LPSK: Ada Beda Penanganan Tragedi Kanjuruhan dan Kasus Duren Tiga

Tragedi Kanjuruhan ditangani begitu lambat

Jakarta, IDN Times - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti perbedaan penanganan antara tragedi Kanjuruhan dengan kasus pembunuhan di Duren Tiga yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, baik itu tragedi Kanjuruhan maupun kasus Duren Tiga itu sama-sama pidana. Namun, dia melihat proses hukum di kasus Duren Tiga begitu maksimal, sedangkan di tragedi Kanjuruhan tidak.

"Dalam kasus Duren Tiga itu, proses hukumnya maksimal. Padahal hanya menyangkut satu nyawa. Ini yang menyangkut 135 orang yang datang untuk mendapatkan hiburan kemudian meninggal, kenapa tidak semaksimal seperti Duren Tiga?" kata Edwin saat dihubungi.

1. Ada beda prosedur penanganan tragedi Kanjuruhan dan Duren Tiga

LPSK: Ada Beda Penanganan Tragedi Kanjuruhan dan Kasus Duren TigaAparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Edwin mengatakan, ada perbedaan prosedur yang dilakukan kepolisian dalam mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan dan kasus Duren Tiga. Padahal, kedua kasus ini sama-sama menarik perhatian dari Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.

"Hal yang menarik pada Duren Tiga ada pernyataan Presiden (Joko Widodo). Artinya, menurut saya, Presiden, Menkopolhukam tidak perlu merangkap Kapolri kalau semuanya berjalan sebagaimana tanggung jawab kewajibannya," ujar Edwin.

"Tapi, peristiwa Kanjuruhan dalam konteks hukum dapat melihat tindak pidana apa saja yang terjadi. Dari beberapa hal ada keunikan, maksudnya ada proses yang berlangsung kurang sesuai sama prosedur," lanjutnya.

Baca Juga: Survei: Fans Kecewa Kinerja PSSI dalam Penanganan Tragedi Kanjuruhan

2. Aparat hukum tak boleh pandang bulu

LPSK: Ada Beda Penanganan Tragedi Kanjuruhan dan Kasus Duren TigaSuporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Edwin mengungkapkan aparat hukum tak boleh bertindak pandang bulu dalam mengusut kedua kasus itu. Apalagi, para korban tragedi Kanjuruhan pastinya sangat menginginkan adanya kejelasan.

"Korban, masyarakat, dan Aremania, merasa belum terpuaskan oleh proses hukum yang ada. Bahwa, pasal buat proses penyidikan okelah, tapi apakah itu cukup menggambarkan peristiwa pidana yang terjadi di Kanjuruhan," kata Edwin.

3. Enam tersangka ditetapkan dalam tragedi Kanjuruhan

LPSK: Ada Beda Penanganan Tragedi Kanjuruhan dan Kasus Duren TigaKomnas HAM sedang menunjukan kondisi pintu sliding door Stadion Kanjuruhan yang memiliki lebar total 2,7 meter, tapi hanya dibuka 150 centimeter saat 1 Oktober 2022. (IDN Times/Santi Dewi)

Sejauh ini, kepolisian telah menetapkan enam tersangka dalam kasus pidana tragedi Kanjuruhan. Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan Pasal 103 Juncto Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang keolahragaan.

Keenam tersangka itu adalah Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi.

Baca Juga: Gelar Aksi Lagi, Aremania: Harusnya Tersangka Kanjuruhan Gak Cuma 6

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya