Suka Marah karena Game Online? Ini 5 Alasan Ilmiahnya

Cek juga solusi menghadapinya

Terkadang, game online membuat kita marah. Setuju atau tidak? Mau itu koneksi, FPS drop, atau rekan tim yang 'buruk', intinya kekalahan membuat kita geram. Memang sih, marah itu normal. Akan tetapi, sesuatu yang berlebihan pastinya tidak baik.

Game adalah sarana rekreasi sehingga sikap marah tentunya berbanding terbalik dengan sifat game yang seharusnya dibawa fun saja. Lantas, apa saja yang membuat kita 'meledak' saat bermain game online? Simak lima alasan berbasis ilmiah berikut, dilansir Healthy Gamer dan sumber lain.

1. Masalah di kehidupan nyata dilampiaskan dalam game

Suka Marah karena Game Online? Ini 5 Alasan Ilmiahnyailustrasi orang yang menghadapi banyak masalah (pexels.com/Monstera)

Kita menjalani kehidupan yang berbeda. Otomatis, masalah kita pun juga berbeda. Maka dari itu, tujuan dalam bermain game bisa berbagai macam. Ada yang bermain game murni karena rasa bosan dan ada yang bermain game karena ingin melarikan diri dari masalah di kehidupan nyata.

Begini, ketika kita bermain game untuk melarikan diri, tentunya kita ingin mendapatkan perasaan positif dari game tersebut. Sebagai contoh, kemenangan di Mobile Legends, ace di CS:GO dan Valorant, atau mungkin squad wipe di Apex Legends. Nah, ketika mengalami kekalahan, kita kesal karena game yang harusnya menjadi pelipur dari kehidupan nyata malah memperburuk suasana. Inilah yang membuat ego kita aktif.

Ego adalah mekanisme perlindungan yang muncul untuk melindungi diri dari rasa sakit emosional. Mekanisme ini akhirnya membuat kita berpikir bahwa kekalahan bukan disebabkan diri sendiri, melainkan orang lain. Jadi, ego melindungi diri kita dengan cara menghina orang lain.

Beban.

Noob.

Cupu.

Hero diff.

Ya, kita tidak merasa sakit. Namun, bagaimana dengan orang yang mendapatkan ucapan itu?

2. Emosi yang ditekan akhirnya meluap

Suka Marah karena Game Online? Ini 5 Alasan Ilmiahnyailustrasi marah (unsplash.com/Yogendra Singh)

Dalam otak kita, ada bagian yang disebut amigdala, yakni pusat dari emosi, perilaku emosional, dan motivasi. Biasanya, amigdala dijuluki sebagai pusat ketakutan dalam otak.

Ketika kita mengalami perasaan negatif seperti kemarahan dan frustrasi, amigdala menyala. Di sisi lain, ketika kita bermain game saat mengalami perasaan negatif tersebut, amigdala kita semakin tenang. Oleh karena itu, emosi tertekan.

Penekanan terus-menerus mencegah koneksi antara amigdala dan hipokampus. Menurut verywellmindhipokampus punya peran penting dalam pembentukan, pembelajaran, pengorganisasian, dan penyimpanan ingatan baru sekaligus menghubungkan sensasi dan emosi tertentu dalam ingatan ini. Contohnya, bau tertentu dapat memicu ingatan.

Koneksi antara amigdala dan hipokampus yang terhambat membuat kemajuan dalam permainan menjadi lambat. Akhirnya, hal ini berujung pada rasa frustrasi yang dilampiaskan pada rekan tim. Emosi ini tidak hilang dan dapat muncul lagi.

3. Game dapat menyebabkan Alexithymia

Suka Marah karena Game Online? Ini 5 Alasan Ilmiahnyailustrasi bermain game (unsplash.com/Sean Do)

Menurut HealthlineAlexithymia adalah istilah luas untuk menggambarkan masalah dengan perasaan emosi. Kondisinya kurang diketahui, tetapi diyakini bahwa satu dari sepuluh orang punya Alexithymia.

Ternyata, kebanyakan gamer memiliki Alexithymia yang disebabkan karena penekanan emosi secara terus-menerus. Hal ini ditambah dengan toxic masculinity yang membuat laki-laki tidak punya 'perbendaharaan emosi' yang luas.

Dari kecil diajarkan bahwa laki-laki 'tidak boleh menangis', sehingga kemarahan biasanya menjadi cara mengekspresikan perasaan negatif.  Setiap faktor ini mendorong gamer untuk kehilangan kemampuan dalam mengenali emosi mereka sendiri. 

Baca Juga: Jangan Frustasi, Lakukan 5 Hal Ini Saat Lose Streak di Mobile Legends

4. Konflik kepentingan dalam game

Suka Marah karena Game Online? Ini 5 Alasan Ilmiahnyailustrasi marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Seperti poin pertama, tujuan bermain game bisa berbagai macam. Nah, ketika orang yang bermain game untuk bersenang-senang bertemu dengan orang yang sangat kompetitif, akan ada konflik kepentingan.

Gamer yang terlalu kompetitif melihat gamer kasual sebagai sosok yang terlalu santai dan tidak memberikan usaha terbaik untuk menang. Ketika gamer kompetitif marah dan gamer kasual meresponsnya dengan kemarahan sendiri, terciptalah situasi yang toxic.

5. Game memang identik dengan sikap toxic

Suka Marah karena Game Online? Ini 5 Alasan Ilmiahnyailustrasi sedih (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Kombinasi empat alasan di atas pada akhirnya menciptakan lingkungan yang toxic dalam komunitas game. Kita berkontribusi pada lingkungan toxic tersebut apabila pernah melampiaskan rasa frustrasi kita dalam bentuk kemarahan.

Toxic dan perilaku kasar di sarana hiburan tersebut menjadi kebiasaan. Hal ini disebabkan lingkungan game yang toxic ditambah juga dengan gamer baru yang menyadari bahwa mereka juga harus toxic untuk bertahan.

Melansir studi mengenai perilaku toxic di game oleh Anti-Defamation League, lebih dari 80% pemain game multiplayer menjadi korban perilaku toxic, mayoritas berkaitan dengan gender, ras, etnis, orientasi seksual, agama, atau kemampuan.

Menurut informasi yang dimuat di MSU Todaykebanyakan gamer merasa terkena dampak perilaku toxic tersebut dengan lebih dari sepersepuluh mengatakan hal itu mengakibatkan depresi atau pikiran untuk bunuh diri. Selanjutnya, lebih dari 20% mengatakan bahwa perilaku toxic menyebabkan mereka untuk berhenti bermain.

6. Bagaimana solusinya?

Suka Marah karena Game Online? Ini 5 Alasan Ilmiahnyailustrasi berpikir (pexels.com/Craig Adderley)

Terdapat beberapa cara untuk menghadapi masalah ini, yaitu

  • Cari tahu alasan kamu bermain game

Apa tujuan kamu bermain game? Apa yang terjadi kalau kamu berhenti main game? Menjawab pertanyaan ini akan memberikan kamu wawasan tentang proses berpikir kamu.

  • Bicara tentang emosi kamu

Kamu perlu membicarakan emosi kamu dengan orang lain untuk mengembangkan perbendaharaan emosi. Langkah ini sangat krusial untuk kesehatan mental jangka panjang.

  • Memproses emosi kamu

Emosi yang tidak diproses menjadi salah satu alasan terbesar yang menyebabkan ledakan emosi. Apabila tidak diungkapkan dengan yang cara sehat, perasaan itu akan tertekan dan meluap ketika kamu lengah. Kalau perlu, kamu dapat mengevaluasi kesehatan mentalmu.

  • Cari tahu apakah kamu kecanduan game atau tidak

Kecanduan game dapat melumpuhkan dan mencegah kamu bergerak maju tanpa kamu sadari. Frustrasi karena jebakan ini sering muncul dengan sendirinya dalam bentuk kemarahan.

  • Menentang budaya toxic 

Mulai dari diri sendiri. Perhatikan perasaan marah saat meluap dan amati perasaan itu. Saat sedang mengendalikan kemarahan ini, coba pahami alasan mengapa gamer lain juga marah ketika bermain game. Dengan demikian, kamu dapat mengetahui penyebab frustrasi, diikuti dengan usaha melucuti ego dan usaha memahami rekan tim kamu.

Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan dalam game yang fun dan bebas dari perilaku toxic. Memang sulit, tetapi kita bisa mulai diri sendiri. Kalau kamu punya cara jitu untuk mengendalikan emosi ketika bermain game, bagikan di kolom komentar, ya! 

Baca Juga: 5 Penjelasan Ilmiah Mengenai Kelakuan Toxic Para Pemain MOBA

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya