Gen Z RI Tak Percaya Metaverse Bisa Gantikan Interaksi Dunia Nyata?

Survei bertepatan dengan IMGS 2022 yang digelar IDN Times

Jakarta, IDN Times - Sejak beberapa waktu belakangan, metaverse terus ramai menjadi pembicaraan warga dunia gegara Facebook mengubah nama perusahaannya menjadi Meta. Mereka juga mengumumkan siap fokus dan bakal mengguyur dana US$10 miliar atau setara Rp140 triliun untuk membangun Metaverse. Konon, metaverse diproyeksikan bisa mengubah cara manusia bersosialisasi, bekerja, dan menjalankan bisnis ke depan.

Metaverse sendiri sebenarnya belum ada. Metaverse baru ada dalam kepala dan imajinasi pengusaha-pengusaha visioner macam Mark Zuckenberg dan rekan-rekannya. Tetapi walau begitu, jika era itu benar-benar terwujud, tentu dipastikan bakal berpotensi mengubah bagaimana manusia menjalani hidup.

Metaverse memiliki definisi jaringan luas dari dunia virtual tiga dimensi yang bekerja secara real time, dan persisten, serta mendukung kesinambungan identitas, objek, sejarah, pembayaran, dan hak. Yang mana dunia itu dialami secara serempak oleh jumlah pengguna yang tidak terbatas.

Sementara definisi dari Facebook lain lagi, Metaverse adalah seperangkat ruang virtual yang dapat Anda ciptakan dan jelajahi dengan orang lain yang tidak berada di ruang fisik yang sama dengan Anda.

Masih bingung? Anda sudah nonton film Ready Player One, yang dibuat oleh Steven Spielberg? Itulah Metaverse. Atau jika Anda belum nonton film tersebut, bisa lihat game online Fortnite, atau Roblox. Itulah Metaverse. Nah, Metaverse itu seperti Roblox, di mana kalian memainkan sebuah avatar yang Anda ciptakan untuk hidup dan berinteraksi dengan avatar lain dalam sebuah dunia virtual.

Tapi, bedanya, alih-alih Anda memainkannya dengan melihat layar gadget Anda, di Metaverse perlu dimainkan dengan perangkat VR, yang membuat Anda benar-benar merasa ada di dalam dunia virtual tersebut.

1. Metaverse diprediksi dekat dengan kalangan Gen-Z

Gen Z RI Tak Percaya Metaverse Bisa Gantikan Interaksi Dunia Nyata?Ilustrasi metaverse. (Unsplash.com/Vinicius "amnx" Amano)

Sejumlah pihak menyebut, metaverse kemungkinan bakal lebih banyak dinikmati kalangan Generasi Z atau Gen Z. Penyebabnya, tentu saja karena generasi muda inilah yang sekarang lebih menikmati kehidupan dunia virtual dan adanya tuntutan pengalaman digital yang tinggi.

Karuan saja, sebutan itu melekat karena sejak lahir mereka telah dilengkapi dengan berbagai teknologi yang memungkinkan menemukan kesamaan berbagai aspek fisik dalam dunia digital. Bagi Gen-Z, dunia nyata dan dunia virtual dapat saling melengkapi dan saling menggantikan. Dengan kata lain, virtual menjadi bagian dari realitas generasi ini.

Gabungan antara fisik dan kehadiran dunia digital ini telah menjadi realitas baru bagi Gen Z. Tentunya pernyataan tersebut juga bergantung pada aksesibilitas dan interaksi Gen-Z terhadap teknologi yang tersedia selama ini.

Diprediksi, kehadiran metaverse juga akan banyak digunakan oleh kalangan Gen Z. Apalagi, di sana memungkinkan bagi mereka untuk tetap saling terhubung berkomunikasi, bermain, dan belajar lewat kombinasi kehadiran beberapa elemen teknologi, termasuk virtual reality, augmented reality (AR), dan video.

Di metaverse pula, mereka dimungkinkan untuk membeli tanah, baju, mobil, atau bahkan sebuah karya digital dan mendapat sertifikat kepemilikan yang sah, atas aset-aset digital itu.

Tetapi tentu sebagian dari kalian penasaran, soal apakah sebenarnya Gen Z percaya jika metaverse dapat menggantikan interaksi dunia nyata, seperti yang diprediksi oleh sejumlah pihak? IDN Media punya datanya.

Baca Juga: 5 HP Oppo Terbaik yang Laku Keras di Tahun 2022, Gen Z Merapat!

2. Cuma 26 persen Gen Z RI percaya metaverse gantikan interaksi dunia nyata

Gen Z RI Tak Percaya Metaverse Bisa Gantikan Interaksi Dunia Nyata?Data Gen Z Indonesia soal metaverse. Dok IDN Times.

Walau dunia digital sering mereplikasi berbagai kebiasaan yang terjadi di dunia nyata, namun penelitian terbaru IDN Research Institute berkolaborasi dengan Populix menyebut, hanya 26 persen Gen Z di Indonesia yang percaya bahwa metaverse bisa menggantikan interaksi dunia nyata.

Ini karena interaksi dunia nyata dan interaksi dunia virtual di metaverse dianggap hanya dapat saling melengkapi dan bukan untuk menggantikan. Dengan kata lain, metaverse cuma dianggap menjadi bagian dari realitas generasi ini.

Itu artinya, metaverse tetap menjadi konsep yang sebenarnya masih jauh bagi publik di Indonesia. Terlepas dari tingkat penetrasi internet yang tinggi di Tanah Air, faktor ini diperkuat dengan data yang menyebut bahwa sebagian besar orang Indonesia masih terbatas hanya mengandalkan smartphone sehari-hari.

Sedangkan penggunaan gadget canggih untuk mendukung aktivitas di metaverse, seperti VR, masih terbatas di Tanah Air.

Hasil survei IDN Times ini dirilis bertepatan dengan acara Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2022 yang digelar selama 2 hari, 29-30 September 2022, di Tribrata, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Daftar Konten yang Disukai Gen Z, Bisa Lama-Lama Tatap Layar HP

3. Metaverse akrab dengan mereka yang ada di kelas sosial ekonomi atas

Gen Z RI Tak Percaya Metaverse Bisa Gantikan Interaksi Dunia Nyata?Ilustrasi Gen Z. Dok IDN Times.

Penelitian juga menyebut, bahwa sama seperti halnya teknologi lain, metaverse disebutkan oleh para responden Gen Z di Indonesia, lebih akrab dengan mereka yang berada di kelas sosial ekonomi atas.

Data mengungkap, metaverse dianggap hanya menjangkau kalangan ekonomi atas di Tanah Air sebanyak 34 persen, untuk kalangan ekonomi menengah 24 persen, dan kalangan ekonomi rendah 29 persen. Selain itu, survei juga menyebut 21 persen Gen Z di Indonesia setuju bahwa metaverse adalah eksklusif dan dirasa hanya bisa digunakan oleh orang-orang tertentu saja.

Sebenarnya dukungan Pemerintah terkait pengembangan teknologi metaverse sudah cukup tinggi. Infrastruktur jaringan telekomunikasi di Indonesia juga sudah bagus, dan sangat mendukung implementasi teknologi metaverse.

Akan tetapi, sepertinya masih dibutuhkan sinergi di faktor lain yang memengaruhi pengembangan teknologi metaverse agar dapat dilakukan secara bersamaan. Seperti kebutuhan perangkat keras (hardware).

Untuk diketahui, data yang dimiliki IDN mengacu pada survei dengan metode wawancara tatap muka offline yang digelar pada periode 27 Januari hingga 7 Maret 2022, dengan margin of error < 5 persen. Adapun survei melibatkan 1.000 responden di 12 kota dan aglomerasi di Indonesia seperti Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, dan Makassar.

Topik:

  • Rendra Saputra
  • Eddy Rusmanto

Berita Terkini Lainnya