan intervensi terhadap keputusan yang menguntungkan Persija.

Tentu, hal ini membuka tabir bahwa sepakbola dan politik tak boleh dicampuradukkan. Terlepas dari ada atau tidaknya konflik kepentingan, hal itu bisa membuat citra PSSI semakin negatif di mata publik. Pasalnya, hal itu sudah menjadi masalah laten yang terjadi di sepakbola Indonesia. 

Sebelum isu yang melanda Persija kali ini, beberapa klub pun sempat dianggap diuntungkan oleh beberapa orang yang memiliki rangkap jabatan di PSSI dan klub.

1. Edy Rahmayadi sempat menjadi pemilik saham mayoritas di PSMS Medan

Polemik Rangkap Jabatan Pengurus PSSI dan Pemilik KlubHumas Pemprov Sumut

Edy Rahmayadi saat ini merupakan Ketua Umum PSSI, dan juga dewan pembina PSMS. Sebelumnya, ia memiliki posisi cukup krusial sebagai pemilik saham di PT. Kinantan Medan Indonesia (PSMS) sebesar 51 persen. Tentu hal itu menimbulkan kecurigaan. Sebab, PSMS sejak awal musim dianggap belum layak untuk tampil di Liga 1 karena verifikasi masih dianggap belum layak. Namun, hal itu berubah jelang sepak mula Liga 1 digelar.

Baca Juga: Dituntut Mundur, Edy Rahmayadi Malah Siapkan Program PSSI hingga 2045

2. PSMS sempat tak lolos verifikasi di Liga 1

Polemik Rangkap Jabatan Pengurus PSSI dan Pemilik Klubinstagram/@psmsmedanofficial

Pada awal kompetisi, PSMS sebetulnya tak lolos verifikasi soal kelayakan stadion. Klub ini tak mencukupi standar kelayakan penerangan karena lampunya hanya mampu menerangi 500 lux saja. Padahal, berdasarkan regulasi dari PT.  Liga Indonesia Baru (LIB) minimal harus memiliki 800 lux.

Isu beredar, mundurnya sepak mula Liga 1 yang semula akan dimulai pada 3 Maret 2018 harus mundur untuk menunggu verifikasi kedua dari PSSI. Seperti yang sudah diduga, usai verifikasi kedua, tim berjuluk Ayam Kinantan tersebut lolos karena berhasil meningkatkan penerangan stadion menjadi 818 lux.

Wajar jika publik curiga ada keterlibatan Edy dalam kasus tersebut. Pasalnya, ia punya kans untuk mengintervensi keputusan PT. LIB karena merupakan Ketum PSSI.

3. Persib sempat diuntungkan kebijakan pemain asing

Polemik Rangkap Jabatan Pengurus PSSI dan Pemilik KlubPersib.co.id/Rivan Mandala

Persib Bandung pun tercatat pernah dianggap anak emas saat kompetisi musim lalu, tepatnya tahun 2017. Posisi Glenn Sugita sebagai Komisaris PT. LIB membuat beberapa kebijakan kompetisi dianggap menguntungkan Persib.

Saat itu, PSSI yang dipimpin oleh Edy Rahmayadi menentukan kebijakan dalam kompetisi Liga Indonesia, bahwa setiap tim hanya bisa menggunakan tiga pemain asing saja.

Hanya, keputusan itu direvisi kembali dua hari pasca-kedatangan eks bintang Chelsea, Michael Essien dan mantan penyerang West Ham, Calton Cole, ke Persib. Tentu keputusan itu dianggap menguntungkan bagi Maung Bandung karena mereka saat itu sudah memiliki empat pemain asing.

Selain nama-nama itu ada juga nama Iwan Budianto yang juga tercatat sebagai investor Arema FC. Serta, Joko Driyono yang juga menjadi pemegang saham mayoritas di Persija Jakarta.

4. Statuta FIFA tak melarang adanya rangkap jabatan

Polemik Rangkap Jabatan Pengurus PSSI dan Pemilik Klubpssi.org

Akan tetapi, berdasarkan statuta FIFA yang berlaku, pemilik klub dan pengurus perkumpulan sepakbola memang tak dilarang untuk rangkap jabatan. Jadi, siapa pun mereka, sah-sah saja memiliki klub walaupun berstatus sebagai pengurus PSSI atau operator liga.

Statuta FIFA ini juga didukung oleh sejarah masa lalu sepakbola Indonesia. PSSI kala itu diinisiasi oleh tujuh klub masa lalu seperti, Persebaya Surabaya, PPSM Magelang, Persib Bandung, Persija Jakarta, PSM Makassar, Persis Solo, dan PSIM Jogjakarta bersama Soeratin Sosrosoegondo.

Namun, lain dulu, lain sekarang. Dulu pengurus klub menginisiasi untuk membuat federasi yang sehat karena minimnya sumber daya manusia yang paham cara membuat federasi dan menciptakan ikli sepakbola yang berkembang pesat.

Sekarang, sudah banyak stakeholder yang mengerti bagaimana mengurus sepakbola, mulai dari mantan pemain dan juga orang-orang yang ada di luar federasi. Hanya, mereka masih belum diberi kesempatan saja.

5. Kredibilitas PSSI menurun karena dianggap ada politik kepentingan

Polemik Rangkap Jabatan Pengurus PSSI dan Pemilik Klubinstagram/@akmalmarhali

Bisa dibilang, menurunnya kredibilitas PSSI diakibatkan oleh penilaian publik terhadap kebijakan federasi yang cenderung dimanfaatkan orang-orang yang rangkap jabatan. Itu bisa diamati dari beberapa kasus yang belakangan ini terjadi.

Maka jadi hal yang wajar jika banyak orang berpikir, lebih baik pengurus PSSI tak rangkap jabatan. Hal itu juga diamini oleh Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali. Menurut Akmal, saat seseorang dalam dua posisi penting, maka saat itu kepentingan akan masuk menyeret ke hal yang kurang baik.

"Misalnya, keinginan membawa timnya ke berprestasi atau menyelamatkan tim dari degradasi akan mengotori kepentingan untuk memajukan sepakbola Indonesia. Hal itu akan mengotori muruah sepak bola yang menjunjung tinggi sportivitas dan fairplay,” beber Akmal Marhali.

Lebih jauh, Akmal berkata, rangkap jabatan itu bak berdiri dalam dua perahu yang berbeda haluan. Cepat atau lambat pasti akan terjatuh, karena pijakan antara kaki kanan dan kiri tak sama. Tak ayal, hal itu pasti akan membuat seseorang memilih satu perahu (kepentingan) yang akan dipilihnya.

Baca Juga: Diisukan Ketua PSSI, Erick Thohir Ingin Kelola Liga

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya