[REVIEW] The Quarry—Identik dengan Kisah Horor Klasik

Hadir dengan mekanisme permainan yang menantang

Apa, sih, yang menjadi kesukaan gamer veteran terhadap banyak game horor di PC atau konsol? Kisah wabah global yang mengubah dunia menjadi zombi? Ataukah penampakan hantu yang kelewat percaya diri ala Ghostwire:Tokyo? Nah, faktanya, kisah horor itu gak wajib selaras dengan narasi apokaliptik zombi atau penampakan hantu di rumah kosong.

Salah satu game horor unik berjudul The Quarry kembali dikembangkan oleh Supermassive Games. Game ini dirilis pada 10 Juni 2022 lalu oleh 2K Games dan menjadi karya yang penulis anggap identik dengan kisah horor jadul. Oh, ya, Supermassive Games sendiri sebelumnya juga sukses dengan karya mereka yang lain, yakni Killzone HD, Until Dawn, dan The Dark Pictures Anthology.

So, bagaimana kesan dan pengalaman penulis dalam memainkan game ini? Yuk, simak ulasan dan review The Quarry berikut ini.

1. Jalan cerita yang lambat dan terkesan repetitif

[REVIEW] The Quarry—Identik dengan Kisah Horor KlasikThe Quarry hadir dengan jalan cerita yang agak membosankan. (dok. Supermassive Games/The Quarry)

Oke, jika pernah menonton film-film horor lawas era 1980 dan 1990-an, mungkin kamu akan langsung paham pada premis yang ditonjolkan dalam game ini. Yup, kisah horor lawas macam Scream, Halloween, I Know What You Did Last Summer, Friday The 13th, dan A Nightmare on Elm Street adalah sederet film horor paling laris pada zamannya.

Nah, The Quarry juga terasa sangat sejalan dengan kisah-kisah horor pada masa lampau tersebut. Kamu akan memulai kisah horor di sebuah zona bernama Hackett Quarry, wilayah yang bakal dijadikan tempat bagi anak-anak muda untuk kamping musim panas. Awalnya lancar-lancar saja sampai mobil yang digunakan rusak dan memaksamu untuk tinggal di Quarry.

Plot macam ini juga terasa identik dengan Until Dawn, sebuah game apik yang sama-sama dirilis oleh Supermassive Games dan Sony pada 2015 lalu. Saat itu, Until Dawn menjadi salah satu game terbaik untuk PS4 dan menjadikan konsol hitam tersebut laris manis di pasaran Eropa. Namun, alih-alih terpana dengan jalan cerita yang megah, penulis justru merasa The Quarry kurang gereget.

Meskipun kisah horor dan thriller-nya masih bisa dirasakan, hampir semua premis dan narasi yang berkembang masih terkesan repetitif. Jika pernah memainkan Until Dawn sebelumnya, jelas bahwa The Quarry akan hanya dirasa membawa sedikit perubahan. Sekelompok anak muda yang sedang berkumpul di hutan mendapatkan teror dari sosok misterius dan cerita ini memang identik dengan film horor masa lalu.

Selama 1 sampai 3 jam di awal-awal permainan sudah mulai terasa bahwa game ini akan menjadi antiklimaks. Betul saja, selama setengah hari memainkannya, penulis tidak mendapatkan sesuatu yang intens dan berbeda meskipun sudah menjalankannya dari chapter ke chapter. Untungnya, kebrutalan makhluk antagonis tersebut masih bisa diceritakan dengan cukup heboh dan sadis.

The Quarry juga sebetulnya dipenuhi dengan plot twist yang tentu tidak akan penulis bocorkan di sini. Namun, penulis masih merasa bahwa keseluruhan narasi dan premis cerita sebetulnya bisa ditingkatkan lagi oleh developer. Rentetan kejadian datar dari satu bab ke bab lainnya dinilai tak cukup mengagetkan penulis karena plot yang cenderung mudah ditebak.

Well, jika suka dengan jalan cerita yang gak begitu menyeramkan, The Quarry barangkali bisa dijadikan koleksi yang berharga. Oh, ya, ending atau akhir dari game ini bersifat jamak. Artinya, ada berbagai macam gaya cerita yang disuntikkan oleh developer berkenaan dengan ending-nya. Itu sebabnya, segala opsi yang kamu pilih dalam game ini akan menentukan jalan cerita berikutnya.

2. Keterlibatan aktor dan aktris kawakan

[REVIEW] The Quarry—Identik dengan Kisah Horor KlasikDavid Arquette menjadi salah satu aktor yang berperan dalam game The Quarry. (dok. Supermassive Games/The Quarry)

Terlepas dari plot dan narasi ceritanya yang terkesan repetitif, The Quarry masih cukup asyik untuk diikuti berkat keterlibatan aktor dan aktris kawakan di dalamnya. Aktor dan aktris tersebut dulunya memerankan peran di film-film horor terkenal, seperti Scream, Evil Dead, Insidious, Aliens, The Terminator, dan Halloween.

Penampilan pemain film kawakan, macam David Arquette, Ted Raimi, Lin Shaye, Miles Robbins, dan Lance Henriksen, membawa penulis ke alam nostalgia akan kisah horor Hollywood masa lalu. Jelas bahwa keterlibatan mereka tidak sia-sia dalam game horor yang satu ini. Peranan mereka juga menjadi penyeimbang akan alur cerita yang kadang terasa sangat membosankan.

Anehnya, di sisi lain, sekelompok anak muda yang keras kepala dan tidak menuruti nasihat dari pemeran kawakan justru digambarkan sebagai manusia tanpa beban. Artinya, kendati ada sosok makhluk buas di luar sana yang tengah mengintai nyawa, toh mereka terlihat santai dan gak menunjukkan kekhawatiran sama sekali.

Mungkin ini bisa menjadi PR bagi Supermassive Games untuk karya-karya mereka selanjutnya. Memasukkan artis Hollywood terkenal jelas menjadi cara yang bagus. Akan tetapi, hal tersebut jangan sampai menjadikan semua karakter di dalam game malah terkesan timpang.

Baca Juga: 7 Game Launcher Terbaik di PC untuk Main Game Lebih Mudah

3. Mekanisme gameplay yang menantang

[REVIEW] The Quarry—Identik dengan Kisah Horor KlasikThe Quarry punya mekanisme permainan yang cukup solid. (dok. Supermassive Games/The Quarry)

Lagi-lagi, harus penulis nyatakan bahwa mekanisme permainan The Quarry terasa mirip dengan Until Dawn. Di sini, kamu masih akan menjalankan karakter yang bisa dipilih dari sembilan orang yang ada. Segala pilihan atau opsi naratif juga disediakan dan tindakan ini dapat memengaruhi jalan cerita secara keseluruhan.

Lalu, ada pula elemen-elemen lain yang juga tetap dimasukkan developer sebagai mekanisme utama, misalnya menahan napas saat dekat dengan sosok antagonis. Nah, asyiknya, game ini juga masih berjalan dalam bentuk mode film. Artinya, sebagian besar plot cerita akan diperlihatkan layaknya kita menonton film horor pada umumnya.

Mode movie macam ini memang bukanlah hal baru. Namun, buat kamu pencinta kisah horor jadul, gaya pemaparan seperti ini akan lebih mudah dipahami. Secara umum, dengan segala hal yang menantang dan cepat, mekanisme gameplay dalam The Quarry masih bersifat adaptif dan cukup mudah dilakukan bagi pemain baru.

Yang harus diingat adalah segala keputusan yang kita ambil dalam game ini akan mengundang konsekuensi logis pada masa yang akan datang. Jangan sembarangan memilih dan jika perlu, pilihlah opsi yang paling minim dengan risiko. Tak jarang, akibat memilih opsi yang berisiko, karakter yang penulis mainkan harus mati dengan cara mengenaskan.

Nah, hal unik yang bisa kamu dapatkan di sini adalah tiga kesimpulan yang akan kamu jalankan secara utuh dari awal. Jika malas memainkannya, kamu bisa memilih opsi atau mode Everyone Lives dan Everyone Dies. Dalam dua mode tersebut bisa didapatkan kesimpulan premis dan ending yang bermacam-macam. Ada juga mode Director's Chair yang bakal mengizinkanmu untuk bebas menentukan nasib dari semua karakter yang ada.

4. Ditunjang dengan tampilan grafik dan audio apik

[REVIEW] The Quarry—Identik dengan Kisah Horor KlasikThe Quarry punya tampilan visual dan gaya audio yang apik. (dok. Supermassive Games/The Quarry)

Tampilan visual dan audio yang apik rupanya bisa mengangkat The Quarry menjadi game horor yang mungkin layak untuk diperhitungkan. Game ini memang akan terasa maksimal jika dijalankan di Microsoft Windows (PC) berspesifikasi tinggi dan juga konsol PS5 atau Xbox Series X. Tampilan sinematik terlihat hidup dan cukup memanjakan mata.

Begitu juga dengan suara atau audionya, meskipun tidak dimasukkan ke dalam kelas yang sangat memanjakan telinga, developer sudah dianggap berhasil dalam menyuntikkan berbagai elemen suara layaknya film horor. Suara percakapan yang ada juga terdengar pas dan gak berlebihan meskipun ada beberapa yang terkesan agak kaku.

Untuk PC, spesifikasi yang diminta adalah RAM 16 atau 24 GB, VGA setara RTX 2060, dan prosesor Intel Core i5 generasi baru. Sementara itu, kapasitas memori yang dibutuhkan ruang penyimpanan juga tergolong standar, yakni 50 GB. So, kendati tidak sempurna dan masih menyimpan beberapa bug, tampilan dan audio game ini sudah tergolong bagus.

5. Menunggu diskon mungkin jadi cara yang bijak

[REVIEW] The Quarry—Identik dengan Kisah Horor KlasikGame The Quarry dirilis dengan harga yang cukup mahal. (dok. Supermassive Games/The Quarry)

Steam menjual The Quarry versi standar seharga Rp659 ribu. Sementara itu, versi deluxe dijual lebih mahal di angka 700 ribuan rupiah. PlayStation Store juga menjual game ini di angka yang cukup mahal, yakni Rp999 ribu untuk versi standar dan Rp1.139.000 untuk edisi deluxe.

Banyak gamer yang merasa bahwa harga tersebut masih tergolong tinggi. Nah, mungkin menunggu harga diskon bisa dijadikan alternatif menguntungkan buatmu, kecuali jika memang kebelet ingin memainkannya saat ini. So, buat kamu yang masih bisa bersabar untuk mendapatkan harga diskon, barangkali langkah tersebut menjadi hal yang bijak sembari menimbang-nimbang apakah game ini layak kamu beli atau tidak.

Bagaimana kesimpulannya? Penulis memberikan nilai 3,5/5 untuk The Quarry. Game ini akan menampilkan mekanisme atraktif yang masih mudah dijalankan. Grafik dan audionya juga tidak membosankan untuk dinikmati. Namun, kedalaman dan intensitas plot cerita masih dinilai dangkal, bahkan sangat repetitif. Semoga ulasan ini bisa kamu jadikan bahan pertimbangan, ya.

https://www.youtube.com/embed/9pm4sA1G5qA

Baca Juga: [REVIEW] Sifu—Aksi Tangan Kosong yang Brutal dan Menantang

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya