[REVIEW] Gods Will Fall—Pembebasan Umat Manusia dari para Dewa

Plot megah yang tak selaras dengan gameplay-nya

Cerita tentang para dewa dan manusia mungkin masih menjadi sebuah daya tarik untuk diangkat ke dalam sebuah game bergenre hack and slash. Kita tentunya masih ingat dengan masifnya pertarungan antara Kratos dengan para dewa Olimpus dan dewa dewi Yunani lainnya. Ya, serial game berjudul God of War tersebut sudah menjadi salah satu karya terbaik dalam dunia game.

Nah, kesuksesan God of War membuat beberapa pengembang mengikuti jejak tersebut, sebut saja game berjudul Gods of Rome, Asura's Wrath, Godus, dan beberapa judul sejenis lainnya. Oke, deretan game ini memang tidak memiliki plot yang identik dengan God of War, tapi tetap saja dewa dan manusia terlibat di dalamnya.

Pada 29 januari 2021, Deep Silver secara resmi merilis game berjudul Gods Will Fall di Steam dengan harga cukup murah, yakni Rp179.999. Dari judulnya saja, kita sudah bisa menebak bahwa game ini akan banyak bersinggungan dengan kisah dewa dewi dan umat manusia layaknya game bertema dewa lainnya. Seperti apa ulasan singkatnya? Yuk, disimak!

1. Plot cerita dibuat secara megah

[REVIEW] Gods Will Fall—Pembebasan Umat Manusia dari para DewaKumpulan pahlawan siap menantang para dewa. (dok. Deep Silver/Gods Will Fall)

Gods Will Fall dibuat dan dikembangkan oleh Clever Beans, sebuah perusahaan pengembang game yang berbasis di Inggris. Yup, jika kamu agak asing dengan nama pengembang ini, hal tersebut wajar karena memang mereka termasuk developer kecil yang cukup jarang menerbitkan game besar. Nah, bagaimana plot cerita dalam Gods Will Fall bisa dikatakan megah?

Bagi penulis sendiri, ide dan rangkaian plot cerita dalam game ini memang tergolong epik, megah, dan identik dengan cerita-cerita dewa pada umumnya. Kekuasaan para dewa selama ribuan tahun akan membuat mereka menjadi sangat otoriter terhadap manusia. Penindasan dan penderitaan yang dialami manusia akan membuat mereka menentang dan melawan otoritas para dewa dan pengikutnya.

Para dewa pun juga tak mau kalah. Mereka tetap mempertahankan otoritas dan kekuasaan mereka di dunia manusia. Nah, di zaman ini muncullah beberapa pahlawan atau hero dari umat manusia yang dikisahkan akan melawan keangkuhan para dewa dan pengikutnya. Harus diakui bahwa jalan cerita dalam Gods Will Fall memang cukup besar dan identik dengan game-game bertema sama.

2. Sayangnya, plot megah tidak dibarengi dengan sistem pertarungan yang apik

[REVIEW] Gods Will Fall—Pembebasan Umat Manusia dari para DewaPertarungan antara hero dan pengikut dewa yang kurang apik. (dok. Deep Silver/Gods Will Fall)

Salah satu elemen yang cukup mengecewakan bagi penulis adalah sistem gameplay-nya. Sebetulnya game ini merupakan gabungan unsur hack and slash, roguelike, dan RPG yang seharusnya bisa dimainkan secara asyik dan berbobot. Namun, nyatanya kontrol dalam sistem pertarungan yang kurang responsif kerap dijumpai dan bikin frustrasi.

Gameplay rumit lainnya adalah sistem permainan yang akan mengulang kembali dari awal manakala jagoanmu tewas di tengah dungeon. Alih-alih menantang, sistem permainan seperti ini akan membuat Gods Will Fall terkesan dipaksakan kesulitannya. Oh, ya, menyinggung soal dungeon, bagi penulis, game ini tidak memberikan sensasi bermain action RPG yang intens.

Tugas kita hanyalah menyelesaikan satu dungeon ke dungeon lainnya. Tiap-tiap dungeon akan diisi dengan dunia dan musuh yang berbeda pula. Hati-hati dengan jurang yang tersebar di berbagai dungeon. Sekali karaktermu mati, kamu harus mengulangnya dari awal. Namun, di tengah beberapa kelemahannya, gameplay tetap akan terasa unik dan berwarna. Kenapa?

Kita tidak pernah tahu sesulit atau semudah apa dungeon yang bakal kita hadapi. Ada beberapa dungeon yang bisa menipu gamer. Jadi, jangan remehkan dungeon yang ada di hadapanmu dan jangan pula terlalu takut dengan tingkat kesulitannya. Mainkan saja game ini dengan perasaan waspada yang tak terlalu lebai.

Baca Juga: [REVIEW] Nioh 2 – The Complete Edition—Aura Gelap di Zaman Sengoku

3. Tampilan visual bukan jadi prioritas

[REVIEW] Gods Will Fall—Pembebasan Umat Manusia dari para DewaTampilan visual cukup sederhana. (dok. Deep Silver/Gods Will Fall)

Meskipun termasuk game modern, Gods Will Fall tidak menampilkan kualitas visual yang bombastis layaknya God of War. Pengembang jelas akan menekankan plot cerita sebagai daya tarik utama dalam game ini. Namun, di mata penulis, tampilan visual dalam karya Clever Beans ini bisa dikatakan unik dan berbeda.

Tampilan ala kartun yang berwarna-warni tidak akan melunturkan keseruan dalam bermain di saat kita tengah menghadapi bos di tiap-tiap dungeon—tentu saja jika kita bertoleransi dengan sistem kontrolnya yang kurang responsif. Pengembang sendiri menyatakan bahwa tampilan visual yang mereka buat memang di luar kebiasaan dari pengembang-pengembang lainnya.

Jadi, tidak ada yang istimewa pada tampilan bergaya brushes art ini. Teknik lukisan yang ada sebetulnya sudah sering dibuat pada game-game lawas. Namun, bukan berarti grafisnya jelek. Justru karena mereka berani tampil beda dan berwarna, penulis pun tak segan memuji langkah sang developer.

4. Tidak kaya akan suara

[REVIEW] Gods Will Fall—Pembebasan Umat Manusia dari para DewaDungeon yang berwarna tak dibarengi dengan audio mumpuni. (dok. Deep Silver/Gods Will Fall)

Apa mau dikata, kualitas suara yang dihasilkan dalam Gods Will Fall terdengar receh di telinga penulis. Jika grafis pada tiap-tiap dungeon bisa dibuat berwarna, kualitas musiknya justru dinilai sangat membosankan. Bahkan, ada beberapa musikal dungeon yang sepintas akan terdengar sama atau identik.

Sistem audio terdengar pada saat kita bertarung dengan bos di tiap-tiap dungeon pun begitu. Musik dan suara pertarungan terkesan tidak representatif dan sering terdengar sangat garing. Namun, masih ada beberapa bagian yang mendapatkan porsi audio terbaiknya. Secara keseluruhan, Gods Will Fall tidak memiliki kualitas audio yang konsisten dari awal permainan hingga level-level selanjutnya.

5. Hadir dengan plot megah yang tak akan bisa menjadi mahakarya

[REVIEW] Gods Will Fall—Pembebasan Umat Manusia dari para DewaKarakter utama yang bersiap melawan dewa. (dok. Deep Silver/Gods Will Fall)

Di sini, kita belajar bahwa plot megah dan apik saja tidaklah cukup untuk membuat sebuah game menjadi mahakarya, begitu juga dengan Gods Will Fall. Ia tampil dalam balutan cerita epik dengan kisah yang melibatkan begitu banyak dewa dan kesatria manusia. Namun, buruknya gameplay dan kualitas audio yang ditampilkan membuatnya kehilangan jati diri dalam menuju takhta mahakarya.

Andai saja sistem kontrol dalam combat atau pertarungan bisa dibuat lebih kreatif dan responsif, mungkin Gods Will Fall akan mendapatkan banyak pujian dari para kritikus di dunia. Satu lagi, kisah epik sebaiknya diimbangi dengan audio yang epik pula. Jika tidak, gamer hanya akan disuguhkan dengan petualangan garing dari satu titik ke titik yang lain tanpa meninggalkan kesan mendalam di hati.

So, bagaimana kesimpulannya? Bagi penulis, skor 3/5 adalah nilai akhir yang bisa diberikan dalam game ini. Mungkin ulasan ini bersifat relatif dan ada sebagian dari kalian yang tak sependapat dengan penulis. Nah, kalau masih penasaran, kamu bisa membelinya di Steam dan segera memainkannya di akhir pekan.

Baca Juga: [REVIEW] LOST in Blue (Global)—Jadilah Penyintas yang Kreatif

https://www.youtube.com/embed/9ykixuxYpLQ
Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya