Mengenang Program Garuda Muda: Berguru dari Brasil Sampai Uruguay

Gimana para pemain di program ini sekarang ya?

Egy Maulana Fikri, salah satu bintang timnas Indonesis U-19 menjadi perbincangan hangat seiring beredar kabar dia mendapat tawaran trial di beberapa klub Liga Spanyol. Namun, bermain di luar negeri sebenarnya bisa menjadi bumerang bagi pemain asal Indonesia.

Soalnya, alih-alih bisa mendapatkan pengalaman, sang pemain malah bisa cuma menjadi penghuni bangku cadangan. Apalagi kalau ingin langsung masuk klub besar, persaingan masuk tim utama pun bisa lebih ketat dan sulit mendapatkan jam terbang 

Berbicara pemain muda timnas yang bermain di luar negeri, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pernah memiliki berbagai program pelatihan nasional (Pelatnas) jangka panjang di negeri orang.  Hasilnya, beberapa pemain timnas yang ikut program jangka panjang itu juga sempat menyicipi bermain di liga Eropa dan Amerika. 

Sayangnya, meskipun berlatih dan ikut bergabung dengan liga di Eropa dan Amerika Latin, hal itu belum mampu mendongkrak prestasi timnas Indonesia. Belum lagi, nasib para pemain eks program pelatnas jangka panjang itu tidak semuanya sukses. Malah beberapa ada yang namanya tidak terdengar lagi. Walaupun, beberapa memang terus bersinar hingga menjadi legenda Indonesia. 

Nah, apa saja sih program jangka panjang PSSI selama ini? dan sejauh apa hasilnya? 

PSSI Binatama (1979).

Mengenang Program Garuda Muda: Berguru dari Brasil Sampai Uruguaypinggirlapangan.com

Masih ingat Rully Nere, Subangkit, atau Bambang Nurdiansyah? Mereka bertiga adalah bagian dari PSSI Binatama yang menimba ilmu di Brasil. Program itu dicetuskan ketika PSSI dipimipin oleh Ali Sadikin.

Konon katanya, program latihan jangka panjang Binatama itu juga dilakukan untuk aksi diplomasi Indonesia ke Negeri Samba tersebut. Berbicara hasilnya, beberapa pemain dari program itu ikut serta bersama timnas dalam gelaran piala dunia junior Jepang pada 1979. 

Saat itu, Indonesia berhasil lolos ke Jepang karena Irak, salah satu konstentan yang lolos memilih mengundurkan diri. Di bawah asuhan pelatih Soetjipto Soentoro alias Gareng, Indonesia berlaga di kejuaraan kasta tertinggi level junior tersebut. 

Sayangnya, perjalanan Indonesia di kejuaraan junior itu tidak cerah. Tergabung satu grup dengan tim kuat seperti Argentina, Polandia dan Yugoslavia, nasib Indonesia luluh lantah pada fase grup.

Tim garuda muda dibantai 0-5 oleh Maradona dkk, lalu digasak 0-6 dengan Polandia, dan terakhir tak berdaya 0-5 di tangan Yugoslavia. Tak hanya itu, beberapa eks lulusan PSSI Binatama itu juga ikut serta dalam timnas Indonesia Pra Piala Dunia 1982. 

Tergabung bersama Australia, Selandia Baru, Fiji, dan China Taipei, Indonesia hanya berhasil menduduki peringkat ketiga dengan poin 6. Selandia Baru menjadi konstentan yang lolos ke babak selanjutnya selaku pemimpin klasemen grup 1 tersebut. 

Memasuki 1984, bisa dibilang berakhir pula era PSSI Binatama. Soalnya, PSSI sudah memiliki program baru yakni, PSSI Garuda I. PSSI Garuda I itu pun bukan program seperti Binatama yang mengirimkan pemain ke luar negeri. Untuk program itu, pemain timnas dididik seperti militer. 

Sayangnya, program itu dinilai tidak berhasil, tetapi PSSI tak patah arang dengan kembali membentuk Garuda II pada 1988. Pola pada PSSI Garuda II berbeda, kali ini pemain timnas fokus dilatih teknik dasar sepak bola tanpa campuran bumbu militer seperti sebelumnya.

PSSI Primavera (1993).

Mengenang Program Garuda Muda: Berguru dari Brasil Sampai Uruguaytwitter.com/pssi__fai

14 tahun berselang, PSSI kembali membuat program pelatnas jangka panjang. Kali ini diadakan di negeri Pizza, yakni Italia. Program itu pun berhasil menciptakan beberapa pemain besar, seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bejo Sugiantoro, Kurnia Sandy, Bima Sakti, Yeyen Tumena sampai Anang Maruf. 

Kurniawan, Bima Sakti, dan Kurnia Sandy pun sempat mencecap liga di Eropa. Kurnia Sandy dan Kurniawan sempat masuk skuad utama Sampdoria, salah satu tim di Liga Italia. Walaupun, keduanya sulit bersaing untuk bisa mendapatkan tempat utama.

Seperti Kurnia Sandy yang sulit mendapatkan pengalaman bermain karena harus bersaing dengan kiper utama tim asal Italia tersebut. Lalu, Kurniawan malah di pinjamkan ke FC Luzern, klub liga kasta tertinggi Swiss. Bahkan, dia sempat mencetak gol ke gawang FC Basel. 

Selama di Swiss, Kurniawan bermain sebanyak 12 kali sebelum kembali ke Sampdoria dan akhirnya memilih pulang kampung ke Indonesia. Selain itu, Bima Sakti juga sempat merasakan bermain di klub Swedia, Helsinborg. Sayangnya, dia hanya bermain selama semusim di sana dan lebih banyak duduk di bangku cadangan.

Pemain Indonesia yang sempat berlaga di liga Eropa itu memilih pulang kampung pun ada faktor rindu dengan rumah. Perbedaan budaya dan iklim juga jadi salah satu faktor yang membuat mereka tidak betah. Adapun, prestasi dari para pemain PSSI Primavera ini adalah mengantarkan Indonesia berhasil lolos ke Piala Asia untuk pertama kalinya pada 1996. 

Saat itu, pemain PSSI Primavera yang masih terpilih dalam skuad timnas antara lain Kurnia Sandy, Aples Tercuari, Yeyen Tumena dan Bima Sakti. 

PSSI Baretti (1995).

Mengenang Program Garuda Muda: Berguru dari Brasil Sampai Uruguayliputan6.com

Setelah membuat program timnas Primavera, PSSI kembali membuat program serupa yakni, PSSI Barreti. Pada program ini, diseleksi pemain muda yang akan diikutsertakan pada kompetisi u-16 di Italia. 

Sayangnya, gaung PSSI Barreti tidak sebesar Primavera, tetapi pada program itu tetap lahir beberapa pemain besar. Beberapa pemain itu seperti, Alexander Pulalo, Charis Yulianto, Uston Nawawi, Elie Aiboy, dan Nova Arianto. 

Ada hal yang cukup menarik pada PSSI Baretti yakni, terkait posisi Nova Arianto. Pada saat masuk ke program itu, eks pemain belakang Persib Bandung itu memiliki posisi penyerang.

Namun, seiring berjalan karirnya, dia pun transformasi posisi menjadi pemain belakang yang tangguh. Untuk hasil dari PSSI Barreti pun bisa dibilang tidak ada yang terlalu mencolok. 

SAD Indonesia.

Mengenang Program Garuda Muda: Berguru dari Brasil Sampai Uruguayreffaarvindo

Nah, SAD Indonesia adalah program jangka panjang terakhir PSSI sebelum dibekukan oleh FIFA. Program SAD ini berjalan sejak 2008 sampai 2013. 

Para pemain yang bergabung di progrm ini akan bertanding selama semusim penuh di kompetisi Uruguay dengan tim bernama Deportivo Indonesia. Bisa dibilang program ini menjadi yang paling banyak memiliki anggotanya, dari era Syamsir Alam dkk sampai Hansamu Yama dkk. 

Sayangnya, dari banyaknya angkatan tim SAD Indonesia itu, hanya beberapa yang masih tampak sampai saat ini. Bahkan, pemain seperti Syamsir Alam yang pernah menyicipi liga Belgia di CS Vise sampai Major League Soccer (MLS) Amerika Serikat (AS) bersama DC United menghilang tanpa jejak. 

Beberapa rekan Syamsir di tim SAD angkatan pertama seperti Alfin Tuasalamony dan Yericho Christiantoko pun juga tidak bersinar. Mereka meredup karena persoalan cedera. Begitu juga Abdul Rahman Lestaluhu yang juga terpaksa merasakan atmosfer liga 2 di Indonesia bersama 757 Kepri Jaya FC  karena persoalan cederanya. 

Sebelumnya, Abdul Rahman bermain bersama Persija, tetapi sayang karirnya di klub Ibukota tidak mulus setelah mengalami cedera parah. Meskipun tampak gagal, tetapi proyek SAD Indonesia itu juga berhasil membentuk beberapa pemain bintang yang masih bermain hingga saat ini. 

Prestasi dari beberapa pemain tim SAD Indonesia ini adalah Juara Piala AFF U-19 pada 2013. Di sana ada beberapa pemain SAD Indonesia seperti Hansamu Yama, Maldini Pali dan Dinan Javier. Menariknya, dalam memperoleh gerak Piala AFF U-19 pada 2013 itu, timnas Indonesia dipimpin oleh kapten Evan Dimas Darmono. Padahal, Evan Dimas pernah tidak lolos seleksi SAD Indonesia. 

Jonoswara Photo Writer Jonoswara

Energik, Pemikir, Humoris

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indra Zakaria

Berita Terkini Lainnya