Gas Air Mata, Tangis, dan Malam Berdarah di Kanjuruhan

Tragedi besar terjadi di Kanjuruhan

Jakarta, IDN Times - Pelatih Arema FC, Javier Roca, tidak habis pikir. Baru sekali dalam seumur hidupnya, dia menyaksikan begitu banyak mayat di ruang ganti. Pengalaman baru, tetapi memilukan ini dia alami di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).

Roca bercerita, saat itu sedang kembali ke ruang ganti, selepas menjalani sesi konferensi pers pasca laga Arema vs Persebaya. Saat berjalan ke ruang ganti, dia merasa matanya perih. Akhirnya, dia sadar ada sesuatu tidak beres yang tengah terjadi.

"Saat mau ke ruang ganti, di situ sudah mulai terasa, kok mata saya perih. Baru saya sadar kalau ini masalah berat, soalnya banyak juga orang yang lari di lorong, bawa banyak suporter digendong," ujar Roca di Kanjuruhan, Senin (3/10/2022).

Setelah itu, Roca pun masuk ke ruang ganti. Sialnya, di situ situasi tidak membaik. Eks pemain Persitara Jakarta Utara itu melihat 15 sampai 20, kebanyakan anak-anak, sedang terkapar.

Tidak cuma terkapar, nyatanya ada empat sampai lima orang yang sudah meninggal dunia. Di situlah, semua elemen tim Arema FC terpukul, karena ini situasi pertama yang baru mereka alami.

"Pas masuk ke ruang ganti, ternyata di situ ada sekitar 15 sampai 20 orang, kebanyakan anak-anak, sudah terkapar. Tim medis dan pemain kami sempat bantu, tetapi akhirnya ada sekitar empat sampai lima orang yang sudah meninggal dunia," ujar Roca.

Di sinilah, Roca baru sadar, sebuah tragedi besar tengah terjadi di Kanjuruhan.

1. Menjadi saksi mata mayat bergelimpangan

Gas Air Mata, Tangis, dan Malam Berdarah di KanjuruhanSejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan dalam kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Pada Sabtu (1/10/2022) malam, Trisman datang ke Kanjuruhan. Dia berniat untuk menyaksikan laga Arema vs Persebaya, tetapi tak bisa masuk tribune. Dia tidak memiliki tiket. Akhirnya, dia memilih untuk bersantai sambil menyeruput kopi di area luar lapangan.

Namun, saat menyeruput kopi itulah, Trisman sadar ada sesuatu yang salah. Ada keributan yang terjadi, dan ketika dia masuk ke dalam lewat salah satu pintu stadion, situasi sudah kacau. Asap sudah mulai terlihat.

"Saya masuk ke stadion, lalu, ada keributan dan di dalam asap sudah tidak karu-karuan. Saya masuk, lalu ada teman minta tolong, 'pak pak tolong saya pak, teman saya, ayo kita bawa keluar'," ujar Trisman saat ditemui IDN Times di Kanjuruhan.

Sontak, Trisman langsung bergerak. Berdasarkan pengalamannya sebagai SAR Kanjuruhan, dia turut mengevakuasi korban yang berada di salah satu gate. Nahas, yang dia selamatkan justru sudah meregang nyawa. Tangis mulai muncul.

"Saya bawa keluar. Mata saya juga sudah tidak kelihatan, perih. Lalu, saya gotong temannya tadi, taruh di bawah supaya biar dapat angin. Berselang berapa menit kemudian, temannya yang saya tolong tadi meninggal. Temannya tadi itu menangis," kenang Trisman.

Di saat yang bersamaan, Eko Prianto juga mendengar kegaduhan yang sama dari luar stadion. Dia, yang saat itu tengah berada di luar stadion, tepatnya Gate 10, mulai merasakan keanehan tidak lama setelah wasit meniup peluit panjang pertanda laga usai.

"Beberapa menit kemudian, seperti terdengar suara petasan, satu, dua, tiga, sampai empat kali saya dengar," kenang Eko, sembari sesenggukan.

Sesaat, kepanikan terdengar makin menggila. Eko mendengar, pintu stadion seperti digedor secara paksa. Makin lama, gedoran makin terasa kencang, disertai suara teriakan minta tolong. Eko teringat, ada keluarganya yang menonton di gate 13 dan 14.

Bergegaslah Eko ke dua gate tersebut. Di situ, dia sudah melihat banyak orang berteriak. Mereka meminta Eko untuk membuka paksa stadion dari luar. Di gate 13, Eko melihat banyak orang meminta tolong.

Tidak cuma itu, Eko juga melihat, ada banyak yang pingsan, dan mengembuskan nafas terakhir di gate 13. Kala itu, Eko menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, banyak yang berjatuhan, pingsan, dan meninggal dunia di gate 13.

"Banyak wanita menumpuk di sana, berteriak histeris. Ada lima orang, saya bantu evakuasi, mengangkat, menaruh, mengangkat lagi, ke stadion seperti digedor secara paksa. Makin lama, gedoran makin terasa kencang, disertai suara teriakan minta tolong," ujar Eko.

2. Terpisah, dan tidak bersama kembali pada akhirnya

Gas Air Mata, Tangis, dan Malam Berdarah di KanjuruhanSuporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Yanuar dan Alfan tak kuasa menahan tangis di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr Saiful Anwar, Malang. Salah satu kawan mereka, yakni Ahmad Husain, tewas dalam tragedi di Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam.

Yanuar bercerita, bersama Ahmad dan satu rekannya yang lain, Alfan, berniat menyaksikan laga Arema vs Persebaya dari Tulungagung. Awalnya, mereka berniat untuk menonton dari satu tribune.

Akan tetapi, niat itu urung terlaksana. Yanuar, Alfan, dan Ahmad terpisah. Yanuar dan Alfan menonton dari tribune utara. Sedangkan, Ahmad menonton di tribune selatan, dekat gate 12 dan 13. Siapa sangka, perpisahan ini jadi yang terakhir bagi mereka bertiga.

"Kami sempat terpisah, saya dan Alfan tidak tahu posisi Ahmad berada di mana. Saya baru tahu Ahmad selepas lihat video di media sosial. Dari situ, saya dan Alfan kroscek ke rumah sakit. Benar, dia (Ahmad) meninggal," ujar Yanuar sambil sesenggukan.

Sama seperti Yanuar, Arya Catur Erlangga, atau karib disapa Angga, juga mengaku sempat terpisah dengan rekan-rekannya saat tragedi di Kanjuruhan. Dia terpisah ketika akan keluar stadion, tepat setelah gas air mata ditembakkan ke arah tribune.

"Saat situasi mulai kacau, saya langsung gandeng tangan Faruk, Fajar, dan Zidan. Tetapi pada saat yang bersamaan ada yang menarik tangan saya sehingga membuat terpisah dari teman-teman. Kemudian, saya sempat tertindih oleh Aremania lain yang membuat sulit bernapas," ujar Angga.

Angga sempat pasrah. Dia terjepit di pintu 10 Kanjuruhan bersama Aremania yang lain. Beruntung, ada yang tetap menyemangatinya sehingga dia bisa naik kembali ke tribune, dan keluar dari pintu 9. Nahas, satu rekannya, Fajar, meninggal dunia.

"Setelah keluar saya kemudian menuju parkiran. Saat itu saya bertemu dengan beberapa teman dan beristirahat untuk menata napas. Saat itu, saya kemudian mendapat kabar, Fajar sudah tidak ada," ujar Angga.

3. Kehilangan yang memilukan

Gas Air Mata, Tangis, dan Malam Berdarah di KanjuruhanSugeng Riyadi, salah satu ayah dari korban meninggal tragedi Kanjuruhan (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Sugeng Riyadi hanya bisa melamun. Ketika ditemui tim IDN Times di rumahnya, Malang, tampak ada gurat-gurat kesedihan yang belum hilang dari wajahnya. Wajar, dia baru saja kehilangan anak perempuannya, Alvinia Maharani Putri.

Pada Sabtu (1/10/2022) malam, Alvinia bersama kakak dan adiknya menyaksikan langsung laga Arema vs Persebaya di Kanjuruhan. Mereka tidak berangkat bersama. Alvinia, kakaknya, dan adiknya, berangkat bersama teman masing-masing.

"Yang pertama sama temannya, kedua sama temennya juga, yang bungsu juga. Tapi, anak kedua dan kakaknya ketemu di stadion, sempat foto bersama, tapi yang pertama ini tidak memiliki tiket. Anak saya yang kedua itu dapat tiket di tribune 4," ujar Sugeng.

Sang kakak dan Alvinia sempat bertemu, dan menonton di tribune yang sama. Akan tetapi, seiring berjalannya laga, mereka terpisah. Alvinia berada di atas, sedangkan kakaknya turun ke tribune bawah. Perpisahan inilah yang jadi awal petaka.

Singkat cerita, laga tuntas. Situasi rusuh, dibarengi gas air mata yang mulai menyelinap. Sang kakak dan Alvinia terpisah. Sang kakak mencari Alvinia di tribune, tetapi tidak bertemu. Dia mengira, sang adik sudah pulang duluan.

Sugeng terus diliputi perasaan khawatir. Hingga pukul satu dini hari, dia terus menantikan kabar sang anak. Sampai akhirnya, ada yang mengetuk pintu rumahnya, mengabarkan Alvinia berada di rumah sakit. Dia mengira sang anak hanya pingsan.

"Jam satu lebih seperempat, ada orang ketuk pintu, ternyata itu temannya yang tidak ikut. Dia dapat foto Nia (Alvinia), dibilang posisinya di Rumah Sakit Wava Husada. Saya kira dia pingsan," ujar Sugeng.

Rupanya, perkiraan Sugeng salah. Sang anak yang ada di rumah sakit, rupanya sudah terbujur kaku. Dia sudah berpulang keharibaan Sang Maha Kuasa, dan di situlah, perasaan Sugeng hancur dan tak terdefinisikan.

"Ya mau bagaimana lagi, mau marah, ya gimana. Saya sudah tidak bisa ngomong lagi. Jenazah saya bawa pulang ke rumah, langsung dimakamkan," kenang Sugeng.

4. Tak ada tempat yang aman kala itu

Gas Air Mata, Tangis, dan Malam Berdarah di KanjuruhanAparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Surya memilih untuk tidak menggosok matanya. Saat laga Arema vs Persebaya tuntas, dia melihat ada gas air mata yang mulai muncul dari tengah lapangan. Semakin lama, asap dari gas air mata itu mulai menebal.

Alhasil, Surya memilih untuk membuka baju dan menutup wajahnya. Meski gas air mata tidak mengenai tribune VIP yang dia tempati, rasa perih itu tetap terasa. Saat akan kabur dari tribune, ternyata situasi di depan pintu VIP sudah padat.

"Saya sempat cari teman-teman, terus ikut evakuasi di lorong, sampai 30 menit di situ. Karena situasi penuh, saya dan teman-teman mengarah ke ruang ganti pemain. Di situ juga ternyata masih penuh, antre, akhirnya disarankan naik lagi," ujar Surya.

Setelah situasi kondusif, Surya akhirnya bisa keluar lewat lorong ruang ganti. Sesampainya di luar, dia sempat mengevakuasi teman-temannya yang perempuan lebih dulu. Uniknya, saat di luar stadion, dia juga melihat ada gas air mata yang mengarah ke dekatnya.

"Saya kan mengevakuasi dulu teman-teman saya yang perempuan itu, terus ketika proses evakuasi itu, tiba-tiba ada gas air mata nemplok ke dekat saya. Waduh, sempet panik saya, mas," ungkap Surya.

Pihak kepolisian, dalam hal ini Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta, mengakui ada penembakan gas air mata yang dilakukan pasca laga Arema lawan Persebaya. Penembakan ini diarahkan ke beberapa titik, termasuk tribune penonton.

Tercatat, aparat keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah lapangan, tribun selatan (sektor 11, 12, 13) dan tribun timur (sektor 6).

"Dalam prosesnya itu, untuk melakukan upaya pencegahan sampai dilakukan tembakan gas air mata," kata Nico.

Setelah penembakan gas air mata, suporter yang berada di tribun berusaha keluar tribun melalui pintu tribun secara bersamaan. Sehingga berdesakan-desakan, banyak yang tergencet dan terjatuh serta mengalami sesak napas.

"Karena adanya gas air mata, maka mereka pergi keluar ke suatu titik. Kemudian terjadi penumpukan dan terjadi sesak nafas atau kehabisan oksigen, dan sudah ada upaya pertolongan dari tim medis dan dievakuasi ke rumah sakit," kata Nico.

Nyatanya, para korban ini tidak cuma mengalami luka-luka. Lebih jauh, rupanya tindakan dari pihak kepolisian ini memberikan efek yang lebih besar dari sekadar korban luka-luka.

5. Total 600 korban, 131 meninggal dunia

Gas Air Mata, Tangis, dan Malam Berdarah di KanjuruhanBerbagai spanduk duka cita dan dukungan untuk korban Kanjuruhan bertebaran di kota Malang. (IDN Times/Sandy Firdaus)

Buah dari tragedi Kanjuruhan, selain korban luka-luka, banyak juga yang meninggal dunia. Data terbaru dari Dinas Kesehatan Kab. Malang per Kamis (6/10/2022) menyebut, total korban dari tragedi Kanjuruhan ini mencapai 600 orang.

Rinciannya, korban luka ringan-sedang 440 orang, luka berat 29 orang, dan 131 orang korban meninggal dunia. Dokter Forensik RSUD dr Saiful Anwar, Tutik Purwanti, mengatakan korban yang ditemukan dalam kondisi kekurangan oksigen. Rata-rata wajah mereka sembab dan mata kebiruan.

"Kalau sesak napas, berarti dia kekurangan oksigen. Kalau kekurangan oksigen kayak mukanya sembab, matanya kebiruan, iya ada (jenazah seperti itu)," ujar dia kepada IDN Times, Selasa (4/10/2022).

Malam durjana pun tercipta pada Sabtu (1/10/2022) di Kanjuruhan. Nah, sekarang, siapa yang harus bertanggung jawab dalam insiden ini?

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya