Menarik Benang Merah Tragedi Kanjuruhan Lewat Fakta di Lapangan

Tragedi Kanjuruhan begitu memilukan

Jakarta, IDN Times - Sederet fakta mulai terkuak dalam tragedi yang muncul di Stadion Kanjuruhan, Malang. Mulai terlihat benang merah setelah tragedi yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022) tersebut menewaskan 125 orang.

Proses investigasi memang masih berlangsung. Namun, sepanjang prosesnya, sudah ada beberapa fakta yang sebenarnya bisa jadi acuan. Mulai dari permohonan panitia pelaksana pertandingan Arema, hingga rekomendasi kepolisian.

Lewat fakta-fakta itu pula, media sosial bergemuruh. Sejumlah pihak mendesak beberapa orang untuk mundur dari jabatannya. Salah satu yang paling kencang diminta mundur adalah Mochamad Iriawan dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI.

"Ooh, desakan ya. Biar semua orang bisa bicara apa saja ya," kata Iwan Bule (sapaannya) saat dijumpai para pewarta, Senin (3/10/2022).

Mari kita runut sederet fakta yang bisa menjadi petunjuk dari insiden memilukan ini.

1. Panpel Arema minta jam kick-off dimajukan

Menarik Benang Merah Tragedi Kanjuruhan Lewat Fakta di LapanganSurat balasan dari LIB kepada Arema FC perihal jadwal kick off di Kanjuruhan. (Dok. Istimewa)

Panpel Arema mengaku sudah meminta jam kick-off melawan Persebaya Surabaya untuk dimajukan kepada PT Liga Indonesia Baru. Kala itu, Panpel Arema menyatakan jika mendapat arahan dari Polres Malang untuk memajukan jam lantaran tensi duel pastinya tinggi.

Namun, PT Liga Indonesia Baru menolak permintaan tersebut. Lewat surat bernomor 497/LIB-KOM/IX/2022 tertanggal 19 September 2022 dan ditandatangani oleh CEO Akhmad Hadian Lukita, LIB menolak permohonan jam pertandingan.

Dalam surat itu pula, dijelaskan kalau ada tiga rujukan yang muncul dari keputusan tersebut. Salah satunya adalah "Hasil koordinasi antara PSSI, LIB, dan pemegang hak siar".

Poin inilah yang menjadi pemicu protes dari suporter pasca tragedi Kanjuruhan. Sejumlah kelompok suporter pada akhirnya kembali mengkritisi jadwal main malam yang diterapkan di Liga 1 musim ini.

Mereka merasa kalau PSSI, LIB, dan pemegang hak siar, terlalu mementingkan rating ketimbang keselamatan penonton.

"Kami berharap federasi dan operator berpihak kepada penonton. Jangan ada lagi pertandingan sepak bola malam, pada pukul 20.30. Benahi sistem kompetisi dari manajemen keamanan. Kejadian ini tak boleh terulang," begitu pernyataan resmi Jakmania.

Sementara, pelatih Dewa United, Nilmaizar, meminta semua elemen sepak bola nasional buat memikirkan nasib suporter. Sebab, selama ini suporter sudah berkorban banyak demi mendukung tim kesayangannya.

"Selama ini penonton mengorbankan diri untuk menonton pertandingan selama 2x45 menit. Mereka ada yang rela menginap, keluar uang bensin sendiri, dan lainnya. Saya rasa, memang sudah seharusnya dipikirkan tentang kemudahan penonton untuk menyaksikan pertandingan," ujar Nil kepada IDN Times.

Baca Juga: Suporter Guam Prihatin atas Tragedi di Stadion Kanjuruhan  

2. PSSI akui terlalu santai

Menarik Benang Merah Tragedi Kanjuruhan Lewat Fakta di Lapangan(IDN Times/Aditya Pratama)

PSSI, melalui Sekretaris Jenderal Yunus Nusi, mengaku pihaknya terlalu berpikiran positif, hingga lengah. Yunus mengakui kalau pihaknya tahu Arema meminta jam pertandingan dimajukan.

Namun, karena Bonek, kelompok suporter Persebaya, tak hadir ke Kanjuruhan, PSSI pada akhirnya merasa kalau laga akan berlangsung aman. Yunus menyatakan itulah yang menjadi rujukan pihaknya, Panpel, dan LIB.

"Kami berpikiran positif, ketika tak ada suporter Persebaya datang ke Malang," ujar Yunus.

3. Adanya dugaan over kapasitas di stadion

Menarik Benang Merah Tragedi Kanjuruhan Lewat Fakta di LapanganSuasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Panpel dan Polres Malang akhirnya terus berkoordinasi terkait pertandingan. Sesuai dengan arahan dari PSSI dan LIB, laga akhirnya digelar sesuai dengan jam yang ditentukan.

Polres Malang pada akhirnya memberikan rekomendasi izin keramaian tertanggal 28 September 2022 lalu dan diteruskan ke Polda Jawa Timur. dalam rekomendasi dari Polres Malang dan Polda Jawa Timur, tertera persyaratan untuk membatasi jumlah penonton.

Sesuai dengan protokol COVID-19, penonton di stadion maksimal 75 persen dari kapasitas. Namun, menurut Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD, tiket yang dicetak dalam pertandingan itu mencapai 42 ribu lembar, padahal kapasitas Stadion Kanjuruhan cuma 38 ribu.

"Tiket itu sebenarnya tak melebihi batas kuota. Gak ada luberan penonton. Kalau ada kelebihan kuota, harusnya penonton meluber di tengah," kata Media Officer Arema, Sudarmadji, kemarin.

4. Kesaksian suporter yang memilukan

https://www.youtube.com/embed/rvrE1IU_DwU

Dari berbagai kesaksian suporter, memang ditemukan fakta yang cukup memilukan. Kebanyakan senada, yakni ketika kericuhan pecah, suporter merasa panik karena polisi melempar gas air mata ke tribun.

Saat bersamaan, sejumlah pintu di stadion terkunci. Mereka yang mencari jalan keluar, begitu sulit karena aksesnya terbatas. Pada akhirnya, mereka berdesakan di pintu.

"Banyak pintu, tapi yang terbuka cuma satu. Mereka menggedor-gedor sama teriakan minta tolong, beberapa saat kemudian perempuan, anak-anak dari dalam stadion pingsan dan dibopong keluar stadion," ujar saksi mata, Eko Prianto (39 tahun).

Eko kala itu mulai bergerak, membantu suporter yang mulai kehabisan oksigen. Dia pada akhirnya mendobrak pintu di beberapa sektor.

Tak cuma itu, Eko juga mengevakuasi beberapa korban yang jatuh. Karena tak sanggup, dia akhirnya minta tolong ke petugas.

Dari kesaksian ini, terlihat jelas kalau tak ada sinkronisasi terkait prosedur standar operasional (SOP) dalam pengamanan. Mantan COO PT LIB, Tigorshalom Boboy, menduga kalau SOP yang dipakai kala itu bukan milik FIFA, namun polisi.

"Regulasi PSSI itu harus jadi dasar, acuan terlebih dulu. Setiap laga, ada runutan pertandingan, termasuk security officer. Dijelaskan pula, kapan pintu harus dibuka, penonton boleh masuk, dan tim datang. Ujungnya, laga selesai. Pertandingan tak hanya selesai dalam 2x45 menit, tapi memastikan semua penonton pulang dalam keadaan selamat," ujar Tigor kepada IDN Times.

Baca Juga: Liga 1 Ditunda Lebih Lama Imbas Tragedi Kanjuruhan

5. Panpel dianggap lalai

Menarik Benang Merah Tragedi Kanjuruhan Lewat Fakta di LapanganSuasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Insiden yang terjadi di Kanjuruhan, menurut Komisi Disiplin PSSI, dianggap salah satu bentuk kelalaian Panitia Pelaksana. Ketua Komdis, Erwin Tobing, menyatakan Panpel seharusnya bisa lebih mengantisipasi terjadinya kerumunan di lapangan.

Pun, Panpel dianggap telah bertindak ceroboh oleh Komdis dengan mencetak tiket yang berlebih. Namun, secara detail, Komdis tak bisa merinci seberapa parah over kapasitas yang dialami dalam tragedi tersebut.

Bentuk kelalaian terfatal, menurut Komdis PSSI, adalah pintu di Kanjuruhan banyak yang masih terkunci saat laga sudah memasuki menit 80. Padahal, seharusnya saat itu seluruh pintu sudah seharusnya terbuka. Sehingga, dengan kondisi yang berkembang, para penonton berdesakan di satu titik dan insiden yang memilukan itu terjadi, hingga memakan banyak korban.

"Pintu-pintu yang harusnya terbuka, tapi tertutup. Kekurangan ini jadi perhatian dan penilaian kami terhadap adanya hal-hal yang kurang baik dalam pertandingan. Maka dari itu, saudara Abdul Harris (Ketua Panpel) dan Suko Sutrisno (Security Officer), sesuai Kode Disiplin yang berlaku, tak boleh beraktivitas di sepak bola Indonesia seumur hidup," kata Erwin.

Red: Tulisan ini diproduksi tim IDN Times dengan terjun langsung ke lapangan, mencari kesaksian dari berbagai sumber dan fakta yang berkembang.

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya