Thomas Tuchel: Melatih Sejak Muda, Berkembang Kemudian

Tuchel mulai melatih sejak ia berusia 27 tahun

Jakarta, IDN Times - Thomas Tuchel resmi menjadi manajer baru Chelsea di sisa musim 2020/21 ini. Begitu diresmikan pada Rabu, 27 Januari 2021 dini hari, ia bahkan langsung memimpin sesi latihan malam Chelsea di Cobham.

Harapan tinggi tersemat di pundak Tuchel. Apalagi, sejauh ini Chelsea di bawah asuhan Frank Lampard gagal berbicara di ajang Premier League 2020/21. Mereka terdampar di posisi 10 klasemen sementara dengan raihan 29 poin, hasil dari delapan kali menang, lima kali imbang, dan enam kali kalah.

Lalu, seperti apakah profil dari Tuchel ini? Sejak kapan ia memulai karier sebagai pelatih dan manajer?

 

1. Memulai karier sebagai pelatih di usia yang muda

Thomas Tuchel: Melatih Sejak Muda, Berkembang Kemudianaugsburger-allgemeine.de

Sebagai pemain, karier Tuchel tidaklah panjang. Ia hanya membela beberapa klub kecil di Jerman, seperti Stuttgarter Kickers dan SSV Ulm. Pada usia 25 tahun, ia harus pensiun dini sebagai pesepak bola karena mengalami cedera lutut yang parah.

Namun, karier Tuchel di dunia sepak bola tetap berlanjut. Pada usia 27 tahun, ia memulai karier manajerial sebagai pelatih di tim muda Stuttgart. Dalam hal ini, Tuchel ditolong pelatih legendaris Jerman, Ralf Rangnick. Ketika itu, Rangnick yang sedang menangani Stuttgart memberikan kesempatan bagi Tuchel untuk melatih tim muda.

Di sinilah karier Tuchel sebagai manajer berlanjut. Sukses menangani tim muda Stuttgart dan menelurkan talenta seperti Mario Gomez dan Holger Badstuber, ia hijrah ke Augsburg. Di sini, Tuchel mulai menunjukkan bakatnya di dunia manajerial. Ia lalu dipercaya menangani tim Augsburg II saat itu.

Tidak lama kemudian, datang tawaran untuk melatih tim senior Mainz pada 2009. Mainz yang baru saja ditinggal Jurgen Klopp membutuhkan manajer baru setelah hengkang ke Borussia Dortmund. Di Mainz inilah, Tuchel mulai memperkenalkan diri sebagai manajer baru yang bertalenta.

Dengan dana seadanya, Tuchel mampu membawa Mainz tampil stabil di ajang Bundesliga. Ia bahkan menelurkan talenta-talenta macam Adam Szalai, Andre Schuerrle, Lewis Holtby, Eric Maxim Choupo-Moting, Loris Karius, Yunus Malli, hingga Shinji Okazaki.

Setelah karier panjang di Mainz, akhirnya, Tuchel memutuskan untuk menapaki karier yang lebih tinggi pada 2015. Panggilan dari Borussia Dortmund datang untuknya.

2. Menapaki karier lebih tinggi bersama Borussia Dortmund

Thomas Tuchel: Melatih Sejak Muda, Berkembang Kemudiangoal.com

Saat Tuchel datang di Dortmund, situasinya tidak beda jauh dengan ketika datang di Mainz. Dortmund baru saja kehilangan Klopp. Tuchel diwarisi tim yang sudah terbiasa dengan sepak bola keras ala Klopp. Siapa sangka, hal ini justru memudahkannya dalam hal penerapan taktik.

Tim Dortmund besutan Tuchel jadi tim yang tetap bertenaga, tetapi juga mampu bermain pragmatis ketika dibutuhkan. Sayang, tidak seperti Klopp, Dortmund-nya Tuchel tidak bisa menghentikan dominasi Bayern Munich yang saat itu diasuh Pep Guardiola.

Alhasil, selama menangani Dortmund, hanya satu trofi yang mampu ia persembahkan, yaitu trofi DFB Pokal pada musim 2016/17. Akan tetapi, catatan Tuchel sebagai manajer Dortmund terbilang apik. Ia mampu mencatatkan persentase kemenangan sebanyak 62,96 persen, hasil dari 67 kemenangan, 23 kali hasil imbang, dan 17 kekalahan dalam 107 laga.

Baca Juga: Akankah Thomas Tuchel Cocok dengan Chelsea?

3. Tuchel mulai bergelimang gelar bersama PSG

Thomas Tuchel: Melatih Sejak Muda, Berkembang Kemudianabcnews.al

Pada Mei 2018, Tuchel kembali menerima tantangan baru. Kali ini, ia memutuskan hengkang ke Paris Saint-Germain (PSG). Di sana, ia harus bergulat bersama dengan pemain-pemain bintang seperti Neymar, Kylian Mbappe, Angel Di Maria, dan beberapa bintang lain.

Namun, Tuchel tidak kesulitan menghadapi itu, Malah, ia jadi manajer dengan gelimang gelar di PSG. Total, dua trofi Ligue 1, satu trofi Coupe de France, satu trofi Coupe de la Ligue, serta dua trofi Trophee des Champions.

Bukan cuma itu, Tuchel juga mampu mengantarkan PSG melenggang ke partai final Liga Champions 2019/20. Mereka gagal menjadi juara setelah takluk dari Bayern Munich di partai final. Bersama PSG, statistik Tuchel juga terbilang apik.

Dari 127 yang Tuchel jalani bersama PSG, ia mampu mempersembahkan 95 kemenangan, 13 hasil imbang, dan 19 kekalahan, dengan persentase kemenangan sebesar 75,6 persen, terbaik sepanjang sejarah PSG di Ligue 1. Rata-rata poinnya di PSG juga besar, yakni 2,37.

4. Minus Tuchel, ia kerap bersitegang dengan petinggi klub

Thomas Tuchel: Melatih Sejak Muda, Berkembang Kemudiangoal.com

Terlepas dari segala raihan apiknya bersama PSG dan Dortmund, Tuchel juga rentan terkena masalah. Ia kerap berdebat dengan petinggi klub. Apalagi, Tuchel memang dikenal berani mengutarakan ketidaksukaannya terhadap kebijakan klub, terutama terkait transfer pemain.

Ketika di Dortmund, Tuchel bersitegang dengan Hans-Joachim Watzke, CEO klub, akibat kebijakan transfer Dortmund yang menjual Mats Hummels, Ilkay Guendogan, dan Henrikh Mkhitaryan. Ia juga berselisih dengan pemain-pemain seperti Roman Weidenfeller, Neven Subotic, dan Jakub Błaszczykowski.

Sedangkan di PSG, Tuchel juga terlibat friksi dengan Direktur Olahraga Leonardo Araujo. Ia mengkritik kebijakan PSG yang tidak membeli pemain bintang, tetapi malah melepas nama-nama seperti Edinson Cavani dan Thiago Silva ke klub lain. Leonardo naik pitam dan mengkritik balik Tuchel saat itu.

Nah, sikap Thomas Tuchel yang semacam ini bisa jadi bumerang bagi dirinya di Chelsea. Pemilik klub, Roman Abramovich, dikenal memiliki tangan besi. Terlibat masalah sedikit, bisa saja Tuchel akan jadi manajer ke-13 yang dipecat Abramovich.

Baca Juga: [BREAKING] Thomas Tuchel Resmi Jadi Manajer Anyar Chelsea

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya