Skema 3 Bek Jadi Senjata Ampuh di Piala Eropa 2020

Dengan skema tiga bek, banyak tim tampil prima

Jakarta, IDN Times - Skema tiga bek, dengan ragam variasinya seperti 3-4-3, 3-4-2-1, 3-5-1-1, 3-5-2, atau 3-4-1-2, sempat menjadi bahan ejekan di sepak bola modern. Skema tersebut dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Namun, semua berubah dalam beberapa tahun belakangan, khususnya di Piala Eropa 2020.

Sebenarnya, jauh sebelum Piala Eropa 2020, skema tiga bek sejatinya sudah kembali jadi tren. Sosok yang dianggap berjasa membuat skema tiga bek dilirik lagi adalah Antonio Conte. Dia berani memamerkan skema tiga bek dengan segala variasinya bersama Juventus pada 2011 silam.

Hasilnya pun terlihat. Juventus yang awalnya begitu muram, kembali menahbiskan diri sebagai penguasa Serie A. Tidak berhenti sampai di Italia, Conte tetap memeragakan skema tiga bek bersama Chelsea. Karena Conte, skema tiga bek juga populer di Premier League.

Dari situlah, skema tiga bek mendapatkan tempat lagi di sepak bola. Memang, dia tidak menggeser secara langsung skema empat bek. Tetapi skema tiga bek, kerap jadi alternatif jitu saat sebuah tim alami kebuntuan. Sebab, ada variasi lain yang ditawarkan skema tiga bek.

Tidak heran, juru taktik macam Mauricio Pochettino, Thomas Tuchel, serta Pep Guardiola, mulai keranjingan menggunakan skema tiga bek. Di Italia, selain Inter yang memang dilatih Conte, ada Atalanta yang berani memainkan skema tiga bek bersama Gian Piero Gasperini.

Nah, di Piala Eropa 2020, skema tiga bek ini banyak digunakan oleh para pelatih untuk mengakomodir kemampuan para pemain di timnya. Kenapa akhirnya skema tiga bek ini mulai kembali dilirik oleh para pelatih di ajang Piala Eropa 2020?

Baca Juga: Piala Eropa 2024 Pakai Sistem Baru

1. Skema tiga bek lebih cair

Skema 3 Bek Jadi Senjata Ampuh di Piala Eropa 2020Inggris vs Jerman. (twitter.com/EURO2020)

Berdasarkan dari catatan tim teknis Piala Eropa 2020, ada 13 tim yang memakai skema tiga bek di fase grup. Jumlah ini meningkat seiring ketika turnamen memasuki fase gugur. Bahkan, tim seperti Prancis dan Inggris yang lekat dengan skema empat bek, beralih menggunakannya.

Tim-tim macam Denmark, Belgia, serta Swiss, mampu menumbangkan lawan-lawannya dengan skema tiga bek ini di babak 16 besar. Inggris juga sukses mengatasi perlawanan Jerman setelah berani menerapkan skema tiga bek.

Bukan tanpa alasan kenapa akhirnya tim-tim memilih skema tiga bek di fase gugur. Para pelatih di fase grup dan gugur Piala Eropa 2020 senang menggunakan skema tiga bek karena lebih cair. Denmark dapat jadi contoh yang bagus.

Ketika menghadapi Wales, Denmark mampu tampil cair dengan beberapa perubahan skema yang didasari oleh pakem 3-4-2-1. Cairnya permainan lewat skema ini yang tidak dimiliki Wales, sehingga akhirnya kelimpungan hadapi Denmark.

Hal yang sama juga terjadi pada Belgia. Kala menghadapi Portugal dan harus kehilangan Kevin De Bruyne, mereka tetap mampu tampil prima. Fleksibilitas para pemain Belgia dalam menerapkan skema tiga bek jadi kuncinya. Skema ini membuat Belgia dapat bertahan rapat, sekaligus menyerang balik dengan cepat.

Belum lagi, dengan skema tiga bek, banyak kombinasi yang bisa tercipta di lini serang. Pengaturan garis pertahanan juga lebih mudah dilakukan jika sebuah tim menerapkan skema tiga bek, dibandingkan memakai empat pemain bertahan.

Banyak variasi yang dapat diterapkan dan dikembangkan oleh pelatih dengan skema tiga bek. Berpadu dengan kecerdasan pemain dalam memahami keinginan pelatih, tak heran skema tiga bek jadi favorit hampir semua tim di Piala Eropa 2020.

2. Sayap-sayap bisa terbang lebih tinggi dengan skema tiga bek

Skema 3 Bek Jadi Senjata Ampuh di Piala Eropa 2020Joakim Maehle. (hampshirelive.news)

Selain banyaknya variasi yang menjadikan tim lebih fleksibel, skema tiga bek juga memberikan ruang lebih bagi para sayap untuk berkreasi. Pemain yang ditempatkan sebagai wing-back memiliki kuasa penuh untuk menggali potensi dari sisi sayap, saat menyerang maupun bertahan.

Skema tiga bek mengakomodir para pemain sayap, baik itu wing-back maupun inside forward yang ditempatkan di sayap, untuk berkreasi lebih dalam. Contoh kentara adalah bagaimana eksplosifnya Luke Shaw di sisi kiri Inggris ketika dia dipercaya sebagai wing-back.

Salah satu bukti lain dari kontribusi besar wing-back dalam skema tiga bek ini terlihat dari catatan gol yang tercipta selama Piala Eropa 2020. Total, 20 persen gol yang lahir merupakan hasil dari umpan silang, yang mana ada kontribusi wing-back di situ.

Tidak cuma Shaw, Jan Boril, Joakim Maehle, Tomas Hubocan, dan Kieran Trippier, jadi sederet pemain yang mampu menunjukkan sinarnya di Piala Eropa 2020. Belum lagi, skema tiga bek juga mengakomodasi inverted wing-back.

Penerapan inverted wing-back ini tidak jauh beda dengan inverted winger. Jadi, pemain dengan kaki terkuat kaki kanan ditempatkan sebagai wing-back kiri, atau sebaliknya. Dengan begini, jika situasi memungkinkan, wing-back juga bisa menerobos pertahanan lawan dengan dribelnya.

3. Masa depan cerah skema tiga bek

Skema 3 Bek Jadi Senjata Ampuh di Piala Eropa 2020twitter.com/EURO2020

Setelah sempat dilupakan, masa depan skema tiga bek kini makin cerah, melihat fakta yang terjadi sepanjang Piala Eropa 2020 dan beberapa tahun sebelumnya. Apalagi, sederet arsitek top macam Guardiola atau Tuchel yang memang sangat fleksibel, bisa memasukkan opsi ini dalam cadangan taktik mereka.

Ternyata, pada akhirnya skema tiga bek tidak kuno. Dengan pendekatan plus imajinasi yang pas, skema tiga bek dapat menjadi sebuah pilihan lain manakala pakem empat pemain bertahan sudah terlalu kaku. Atau, dia bisa jadi opsi yang menawarkan skema lebih cair, seperti di Piala Eropa 2020.

Baca Juga: Ricuh Final Piala Eropa 2020: Fans Ribut Sampai Pelecehan Seksual

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya