[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Horor Ikonis

Kini hadir di Windows (PC) dan konsol terbaru

Apa yang terlintas di benakmu manakala mendengar game berjudul Fatal Frame? Pastinya, aura nostalgia segera hadir dalam bayangan kita. Ya, Fatal Frame memang merupakan sebuah waralaba milik KOEI TECMO yang sudah eksis sejak 2001 melalui PS2. Penulis masih ingat di saat dulu memainkannya dan game tersebut bisa hadir cukup berbeda dibandingkan banyak game horor lainnya.

Nah, pada 28 Oktober 2021 lalu, KOEI TECMO kembali merilis waralaba terbarunya yang berjudul Fatal Frame: Maiden of Black Water. Sejatinya, game ini sudah lebih dulu dipasarkan pada 2014 untuk konsol Wii U. Namun, akhirnya serial horor ini juga dirilis secara multiplatform untuk Windows (PC) dan konsol terbaru PS5 serta Xbox Series X.

Penulis sendiri berkesempatan mencoba memainkannya di PC selama beberapa jam. Bagaimana kesan dan review penulis terhadap Fatal Frame: Maiden of Black Water? Yuk, simak artikel ini!

1. Punya narasi yang cukup unik dan sedikit membingungkan

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Horor IkonisKarakter Yuri Kozukata dalam Fatal Frame: Maiden of Black Water. (dok. KOEI TECMO GAMES/Fatal Frame: Maiden of Black Water)

Fatal Frame memang selalu lekat dengan kisah horor yang lambat dan menegangkan, berbeda dengan game horor, macam Resident Evil, Alone in the Dark, Silent Hill, atau Alan Wake yang melibatkan berbagai macam kekerasan untuk melumpuhkan lawan-lawan kita. Dalam Fatal Frame, kita hanya akan dipersenjatai dengan kamera obscura untuk melawan balik teror hantu yang ada.

Nah, kali ini, developer sengaja menyuntikkan plot dan narasi yang unik. Bagaimana maksudnya? Alih-alih hadir dengan jalan cerita yang linear, Fatal Frame: Maiden of Black Water justru punya konsep percabangan di alur kisahnya. Kita akan mendapatkan seluruh premis dalam game melalui tiga perspektif yang berbeda, yakni lewat petualangan Yuri Kozukata, Miu Hinasaki, dan Ren Hojo.

Gunung Hikami yang menjadi tempat fiktif untuk latar belakang dalam game ini juga tampak misterius. Menurut ceritanya, pegunungan tersebut sudah lama dijadikan zona untuk ritual bunuh diri dan kontak spiritual—mungkin mirip dengan semacam pesugihan. Developer memasukkan kisah dari tiga karakter yang berbeda untuk mendapatkan sebuah ringkasan yang valid.

Yuri adalah karakter utama yang punya kemampuan sebagai perantara antara dunia nyata dan alam gaib. Lalu, Miu sendiri merupakan anak dari protagonis utama bernama Miku Hinasaki yang dulunya menjadi protagonis utama di Fatal Frame pertama. Terakhir, ada karakter bernama Ren yang memiliki latar belakang sebagai penulis. Well, apakah penyampaian premis dan narasi macam ini tidak membingungkan?

Jujur penulis akui bahwa penyampaian plot macam ini dapat mengundang kebingungan, bahkan rasa jenuh. Kenapa? Itu karena ada banyak nama dan peristiwa yang saling terkait dan tidak semuanya pernah dikenal oleh gamer. Apalagi, hampir semua peristiwa atau kejadian yang saling terkait tersebut hanya bisa dibaca melalui jurnal atau artikel. Cukup ribet dan bikin pusing, kan?

Akan tetapi, bukan berarti game ini punya plot yang buruk. Jika bisa mengikutinya dari awal secara perlahan dan mampu mencerna semua jurnal yang ada, kamu pasti dengan cepat memahami apa yang disampaikan oleh developer. Jadi, belajarlah berpikiran out of the box dalam game ini karena di situlah poin utama yang akan disampaikan oleh sang pengembang.

2. Awalnya menegangkan, lama-lama membosankan

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Horor IkonisPemain mengambil foto hantu di Fatal Frame: Maiden of Black Water. (dok. KOEI TECMO GAMES/Fatal Frame: Maiden of Black Water)

Apa yang dihadirkan dalam Fatal Frame: Maiden of Black Water cukup identik dengan seri-seri sebelumnya. Pada intinya, gamer akan menuntaskan misi tertentu dan menghadapi roh atau hantu yang kemunculannya bisa membuat jantung berdetak kencang. Sayangnya, seluruh elemen yang ada kali ini hanya membekas di awal-awal permainan.

Penulis sendiri merupakan gamer pencinta horor, di samping RPG dan strategi. Jika kamu adalah orang yang pertama kali memainkan game ini, mungkin suasana mencekam akan segera kamu dapatkan secara intens dan nyata. Namun, bagi kamu yang sudah memainkan seri Fatal Frame sebelumnya, kisah terbarunya ini justru makin hambar karena begitu banyak konsep repetitif yang ditampilkan.

Keputusan developer untuk merilis game ini di Wii U juga sepertinya menjadi sebuah blunder. Alih-alih mendapatkan ulasan positif karena mekanisme kontrol dalam konsol Wii U, game ini justru dilupakan begitu saja oleh penggemar di luar sana. Itu sebabnya, developer kembali mencoba peruntungan dengan merilisnya ke media multiplatform.

Dalam game ini, kita masih akan selalu membawa kamera untuk memotret sekaligus memukul mundur hantu-hantu yang mengganggu. Uniknya, kita bisa memodifikasi kamera dengan berbagai macam lensa yang tentunya akan berujung pada angka damage yang dihasilkan. Di luar mekanisme permainannya yang intens dan melegenda, ada dua hal utama yang menjadi batu sandungan bagi penulis.

Pertama, ada banyak tempat yang sama dan harus dikunjungi oleh masing-masing karakter. Tentu saja hal ini sangat membosankan meskipun memang terkesan wajib untuk melengkapi plot utama. Kedua, begitu banyak hantu yang bisa kita berondong dengan jepretan kamera membuat aura menyeramkan menjadi hilang sama sekali. Game ini sekilas malah tampak seperti game aksi yang membantai zombi roh.

Secara umum, Fatal Frame: Maiden of Black Water tidak menawarkan hal yang betul-batul baru. Kamu bisa memainkannya untuk tujuan bernostalgia dengan serial Fatal Frame pada era 2000-an. Jika tidak menyukai plot membingungkan dan gameplay repetitif, sepertinya kamu juga bakal gak suka dengan game ini.

Baca Juga: [REVIEW] PUBG: NEW STATE—Dominan pada Perubahan Grafis dan Gameplay

3. Kualitas visual biasa saja

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Horor IkonisFatal Frame: Maiden of Black Water punya visual standar. (dok. KOEI TECMO GAMES/Fatal Frame: Maiden of Black Water)

Tentu ada peningkatan performa visual dibanding versi Wii U-nya. Namun, di mata penulis, semua hal yang berkaitan dengan grafis dalam game ini tampak biasa saja. Kabarnya, versi PS5 dan Xbox Series X juga menampilkan grafis yang dinilai standar. Padahal, game ini mampu memiliki potensi untuk memaksimalkan hardware kedua konsol canggih tersebut.

Tampilan paling buruk ada pada gambaran dari tiap-tiap roh atau hantu. Penampakan mereka sekilas sama saja dengan tampilan visual di game konsol PS3 atau Xbox 360. Untungnya, desain karakter yang dihadirkan oleh KOEI TECMO cukup menyegarkan mata. Yup, dari dulu, mereka memang terkenal jago dalam hal desain karakter yang imut dan memanjakan mata gamer.

Bagi kamu yang menginginkan hal baru, game ini juga dilengkapi dengan pilihan kostum yang terbilang sensual. Dengan tampilan busana yang cukup minimalis, tentu sensualitas karakter juga akan makin terlihat manakala kondisi hujan atau basah. So, jelas bahwa game ini memang dibuat untuk pemain dewasa yang sudah cukup umur.

4. Audio tidak cukup menegangkan

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Horor IkonisAudio dalam Fatal Frame: Maiden of Black Water tidak cukup menegangkan. (dok. KOEI TECMO GAMES/Fatal Frame: Maiden of Black Water)

Penulis sengaja memainkan Fatal Frame: Maiden of Black Water di saat tengah malam menggunakan headset dan dalam kondisi gelap. Hasilnya? Gak ada seram-seramnya sama sekali. Di awal permainan memang kita akan disuguhkan dengan aksi dan audio yang cukup menegangkan. Namun, lama-kelamaan, unsur menyeramkan tersebut menjadi hambar karena terganti dengan mekanisme yang begitu repetitif.

Hal ini diperparah dengan kualitas audionya yang terbilang standar. Memang, sih, suasana horor masih bisa didapatkan. Akan tetapi, ada banyak suara yang justru terdengar melempem. Makin banyak hantu yang ditampilkan dalam satu adegan, makin hambar pula perasaan kita dalam memainkannya. Penulis menyadari bahwa hal ini mungkin sangat bersifat relatif. Namun, memainkan Fatal Frame di tengah malam dan tidak terasa seram? Pasti ada sesuatu yang salah.

5. Nostalgia dengan game horor ikonis

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Horor IkonisFatal Frame: Maiden of Black Water lebih sensual ketimbang horornya. (dok. KOEI TECMO GAMES/Fatal Frame: Maiden of Black Water)

Game ini hadir sebagai pelengkap nostalgia kita dengan game horor ikonis garapan KOEI TECMO. Sayangnya, alih-alih muncul dengan elemen baru, mekanisme yang hadir justru terkesan repetitif, belum lagi jika mengikuti seluruh plotnya yang terkesan bertele-tele dan sulit untuk dipahami.

Secara umum, serial Fatal Frame kali ini mungkin lebih menghibur ketimbang seri-seri sebelumnya. Pasalnya, developer juga memasukkan opsi sensualitas yang bisa kita pilih untuk menyegarkan permainan. Hal ini diperkuat dengan tampilan karakter yang paling detail jika dibandingkan dengan gambaran lingkungan dan para hantu yang ada.

Skor 3/5 adalah nilai akhir yang bisa penulis berikan untuk Fatal Frame: Maiden of Black Water. Jika menginginkan nuansa yang betul-betul mencekam dan menakutkan, sepertinya game ini masih belum bisa melakukannya dengan baik. Namun, kalau hanya ingin bernostalgia dengan game horor yang ikonis, kamu bisa membelinya di Steam seharga Rp580 ribu.

https://www.youtube.com/embed/CaMmSfbF6bo

Baca Juga: [REVIEW] Eldest Souls—Kisah Pemberontakan Manusia terhadap Dewa

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya