PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesia

Sepak bola jadi alat pemuda Indonesia melawan kolonilaisme

Jakarta, IDN Times - Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia jadi salah satu organisasi yang punya andil dalam kemerdekaan Indonesia. Menarik bagi kita untuk kilas balik, bagaimana PSSI iktu berjuang dalam sejarah kemerdekaan tanah air.

Ya, PSSI bukan organisasi sembarangan. Ini adalah badan sepak bola pertama di Indonesia, tertua, dan menjadi alat perjuangan dalam memerangi kolonialisme melalui sepak bola. Tak pelak, sejarah sepak bola Indonesia tak akan mungkin dilepaskan dari semangat melawan penjajah.

Sepak bola Indonesia bukan "anak baru". Jauh sebelum tanah air lepas dari kolonialisme, sepak bola sudah masuk ke Indonesia sejak medio 1800-an akhir. Hanya saja, permainan ini belum bisa dinikmati pribumi dan baru dimainkan oleh tangsi militer Belanda.

Bukti tersebut dipertegas dalam teks yang dikutip di laman RSSSF, di mana sejak 1887, sepak bola sudah sering dimainkan dimainkan oleh orang-orang Belanda di Gymnastiek Vereeniging, sebuah gelanggang olahraga yang dibangun pada masa Hindia Belanda. Beberapa orang Indonesia kala itu hanya menjadi penonton di pinggir lapangan saja.

Dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan, baru di pengujung 1880-an, orang-orang pribumi mau pun keturunan Tionghoa di Nusantara bisa ambil bagian dalam olahraga tersebut. Mereka mulai guyub dengan kaum kolonial dan mengikuti pertandingan-pertandingan di pelbagai kota besar yang ada di wilayah Jawa.

1. Pada 1924, sejarah sepak bola Indonesia mencatat bahwa pemuda Tanah Air berhasil membuat badan sepak bola nasional yang diakui FIFA

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan IndonesiaSKTammeauto

Pada medio 1914, ajang resmi bal-balan perdana di Indonesia dimulai. Dalam rangka memperingati koloniale tentoostelling (perayaan kolonial Belanda) pemerintah Hindia Belanda menggelar kejuaraan sepak bola yang diikuti 4 tim dari perwakilan kota besar di Jawa, yakni Bandung, Batavia (Jakarta), Surabaya, dan tuan rumah Semarang.

Animo masyarakat terhadap sepak bola ternyata sangat besar dan terus berkembang ke pelbagai daerah. Pemerintah Hindia Belanda, yang notabene masih mengatur sepak bola kala itu, lantas menggelar kejuaraan dengan skala yang lebih besar dengan nama Stedenwedstrijden, yakni embrio lahirnya kompetisi sepak bola di masa yang akan datang.

Kejuaraan tersebut menjadi pemicu bagi para pemuda Indonesia berjuang melawan penjajahan lewat olahraga. Tak disangka, maraknya sepak bola ternyata mulai menyatukan para pemuda pribumi di pelbagai wilayah. Mereka mendirikan perkumpulan-perkumpulan mulai dari Bond Batavia (WJVB), Bond Surabaya (SBV), Bond Bandung (BVB), dan Bond Semarang (Semarangsch Voetbal-bond en Omstreken/SVO).

Para pemuda dari empat perkumpulan daerah Indonesia pun membuat pergerakan yang lebih masif. Mereka berhasil  mendirikan organisasi setara federasi sepak bola negara bernama Nederlandsch-Indische Voetbal Bond (NIVB) yang diakui oleh pemerintah Hindia Belanda. Sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan mencatatkan federasi itu berdiri pada 20 Oktober 1919.

NIVB pun langsung tancap gas dengan masuk dalam keanggotaan federasi sepak bola dunia, yakni FIFA pada 15 April 1924, dan ditetapkan secara resmi pada 24 Mei 1924.

Baca Juga: Ketum PSSI Ungkap 3 Pesan Penting Presiden Jokowi untuk Sepak Bola

2. Jong tiap daerah mendirikan bond baru yang dapat mengakomodir para pencinta sepak bola Indonesia

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesiahttps://javapost.nl

NIVB ternyata memicu jong-jong di daerah lain seperti Yogyakarta, Malang, Madiun, dan lainnya, melahirkan bond-bond baru. Mereka mulai aktif dalam organisasi tersebut dan menjadikan olahraga itu sebagai alat persatuan untuk membuat pergerakan melawan kolonialisme.

Mencium gelagat tersebut, pemerintah Hindia Belanda pun terus mempersulit pergerakan bond-bond dalam beraktivitas. Para pemuda acap kali sukar untuk bermain atau sekadar menonton pertandingan sepak bola, karena lapangan-lapangan yang bisa digunakan masih dikuasai kaum kolonial. Cuma masyarakat pemilik gulden (mata uang Hindia Belanda) saja yang boleh menikmati permainan dan menonton sepak bola.

Kenyataan tersebut yang membuat jong-jong di tiap daerah semakin gerah. Mereka melakukan perlawanan dengan menggalang kekuatan lebih besar di tiap daerah dengan mendirikan perkumpulan anyar untuk menekan pemerintah Hindia Belanda. Tujuannya agar mengakomodir pribumi bisa menikmati sepak bola.

Gelombang pergerakan jong-jong melalui sepak bola untuk menentang kolonialisme pun terus membesar dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan. Semua pemuda mulai sejalan dengan menjadikan si kulat bundar jadi medium perjuangan mencapai kemerdekaan di Indonesia.

Hal itu pula yang membuat jong-jong yang diinisiasi oleh Ir Soeratin Sosrosoegondo ikut mendorong pergerakan Sumpah Pemuda yang berhasil dihelat pada Oktober 1928. 

3. Soeratin menantang penjajahan Belanda lewat sepak bola

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan IndonesiaKetua Umum PSSI pertama, Ir. Soeratin Sosrosoegondo. (pssi.org).

Pergerakan Soeratin dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan memang langsung menggebrak. Padahal, usai kembali ke Tanah Air selepas menamatkan pendidikan tinggi di Sekolah Teknik Tinggi di Hecklenburg, Hamburg, Jerman tepat pada awal 1928, dia disibukkan dengan pekerjaannya di perusahaan konstruksi milik Belanda.

Namun, di sela-sela kesibukannya itu, secara diam-diam Soeratin aktif di organisasi kepemudaan. Tujuannya untuk menggalang kekuatan pemuda melawan kolonialisme lewat sepak bola. Lewat situ, dia berhasil menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda.

Para pemuda seakan memiliki keberanian berlipat dalam melawan penjajahan. Mereka mengamalkan butir-butir keputusan yang telah disepakati bersama dalam pertemuan para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda).

Saking seriusnya, para pemuda yang dikomandoi Soeratin menggalang  terus mengumpulkan pemuda yang gemar bermain sepak bola. Mereka semakin gencar menggelar pertemuan bawah tanah untuk mewujudkan cita-citanya menciptakan organisasi otonom di lapangan hijau tanpa diatur pemerintah Hindia Belanda.

4. Soeratin memimpin pergerakan bawah tanah pemuda lewat bond-bond sepak bola

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesiasteemit.com/buku Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepakbola

Pergerakan bond-bond yang dikomandoi oleh Soeratin semakin kentara saja dalam menunjukkan rasa kecintaannya terhadap Indonesia. Mereka pun kala itu rajin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di Solo, Yogyakarta, dan Bandung. Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID).

Dilansir dari laman resmi PSSI, dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan, Soeratin sempat mengadakan pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, dengan Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya. Tujuannya adalah mematangkan gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional.

Tak sampai di situ, dia dan beberapa rekannya pun mematangkan gagasan tersebut dengan menggelar kembali pertemuan di Bandung, Yogyakarta, dan Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional. Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan cara kontak pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi Ketua Asosiasi Muda Magelang.

Puncaknya, ketika tujuh bond, yakni Voetbal Indonesische Jacatra (VIJ), Bandoengsche Indonesische Voetbalbond (BIVB), Persatuan Sepak bola Mataram (PSM Yogya), Voerslandshe Voetbalbond (VVB Solo), Madioensche Voetbalbond (VVB), Indonesische Voetbalbond Magelang (IVBM), dan Soerabajasche Indonesische Voetbalbond (SIVB), menggelar pertemuan serius di Gedung Sosietet Hande Priyo di bilangan Jalan Sriwedani, Gondomanan, Yogyakarta.

Baca Juga: Dari PSSI hingga BIN, Ini Sepak Terjang 10 Jenderal Polisi 

5. Tujuh bond menginisiasi pembentukan PSSI

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesiasteemit.com/buku Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepakbola

Dialog yang dipimpin oleh M Daslam Hadiwasito dan Ir Soeratin Soesrosoegondo itu juga dihadiri beberapa orang, sebut saja seperti R Atot Soerawinata (BIVB),  A Hamid, dan M Amir Notopratomo. 

Ada juga Soekarno (bukan Sukarno, Presiden pertama RI) dari delegasi Vortenlandsche Voetbal Bond Solo (VVB), Kartodarmoedjo  (MVB),  E.A. Mangindaan (IVBM), dan Pamoedji dari Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB).

Para pemuda yang mewakili bond pribumi itu terlibat perdebatan serius sampai akhirnya sepakat mendirikan badan nasional baru bernama Persatuan Sepak raga Seluruh Indonesia (PSSI) pada 19 April 1930. Nama itu tak bertahan lama karena dalam waktu singkat diubah menjadi Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) saat kongres perdana digelar di Solo di tahun yang sama.

Setelah itu, dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan, bond-bond tersebut mulai menasionalisasi diri.

Dikutip dari buku Persib Undercover: Kisah-kisah yang Terlupakan melansir Majalah Panji Poestaka, beberapa bond yang telah ada sebelumnya mengubah nama mereka menjadi lebih nasionalis, termasuk dari Bandung, yakni BIVB. Perkumpulan sepak bola asal Kota Kembang tersebut berganti nama ke dalam bahasa Indonesia menjadi Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB).

6. Indonesia sempat manggung di Piala Dunia 1938 menggunakan nama Dutch East Indies (Hinda Belanda)

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesiahttps://javapost.nl

Mereka menjadikan PSSI sebagai organisasi otonom yang tak menggantungkan segalanya ke Pemerintah Hindia Belanda. Mereka secara mandiri bisa menggerakkan roda organisasi. Tapi, hal itu tak membuat mereka melupakan Belanda, negara yang mengenalkan sepak bola di Bumi Pertiwi.

PSSI pun membuka kerja sama dengan Nedherlands Indishe Voetbal Unie (NIVU), yang kala itu menjadi federasi sepak bola yang diakui Hindia Belanda. Mereka berjalan beriringan dengan membentuk beberapa turnamen untuk mewadahi pemain-pemain potensial mengembangkan kemampuannya.

Di sisi lain, PSSI kembali melakukan terobosan dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan. Sebagai federasi sepak bola tertinggi di Indonesia, mereka langsung menggelar kompetisi otonom yakni kompetisi Perserikatan, yang notabene jadi cikal bakal dari liga profesional di Tanah Air.

Seiring kompetisi berjalan, sepak bola Tanah Air pun terus mengalami perkembangan. Walhasil, mereka mampu mencatatkan sejarah sebagai negara pertama dari Asia yang mampu menembus di Piala Dunia di edisi 1938. Namun, kala itu timnas yang berangkat ke Prancis masih menggunakan nama Dutch East Indies (Hinda Belanda).

Beberapa nama tercatat ikut dalam skuat yang berangkat ke Prancis, seperti R Maladi, Achmad Nawir, Tjaak Pattiwael, Hans Taihuttu, Anwar Sutan, sampai Soedarmadji.

Baca Juga: Hikayat Pisang di Sepak Bola, dari Sumber Energi hingga Rasialisme

7. Sepak bola Indonesia sempat mati suri lantaran pendudukan Jepang

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesiaindischhistorisch.nl

Memoar sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan dalam sepenggal kisah menentang kolonilaisme menemui jalan berliku. PSSI pimpinan Soeratin yang jadi salah satu motor melawan penjajah Belanda mulai sulit melakukan aktivitas sejak masuknya Jepang di medio 1940-an.

Bahkan, Jepang yang kala itu bisa mencium jika sepak bola bisa membahayakan penjajahannya. Sehingga akhirnya, mereka tak memberikan kesempatan bagi para pemuda, termasuk yang ada di dalam PSSI untuk melakukan perlawanan. Sampai-sampai, federasi sepak bola Indonesia itu tak lagi berjalan secara mandiri sejak 8 Maret 1942. 

Masih dikutip dari buku Persib Undercover: Kisah-kisah yang Terlupakan, PSSI kala itu masuk dalam naungan IGB. Semua kegiatan olahraga disatukan dalam organisasi Rengo Tai Iku Kai bentukan Jepang. Walhasil, aktivitas bal-balan di lapangan hijau sempat mati suri.

Pada waktu bersamaan, Soeratin pun mulai menghilang setelah melepas jabatannya sebagai Ketua Kehormatan PSSI usai dipilih saat kongres pada 1931. Dikabarkan, pria kelahiran Yogyakarta, 17 Desember 1898 memilih hengkang ke Bandung hingga akhirnya namanya benar-benar tak terdengar lagi.

8. PSSI kembali dihidupkan saat kongres tahun 1950

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesiasteemit.com/Buku Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepakbola

Pada masa invasi Jepang, segala aktivitas masyarakat Indonesia memang sangat sulit. Ideologi fasisme Negeri Matahari Terbit yang diusung bahkan memaksa masyarakat jauh lebih menderita dengan sistem kerja paksa yang dikenal dengan nama Romusha.

Alih-alih melakukan aktivitas sepak bola, mereka lebih sering mengerjakan hal-hal yang berat, termasuk salah satunya pembangunan jalan kereta api jalur Saketi ke Bayah, yang disebut sebagai sistem kerja paksa paling kejam, karena harus mengorbankan hampir 100 ribu orang.

Namun, api perjuangan para pemuda yang sudah dibangun sebelumnya lewat sepak bola tak pernah padam. Para pemuda di tiap daerah terus mengobarkan api perjuangan lewat sepak bola, salah satunya adalah kelompok yang digawangi oleh tokoh asal Yogyakarta, Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Di tengah keterbatasan, pria yang menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah periode 1942-1953 itu bersama kawan-kawannya mampu mendirikan klub bernama Kauman Voetbal Club (KVC), cikal-bakal dari lahirnya Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW). Aksi itu mengingatkan kembali pada sosok Soeratin dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan, yang tak lelah menyuarakan perjuangan pemuda untuk bisa merdeka.

Sementara, di wilayah lain pun tokoh-tokoh sepak bola yang sebelumnya sempat mendirikan PSSI bersama rakyat terus berjuang menggalang kekuatan untuk bisa mengusir Jepang. Sampai akhirnya, perjuangan rakyat berbuah hasil, tatkala Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

9. Kondisi sepak bola Indonesia usai merdeka

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan Indonesiasteemit.com/buku Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepakbola

Selepas Proklamasi, geliat sepak bola Indonesia masih belum bisa kembali sepenuhnya. Untuk melakukan normalisasi, muncul organisasi baru dengan nama Gerakan Latihan Olahraga (Gelora) dan kemudian Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) untuk mengurus organisasi olahraga Indonesia yang bertahan saat bentuk negara masih berstatus Republik Indonesia Serikat (RIS).

Perjuangan bond-bond dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan ternyata belum paripurna, karena Belanda saat itu masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia. PSSI yang dipegang oleh Artono Martosoewignyo itu masih berjuang untuk diakui kembali di Indonesia oleh pemerintah Belanda.

Sedangkan, eks ketua PSSI, Soeratin berjuang di medan perang sejak namanya kembali mencuat pada 1946.  Bukan di lapangan hijau lagi, ia muncul dengan seragam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berpangkat Letnan Kolonel, dan memimpin pasukan untuk mengangkat senjata melawan agresi militer Belanda setelah kemerdekaan.

Pemerintah Belanda masih ingin menguasai Tanah Air, coba memanfaatkan kesempatan dengan kembali menghidupkan NIVU. Bahkan, mereka sempat membuat kompetisi untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan PSSI. Mereka juga menginisiasi untuk melahirkan Voetbal Uni Verenigde Staten van Indonesia/Ikatan Sepak bola Negara Indonesia Serikat (VUVSI/ISNIS), federasi yang bisa mereka atur.

10. Dua kompetisi sepak bola terbesar di Indonesia digabungkan jadi satu

PSSI: Kala Sepak Bola Jadi Alat Perjuangan IndonesiaTimnas Uni Soviet saat bertanding di era 50-an. (goal.com).

Perjuangan keras pun akhirnya berbuah hasil, setelah sistem pemerintahan RIS diubah jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1950, semua organisasi keolahragaan ditata kembali. Untuk organisasi sepak bola yang dinaungi PORI misalnya, mengembalikan lagi nama PSSI lewat Kongres PSSI yang dihelat di Semarang pada 2-4 September 1950.

Di kongres itu juga, PSSI kembali mencetuskan untuk menggelar kompetisi nasional sepak bola amatir dengan format lebih rapi (kompetisi perserikatan) pada tahun 1951. Kompetisi itu berjalan dengan baik, beberapa tim dengan sejarah panjang masih bertahan hingga saat ini, macam Persib (dulu BIVB), Persebaya (SIVB), Persija Jakarta (VIJ), dll.

Melalui kompetisi, perkembangan sepak bola Indonesia pun semakin pesa di kancah Asia.  Bahkan, skuat Garuda mampu lolos ke Olimpiade Melbourne 1956, sebelum akhirnya terhenti pada babak perempat final karena ditaklukkan raksasa dunia ketika itu, Uni Soviet, yang dikomandoi kiper legendaris dunia, Lev Yashin.

Ramang dan kolega harus mengakui Uni Soviet 0-4 pada pertandingan kedua, setelah pada leg kedua berhasil bermain imbang 0-0. Walau gagal, prestasi yang ditorehkan Antun “Toni” Pogacnik ini merupakan prestasi tertinggi dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan sampai saat ini, selama mentas di kancah dunia.

Setelah prestasi yang ditorehkan para pahlawan lapangan hijau itu,  sejak 74 tahun Indonesia merdeka, prestasi sepak bola Tanah Air belum bisa mendunia. Kemelut yang seolah tak ada habisnya di tubuh PSSI dan tangan-tangan mafia pengatur skor antara lain menjadi penyebab mandegnya prestasi sepak bola nasional.

Dalam sejarah sepak bola Indonesia pada masa kemerdekaan hingga kini, timnas kita paling banter cuma bisa meraih gelar juara di kompetisi Asia Tenggara saja. Bahkan, prestasi mereka terus merosot, sampai-sampai, bersaing di ASEAN saja sangat sulit. Terbukti dengan seretnya prestasi yang diraih Timnas Indonesia sampai saat ini, setelah gelar juara terakhir berupa medali emas dipersembahkan pada ajang SEA Games 1991.

Memperingati HUT ke-76 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalaman unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di saat mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Baca Juga: Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Istana Megah Indonesia!

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Ilyas Listianto Mujib
  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria
  • Jumawan Syahrudin
  • Satria Permana
  • Stella Azasya

Berita Terkini Lainnya