5 Fakta Menarik Masjid Agung Syahabudin Peninggalan Sultan Siak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
SIAK, IDN Times - Masjid Raya Syahabudin Peninggalan Sultan Siak Yahabudin atau Masjid Raya Siak merupakan salah satu masjid yang berlokasi di Jalan Sultan Ismail, Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Jaraknya sekitar 500 meter dari lokasi Istana Siak. Masjid ini berdiri sejak zaman Kerajaan Siak sudah ada. Zaman Sultan Siak ke-11 yakni Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin masjid ini terbuat dari kayu.
Berikut beberapa fakta menarik seputar masjid Raya Syahabudin Peninggalan Sultan Siak Yahabudin. Yuk simak:
1. Bangunan direnovasi menjadi bangunan batu pada tahun 1926
Budayawan Siak, Said Muzani menjelaskan setelah zaman Sultan Ke-12 yakni Syarif Kasim II masjid ini direnovasi dijadikan batu pada tahun 1926.
Lamanya pembangunan Masjid Syahabudin ini dilakukan renovasi lebih kurang selama 10 tahun.
Zaman dahulu, lanjut Said Muzani, di sekitar masjid Syahabudin ini terdapat sebuah menara tinggi yang berfungsi untuk orang azan.
"Menara itu untuk adzan, sebab zaman dahulu belum ada mic atau speaker, khususnya menara itu berfungsi pada saat adzan subuh," jelas Said Muzani.
2. Ada tradisi memperlambat waktu azan isya untuk menunggu jamaah dari kampung seberang
Dahulu, kenang Muzani saat dirinya masih kecil, bahwa Masjid Syahabudin merupakan sentral bagi masyarakat Siak untuk melaksanakan sholat Jumat.
"Dari daerah Kwalian, dari seberang Kampung Tengah, Mempura, dan Tanjung Agung. Mereka ke masjid menggunakan sampan," jelasnya
Bahkan, setiap bulan ramadan, masjid Syahabudin juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk melaksanakan salat tarawih.
"Semuanya datang kemari bahkan dari seberang pun datang menggunakan sampan," kata Dia.
Saat itu, tambahnya, di Masjid Syahabudin ada tradisi memperlambat waktu azan isya untuk menunggu jamaah dari tempat yang jauh.
"Dulu tak ada kendaraan lain, jadi ya memang harus seksama," ungkapnya.
Baca Juga: Bertualang Bertemu Orangutan, 10 Potret Memesona Wisata Bukit Lawang
3. Tidak ada jam, azan baru berkumandang setelah Sultan salat tahyatul masjid
Editor’s picks
Sementara itu, untuk mengetahui masuknya waktu salat, khususnya salat Jumat, para muadzin menunggu Sultan Syarif Kasim II datang.
"Tunggu sultan datang dulu, setelah sultan salat tahyatul masjid baru azan dikumandangkan," jelas Said Muzani.
Dijelaskannya, dahulu di masjid tidak ada jam, sementara jam hanya ada di Istana Siak.
"Sultan Syarif Kasim II itu disamping seorang pemimpin ataupun penguasa beliau adalah orang yang umaro dan taat beribadah, bahkan beliau sempat jadi khatib di masjid Syahabudin," kata Muzani.
4. Ada buku untuk berkhutbah
Said Muzani ingat betul, dahulu sultan memiliki buku untuk berkhutbah dan buku itu sempat dipegang oleh salah satu imam di masjid Syahbudin saat itu.
"Kalau tak salah saya buku itu sama Pak Kadi Nontel atau Pak Abdul Muthalib," ungkap Muzani lebih jauh.
"Sultan sangat alim sehingga bagi masyarakat Siak beliau merupakan orang yang dianggap memiliki karomah," tambahnya.
5. Arsitektur Masjid Syahabudin mengadopsi gaya campuran Turki dan Eropa
Arsitektur Masjid Syahabudin mengadopsi gaya campuran Turki dan Eropa.
"Makanya hampir mirip-mirip dengan bangunan Istana Siak karena mengadopsi gaya dari timur tengah," jelasnya.
Untuk bangunan masjid sejak dahulu tidak ada perubahan, hanya saja beberapa kali dilakukan renovasi namun tidak merubah bentuk. Sedangkan lampu-lampu di dalam masjid sekarang ini sudah bentuk yang baru semua.
"Dahulu lampunya bukan dari listrik tapi dari minyak tanah, sama seperti yang di Istana Siak, tapi jatuh dan runtuh," ungkapnya.
Untuk bagian lantai, masjid Syahabudin tidak menggunakan keramik pada saat itu.
"Dahulu di semen halus saja, tapi sangat sejuk, saya ingat waktu kecil saat puasa sering kami tidur di dalam sini karena sejuk," beber Said Muzani mengenang masa kecilnya.
Muzani berharap, kedepan masjid Syahabudin bisa memiliki menara tempat orang azan zaman dahulu.
"Setidaknya itu sebagai tanda bahwa zaman dahulu itu ada menara untuk azan memanggil orang salat," harapnya.
Saat ini, Masjid Raya Syahabuddin tidak hanya digunakan sebagai tempat beribadah, lebih dari itu masjid ini juga menjadi salah satu situs cagar budaya. Masjid Raya Syahabuddin terletak berdampingan dengan komplek pemakaman Sultan Syarif Kasim II beserta keluarganya.
Baca Juga: Menolak Vaksinasi, PNS dan Honorer Siak Akan Diberi Sanksi