[OPINI] Buat Apa Mendatangkan Marquee Player Jika Kualitasnya Pas-pasan?

Sekarang tinggal menunggu keseriusan PSSI dan operator liga untuk membawa sepakbola Indonesia ke arah lebih baik lagi

Salah satu aturan baru yang diterapkan oleh PSSI dalam kompetisi tertinggi liga sepak bola Indonesia –Liga 1–adalah keberadaan Marquee Player. Apa dan bagaimana sebenarnya pemain “jenis” ini? Serta apa kontribusinya bagi klub yang memilikinya dan kepada sepak bola Indonesia pada umumnya?

Istilah Marquee Player (MP) sebenarnya sudah lama ada, termasuk di Indonesia sendiri. MP pada hakikatnya adalah para pemain top yang telah diakui prestasinya di dunia. Mereka didatangkan untuk menaikkan kualitas liga sepakbola di negara yang umumnya belum maju. Bagaimana cara mengakuinya? Bahwa pemain tersebut pernah bermain di level tertinggi sepak bola. Ada dua indikator paling mudah, yakni pemain tersebut pernah bermain di Piala Dunia atau pemain tersebut pernah bermain di kompetisi tertinggi liga top Eropa (Inggris, Italia, Spanyol, dll.).

Selain Indonesia sendiri, sejak lama MLS ( Liganya Amerika Serikat), A-League (Liganya Australia) juga mempunya aturan tentang MP ini. Liga sepak bola disana telah dirancang sedemikian rupa sehingga semua aturan jelas adanya termasuk soal pembatasan gaji (salary cap). Nah, karena terbentur aturan tersebut maka diperlukan terobosan untuk mendatangkan pemain-pemain kelas dunia agar penonton mau datang ke stadion, dan sepak bola bisa dijadikan tontonan yang menarik. Karena seperti kita tahu, di negara-negara tersebut sepak bola bukanlah olahraga yang utama untuk diminati. Gaji para MP yang sedemikian tinggi ini biasanya dibayarkan oleh pihak penyelenggara (konsorsium). Atau berbagi dengan klub yang di belanya.

Memasuki kompetisi baru, PSSI coba membuat terobosan dengan berbagai aturannya, termasuk dalam hal MP. Di dalam pasal 31 ayat 3 disebutkan bahwa setiap klub diperbolehkan mendaftarkan satu pemain asing dengan status MP. Kuota penambahan MP ini ternyata tidak mengurangi jatah kuota pemain asing yang dapat dikontrak oleh klub yakni 3 orang (boleh mendaftarkan dua pemain asing yakni non warga negara Indonesia dan satu pemain asing tambahan yang merupakan warga negara anggota AFC). 

Yang menjadi masalah adalah MP yang dimiliki oleh klub kaya ini, boleh dimainkan bersama dengan 3 pemain asing lainnya. Jadi pemain asing yang ada dilapangan bisa berjumlah 4 orang. Tetapi klub lain yang belum mampu mendatangkan pemain kelas MP hanya boleh memainkan 3 orang. Disinilah letak kesenjangan yang sempat diprotes klub-klub peserta liga 1.

Selain aspek teknis diatas, hal yang perlu mendapatkan perhatian, tentunya adalah seberapa besar manfaat yang didapat dengan mendatangkan MP ini ke Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa MP yang datang ke Indonesia saat ini adalah para MP yang merupakan “mantan” bintang dunia. Masa keemasan mereka sebagai pemain sepak bola sebenarnya sudah habis. Yang mereka jual hanyalah tinggal nama besar dan pengalaman saja. Soal skill mungkin mereka masih bisa menunjukkan, tetapi soal fisik, tenaga, dan daya konsentrasi di lapangan, adalah hal yang sulit untuk dipungkiri bahwa mereka sudah di ujung karier sepakbola.

Hal ini tentunya sangat berbeda dengan Liga Tingokok yang sangat jor-joran mendatangkan para pemain dan pelatih top dunia di masa keemasan mereka. Mereka berani bayar harga yang sangat tinggi untuk itu. Pemain seperti Oscar atau Tevez tentunya masih bisa bermain di liga Eropa kalau mereka mau. Berbeda jauh dengan kelas MP yang datang ke Indonesia dimana rata-rata pemain ini adalah pemain yang sekarang tidak bermain di kompetisi tingkat tertinggi atau ada juga yang malah bermain bukan di Eropa.

Dengan fakta diatas, masihkah kita membutuhkan kehadiran MP? Mungkin memang benar kehadiran MP akan membuat penonton berbondong-bondong ke stadion sekedar penasaran, “Mana sih yang katanya pemain mahal itu?” Tetapi sampai berapa lama?

Transfer ilmu yang diharapkan dapat diberikan oleh para MP ini ke para pemain Indonesia khususnya pemain muda, nampaknya sulit direalisasikan. Karena apa yang mau dipelajari kalau yang dilihat justru kemampuannya dibawah apa yang mereka miliki. Mungkin dulu iya, tetapi sekarang setelah kehilangan kecepatan dan kekuatan tenaga? Jangan-jangan lebih hebat pemain muda kita dibandingkan para MP ini.

Kita tidak menolak kehadiran MP tetapi tidak semestinya pemain top yang didatangakan adalah pemain yang berstatus pemain “sisa” dunia. Aturan batasan umur untuk MP juga harus dilakukan. Misalnya MP yang di datangkan harus berumur kurang dari 30. MP yang didatangkan harus langsung ditransfer dari klub di kasta tertinggi liga Eropa, bukannya pemain yang pernah merumput di kasta tertinggi Benua Biru.

Dan juga untuk keadilan dan peningkatan pemain lokal, sebaiknya pemain asing dibatasi jumlahnya dalam setiap pertandingan. Bayangkan kalau dalam setiap pertandingan dua tim yang terdapat MP dan pemain asing, menurunkan semua pemainnya. Di lapangan yang ada 22 orang, delapannya adalah pemain asing –sekitar 36%. Dan pemain asingnya yang ada sebenarnya kualitasnya biasa-biasa saja. Kalau kondisinya begitu maka kesempatan para pemain Indonesia untuk merasakan menit bertanding apalagi pemain muda menjadi sangat sedikit. Dampaknya adalah di kualitas pemain nasional yang semakin tertinggal. Karena sebaik apapun bibit pemain kalau tidak pernah bermain ya percuma saja.

Jumlah MP atau pemain asing sebaiknya cukup dua (2) orang saja satu klub. Dengan dua orang dan yang didatangkan benar-benar berkualitas, tentunya ini lebih baik daripada harus mendatangkan empat (4) orang. Mungkin harga dan gaji dua pemain itu setara dengan empat orang pemain asing. Tetapi kualitas mereka jauh di atas keempat pemain.

Sekarang tinggal menunggu keseriusan PSSI dan operator liga untuk membawa sepakbola Indonesia ke arah lebih baik lagi. Apakah tetap pada pendiriannya atau mau sedikit mengubah peraturan demi kemajuan sepak bola Indonesia. Tetapi apapun itu nantinya, kita tetap dukung sepak bola Indonesia untuk maju.

Salam Olahraga.

leonardi Photo Writer leonardi

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya