[REVIEW] Going Medieval—Jadi Penyintas di Abad Kegelapan Eropa

Membangun koloni dengan detail yang unik

Pada 1 Juni 2021 lalu, Foxy Voxel—melalui The Irregular Corporation—merilis sebuah judul game, yakni Going Medieval. Dari judulnya saja, kita sudah bisa menebak bahwa game ini akan berkutat pada era medieval zaman Abad Pertengahan. Yup, benar saja, ketika penulis membeli dan memainkannya, game ini memang sangat kental dengan kisah di era kegelapan Eropa.

Nah, bagaimana ulasan dan review singkat penulis terhadap Going Medieval? Apakah game seharga Rp119.999 ini mampu memenuhi ekspektasi penulis yang hobi memainkan game tentang kisah sejarah? Yuk, simak review Going Medieval berikut ini!

1. Perjuangan sisa-sisa penyintas di abad ke-14

[REVIEW] Going Medieval—Jadi Penyintas di Abad Kegelapan EropaGoing Medieval akan menugaskan kita untuk membangun peradaban di abad kegelapan. (dok. Foxy Voxel/Going Medieval)

Di sini, kita tidak hanya ditugaskan untuk membangun markas dan bertahan dari serangan musuh layaknya game berbasis real-time strategy (RTS) lainnya. Alih-alih berjalan dengan simpel dan linear, Going Medieval justru menempatkan kita pada kolonis acak yang memiliki latar belakang dan persediaan sumber daya yang berbeda satu sama lain.

Abad ke-14 diambil sebagai latar belakang cerita. Kamu akan menjadi penyintas dari ganasnya wabah global yang sudah melenyapkan sebagian besar penduduk Eropa. Secara mandiri, gamer akan dituntut untuk membangun dan merancang peradabannya sendiri. Jadi, selain bertahan hidup, mengembangkan koloni dan peradaban adalah misi utama yang ditawarkan dalam game ini.

Tidak mudah melakukan perluasan koloni dalam game ini. Butuh perencanaan, strategi, sumber daya, dan waktu yang cukup untuk mengembangkan tingkat level yang ada. Jangan asal mempekerjakan rakyatmu tanpa memperhatikan kebutuhan mereka. Yup, dalam game ini, kebutuhan tidur pun wajib diperhatikan. Jika tidak, mereka akan sakit dan kalau sampai mati, perkembangan kolonimu akan terhambat cukup signifikan.

Pada intinya, memainkan Going Medieval memang berfokus pada pengembangan koloni yang berkorelasi juga dengan kemajuan peradaban. Detail premis yang ditawarkan juga cukup unik dan beragam. Sayangnya, untuk sementara, plot cerita tak akan berkembang lebih dalam karena developer masih belum memasukkan premis baru ke dalam game berstatus early access ini.

2. Tak sekadar bercocok tanam

[REVIEW] Going Medieval—Jadi Penyintas di Abad Kegelapan EropaKolonis bercocok tanam dalam Going Medieval. (dok. Foxy Voxel/Going Medieval)

Pada zaman kuno, bercocok tanam atau pertanian masih menjadi tulang punggung dari kebanyakan orang Eropa. Dalam Going Medieval pun demikian. Pasalnya, bertani dalam game ini terasa sangat kompleks dan detail. Kamu bisa memerintahkan para kolonis untuk menanam banyak tanaman dan buah. Lalu, jika waktunya tiba, mereka wajib memanennya supaya tidak terlanjur busuk atau terserang hama.

Namun, bukan hanya bertani saja yang menjadi fokus di sini. Kamu bisa berburu, beternak, menebang hutan, membangun desa, membentuk pasukan, dan semua yang berkaitan dengan kehidupan orang Eropa di Abad Pertengahan. Kalau kita melihat garis besarnya, Going Medieval lebih mirip sebagai mesin kompleks yang menjalankan fungsinya masing-masing.

Ya, ada orang yang bertugas membajak lahan, menanam buah, memanennya, dan mengangkutnya ke gudang penyimpanan. Ini dilakukan secara simultan dan nyaris tanpa jeda. Setelah peradaban sedikit maju, para kolonis akan menciptakan karya seni, misalnya buku, puisi, pakaian modern, dan lain sebagainya. Cukup detail, bukan?

Kendati demikian, mekanisme gameplay yang ditawarkan dalam game ini cukup terasa santai dan repetitif. Jika dimainkan dalam kurun waktu yang lama, tentu akan menimbulkan sebuah perasaan jenuh karena melakukan hal yang itu-itu saja. Untungnya, ada banyak detail yang bisa kamu ulik dan kelola. Untuk meminimalkan rasa jenuh, jangan paksa diri untuk memainkan game ini sampai berjam-jam.

Baca Juga: [REVIEW] Back 4 Blood—Kisah Apokaliptik Zombi yang Berdarah-darah

3. Kualitas visual yang tidak seperti biasanya

[REVIEW] Going Medieval—Jadi Penyintas di Abad Kegelapan EropaGoing Medieval punya tampilan yang melawan arus. (dok. Foxy Voxel/Going Medieval)

Ada sebuah game yang mungkin berjenis sama dengan Going Medieval, yakni Medieval Dynasty yang sama-sama dimainkan untuk PC. Bagi penulis, Going Medieval telah tampil dengan cara yang khas dan seolah melawan arus. Grafis yang ditampilkan cenderung berani dan terkesan kotak-kotak. Apakah memang ini menjadi tampilan kekinian? Entahlah, penulis pun belum bisa memberikan penilaian yang mutlak.

Jika dibandingkan dengan grafis ala Medieval Dynasty atau game-game lain yang sejenis, penampakan visual dalam karya milik Foxy Voxel ini cenderung kaku, tapi sangat kaya dengan warna. Sekadar informasi, Going Medieval merupakan game pertama garapan Foxy Voxel dan pada saat awal perilisannya, game ini terbilang laris manis di Steam.

Uniknya, meskipun dirasa biasa saja, untuk menjalankan game ini dengan lancar, butuh spesifikasi tinggi, yakni RAM 16 GB, prosesor Core i7, dan GPU setara GTX 1080. Meskipun file-nya hanya sebesar 2,5 GB, itu tidak meniadakan fakta bahwa game ini termasuk berat dalam hal grafis. So, kembali ke selera masing-masing, ya. Bagaimana menurut kamu, nih?

4. Audio kental dengan suasana Eropa di zaman kuno

[REVIEW] Going Medieval—Jadi Penyintas di Abad Kegelapan EropaKolonis membuat pedang diiringi alunan musik indah dalam Going Medieval. (dok. Foxy Voxel/Going Medieval)

Kualitas musik dalam Going Medieval sudah cukup baik. Di telinga penulis, audionya sudah dapat merepresentasikan dunia abad pertengahan Eropa dengan takaran yang pas. Jika memainkannya, kamu bisa mendengar alunan musiknya yang memang kental dengan kisah orang-orang Eropa Barat di zaman kuno—tentunya akan ditampilkan sesuai dengan kondisi yang ada.

Ada sedikit kekurangan dirasakan oleh penulis, yakni jenis suara dari masing-masing aksi atau action, tepatnya saat kita memerintahkan para kolonis untuk mengerjakan sesuatu. Suaranya akan terdengar minimalis dan kurang beragam. Untungnya, kembali ke awal tadi, bahwa sistem musikal yang dihadirkan dalam game ini sudah dalam takaran yang pas dalam menggambarkan dunia Eropa di Abad Pertengahan.

5. Masih menunggu update dari pengembang

[REVIEW] Going Medieval—Jadi Penyintas di Abad Kegelapan EropaKolonis menghadapi hewan buas dalam Going Medieval. (dok. Foxy Voxel/Going Medieval)

Semoga saja ada perkembangan atau update terbaru yang dirilis oleh developer. Namun, kabarnya sudah cukup lama pengembang tidak melakukan banyak peningkatan pada game ini. Bagi penulis, hal ini memang menjadi salah satu kelemahan dari sistem early access. Ada begitu banyak game indie yang menggantung dan seolah ditelantarkan begitu saja oleh developer.

Hingga detik ini, Going Medieval masih menawarkan sesuatu yang segar dan unik. Ia hadir dengan tampilan dan kisah yang out of the box. Mekanisme permainannya juga oke ditambah dengan kualitas musiknya yang mampu merepresentasikan alam Eropa di abad pertengahan. Adapun, kualitas grafis kembali pada selera masing-masing gamer. Namun, bagi penulis, visual yang ditampilkan terkesan biasa saja.

Well, skor 3,5/5 adalah penilaian yang bisa penulis berikan untuk Going Medieval. Jika menyukai game strategi unik di zaman Abad Pertengahan, kamu bisa membeli dan mengoleksinya di Steam. Mudah-mudahan developer bisa memberikan banyak update atau perkembangan positif yang sudah lama ditunggu oleh banyak gamer.

https://www.youtube.com/embed/GuHfL2kf8tM

Baca Juga: [REVIEW] Iron Conflict—Jalankan Strategi di Tengah Pertempuran Solid

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya