[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?

Ada yang sesuai ekspektasi dan ada pula yang tidak

Tak dapat dimungkiri bahwa Indonesia memiliki banyak destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Didukung dengan adanya berbagai platform media sosial dan konten hasil karya para kreator, informasi tentang suatu destinasi wisata baru cepat tersebar di kalangan warganet atau viral.

Apalagi para konten kreator tersebut memiliki keterampilan pengambilan dan penyuntingan gambar atau video suatu tempat dengan sangat baik, sehingga sukses membuat warganet kagum dan penasaran ingin mengunjunginya.

Di balik rasa penasaran warganet terhadap suatu destinasi wisata yang viral, banyak hal menarik untuk dikulik. Sebenarnya apa motivasi terbesar mereka datang ke tempat-tempat wisata tersebut? Apakah benar-benar untuk berlibur atau hanya sekadar ingin membuat konten dan eksis di media sosial?

Berangkat dari hal itulah, IDN Times membuat survei untuk menggali pandangan dan perilaku orang-orang yang terhadap tren wisata viral di Indonesia. Survei ini melibatkan 201 responden di enam provinsi di Pulau Jawa (atau di beberapa provinsi) dengan rentang usia <18 tahun hingga >35 tahun.

Untuk lebih memahami dan mendapatkan sudut pandang baru terhadap tren wisata viral, berikut kami sampaikan hasil survei tersebut. Simak sampai habis, ya!

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Grafis tren wisata viral di Indonesia (IDN Times/Aditya Pratama)

1. Tren wisata viral naik sejak masifnya penggunaan media sosial

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Ilustrasi media sosial di smartphone (IDN Times/Fina Wahibatun NIsa)

Media sosial pertama yang masuk ke Indonesia adalah Friendster. Platform ini memungkinkan penggunanya untuk saling berteman, memberikan pesan atau komentar, dan membagikan gambar. Namun, Friendster kurang merangkul semua kalangan, karena jaringan internet di Indonesia pada awal 2000-an masih sangat terbatas.

Eksistensi Friendster tergeser dengan adanya Facebook. Platform buatan Mark Zuckerberg ini meningkat pesat pada 2008. Hal ini juga didukung dengan perkembangan jaringan internet di Indonesia yang semakin menunjukkan tren positif.

Facebook pun dianggap bisa merangkul semua kalangan dengan tampilan dan layanan yang mudah dipelajari. Kesuksesan Facebook di Indonesia diikuti pula oleh Instagram, Twitter, hingga yang terbaru: TikTok.

Keempat platform tersebut memungkinkan penggunanya untuk membagikan gambar dan video, terutama tentang suatu destinasi wisata, yang mudah diakses untuk orang lain.

Saat gambar dan video tentang suatu tempat dianggap menarik, tak sedikit warganet yang menyukainya dan membagikan ulang (repost), baik di platform yang sama atau lintas platform. Hal inilah yang membuat suatu destinasi wisata viral.

Dari hasil survei tren wisata viral IDN Times, Instagram menduduki peringkat pertama sebagai platform media sosial yang paling sering digunakan untuk menemukan destinasi wisata viral dengan persentase 69,9 persen, diikuti Tiktok sebanyak 23,2 persen, dan Twitter sebanyak 1,8 persen.

Marketing and Communication Orasis Art Space, Danny Hartanto Kristiawan, menyampaikan media sosial memang sangat berpengaruh terhadap pengunjung galeri seninya. "Media sosial punya peran yang besar di sana. Orang jadi sangat tertarik," kata dia saat dihubungi IDN Times, pekan lalu.

Orasis menggunakan media sosial sebagai platform untuk mengenalkan tempat tersebut. Selain Instagram, kata dia, pihaknya juga punya website resmi untuk info yang lebih lengkap dan reservasi pengunjung. "Di luar itu, kami juga punya jejaring orang-orang yang suka mengunjungi tempat seperti ini supaya lebih banyak orang tahu," ujarnya.

Nasgor Tiarbah pun menjadi salah satu bukti kekuatan media sosial. Nasi goreng ini viral pada 2020 hingga pembeli harus antre berhari-hari. Meski saat ini tidak seramai dulu, rupanya masih banyak loyalis atau pelanggan tetap yang membelinya.

Bimo Bagus Putranto, salah satu memilik waralaba Nasgor Tiarbah Cabang Dharmawangsa, Surabaya, menyampaikan bahwa Chef Arnold pernah dua kali beli nasi goreng di sana, yakni pada 2020 dan 2021.

"Itu jujur ngefek banget ke kita dibanding Tiarbah-nya sendiri. Efeknya bisa sampai satu bulan penjualan kita naik 2-3 kali lipat dari biasanya," ungkap Bimo.

2. Tren wisata viral berlanjut meski pandemik melanda

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Para wisatawan di Kota Lama Semarang, Jawa Tengah (IDN Times/Dhiya Awlia Azzahra)

Tren wisata viral seakan tidak berhenti meski pandemik virus corona melanda. Sebagian besar masyarakat 'dipaksa' harus bekerja, belajar, dan beraktivitas dari rumah untuk mengurangi penyebaran virus corona.

Ditambah lagi dengan adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), otomatis pergerakan setiap orang pun terbatas, terutama saat hendak ke luar kota.

Saat bosan melanda, berselancar di media sosial pun dilakukan sebagai salah satu sarana untuk menghibur diri. Konten-konten tentang beragam tempat wisata dan kuliner bertebaran sehingga membuat warganet penasaran.

Saat sudah ada kelonggaran PPKM, mereka pun berlomba-lomba mengunjungi destinasi tersebut.

3. Wisata alam yang viral menjadi yang paling sering dikunjungi

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Grafis tren wisata viral di Indonesia (IDN Times/Aditya Pratama)

Dari hasil survei tren wisata viral, sebanyak 83,6 persen responden menyatakan pernah berkunjung ke destinasi wisata viral dan 16,4 persen responden sisanya tidak pernah. 

Sedangkan, dari jenis wisata yang dikunjungi, sebanyak 79,2 persen responden mengunjungi wisata alam, 76,2 persen responden mengunjungi wisata kuliner, 36,9 persen responden mengunjungi ruang publik, dan 28,6 persen responden memilih instalasi seni atau museum.

Wisata alam, seperti pantai, pegunungan, perbukitan, air terjun, atau bahkan area persawahan banyak mengalami kenaikan jumlah pengunjung, karena dianggap 'lebih sehat' dan menyegarkan pikiran, terutama saat pasca pandemik melanda.

Bunga (23 tahun) adalah salah satu wisatawan yang menyukai wisata alam. "Misalnya aku ke Solo, jarang banget aku ke kotanya. Biasanya aku ke wisata yang jauh dari kota, seperti air terjun, pantai, atau gunung," tutur Bunga.

Intensitas waktu untuk mengunjungi destinasi wisata viral pun bermacam-macam. Sebanyak 54 persen responden hanya pernah ke destinasi wisata viral 1-2 kali; 20,2 persen responden berkunjung 3-4 kali; 19,6 persen responden hingga lima kali atau lebih; dan sebanyak 6 persen responden selalu pergi ke tempat viral.

Marta (30 tahun, PNS) mengaku bahwa sebelum pandemi setidaknya sebulan sekali jalan-jalan ke tempat wisata viral. "Dulu sering banget, tapi setelah pandemi jadi agak jarang."

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Grafis tren wisata viral di Indonesia (IDN Times/Aditya Pratama)

Hal senada juga diungkapkan Rahma. Perempuan yang  berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) ini juga tidak setiap saat ke tempat viral.

"Banyak pertimbangannya. Misalnya (jarak) jauh atau tidak. Terus aku survei dulu, baca review orang yang pernah ke sana, dan kalau ada akun resminya dichat dulu."

Mengacu pada pernyataan Rahma, intensitas ini rupanya juga dipengaruhi jarak tempuh destinasi wisata dari tempat tinggal atau domisili. Sebanyak 41,1 persen responden mendatangi destinasi wisata viral di luar kota; 30,4 persen responden datang ke tempat yang jauh dari rumah, tapi masih satu kota.

Sebanyak 17,9 persen responden mendatangi destinasi di luar pulau; 6,5 persen responden ke tempat yang dekat dengan rumah; dan sisanya sebanyak 4,2 persen responden bahkan hingga luar negeri.

Rahma pun memilih destinasi wisata yang dekat dengan tempat tinggalnya di Kediri. Selain banyak, tempatnya juga cenderung murah, terutama untuk wisata kuliner dan alam. Meski tak memungkiri bahwa ia beberapa kali pergi ke destinasi wisata viral yang ada di luar kota.

Jarak ini juga berpengaruh terhadap bujet liburan yang harus disiapkan. Sebanyak 26,2 persen responden mengeluarkan uang lebih dari Rp1 juta untuk sekali perjalanan yang mencakup transportasi dan akomodasi.

Sebanyak 47 persen responden menghabiskan Rp100 ribu-Rp500 ribu; 17,3 persen responden menghabiskan Rp500 ribu-Rp1 juta; dan 9,5 persen responden menghabiskan kurang dari Rp100 ribu.

"Kalau dalam kota sekitar Rp100 ribuan sudah cukup. Kalau ke luar kota ya pastinya lebih dari itu," imbuh Rahma.

4. Perempuan menjadi yang paling sering mengunjungi wisata viral

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Wisatawan di Pantai Nyanyi Bali (IDN Times/Dewi Suci)

Responden survei ini didominasi perempuan, yakni sebanyak 70 persen responden dan sisanya laki-laki. Secara kasat mata, hal ini juga dapat dilihat di lapangan. Di beberapa tempat wisata, jumlah perempuan cenderung mendominasi, apalagi biasanya mereka pergi berkelompok dengan rekan-rekan sesama perempuan.

Hasil survei pun menyatakan sebanyak 44 persen responden pergi bersama teman atau sahabatnya ke destinasi wisata. Rahma pun demikian. Ia lebih suka pergi dengan teman-temanya sesama perempuan. "Mereka kalau ngefotoin dan ngevideoin gak pakai nggrundel (banyak bicara dan mengeluh)," ujarnya.

Tentunya, teman perempuan yang diajak pergi juga harus sefrekuensi atau memiliki minat yang sama, yaitu suka jalan-jalan dan berfoto. Hal ini membuat mereka nyaman satu sama lain.

Keluarga menempati tempat tempat kedua dengan hasil persentase sebanyak 25,6 persen, diikuti dengan pasangan pasangan sebanyak 19 persen, dan pergi sendiri sebanyak 8,9 persen responden.

Marta memilih pergi dengan adiknya, karena sang adik bisa memotret dirinya dengan baik dan mengambil sudut yang tepat. "Adikku bisa ngarahin foto biar aku gak kelihatan gendut," ujar perempuan yang bekerja sebagai PNS di Kota Madiun ini.

5. Kelompok usia produktif menjadi yang paling sering jalan-jalan

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Para Wisawatan di Pantai Suluban Bali (IDN Times/Dewi Suci)

Dari rentang usia yang mengikuti survei, responden berusia 25-30 tahun mendominasi hasilnya, yakni sebanyak 39,3 persen. Diikuti dengan responden berusia 30-35 tahun sebanyak 29,4 persen; 18-24 tahun sebanyak 21,4 persen; di atas 35 tahun sebanyak 9 persen; dan di bawah 18 tahun sebanyak 1 persen.

Untuk pekerjaan, sebagain besar responden adalah karyawan swasta (53,5 persen), diikuti wiraswasta (12 persen), pelajar/mahasiswa (12 persen), dan PNS/pegawai pemerintah (7 persen).

Ada banyak alasan mengapa pengunjung usia 25-30 tahun mendominasi untuk datang ke destinasi viral. Pada usia tersebut, biasanya orang-orang sudah mulai memiliki pekerjaan, pendapatan sendiri, dan belum banyak tanggungan (suami/istri dan anak), sehingga mereka bisa bebas jalan-jalan ke manapun.

Selain itu, banyak orang yang memang ingin melepaskan penat karena pekerjaan atau bahkan menyalurkan hobi fotografi seperti yang dilakukan Marta. "Aku tuh datang ke salah satu tempat viral, karena melihat foto di sosmed orang-orang kok kurang oke. Jadi, aku ke sana dan pengin ambil foto yang lebih cantik dan proper," ujarnya.

6. Aktivitas yang dilakukan di tempat wisata viral

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Wisatawan di Pantai Nyanyi Bali (IDN Times/Dewi Suci)

Ada banyak kegiatan yang dilakukan responden saat mengunjungi destinasi wisata yang sedang viral. Sebanyak 53 persen responden lebih suka menikmati suasana dan kulinernya; 24,4 persen bikin konten; dan 20,2 persen biasanya selfie atau hunting foto untuk dokumen pribadi.

Rahma merupakan salah satu responden yang selalu membuat konten berupa foto dan video setiap kali liburan ke destinasi viral. Sembari ngonten, juga mengeksplorasi tempat-tempat yang ada di sana. "Aku itu kadang pengin tahu apa sih yang membuat tempat ini viral."

Kegiatan Rahma berbanding terbalik dengan Bunga. Ia mengatakan bahwa dirinya termasuk orang yang suka menikmati suasana daripada membuat konten saat berkunjung ke destinasi wisata. Dulu, ia cukup rutin mengunggah foto atau video di status WhatsApp . Lama-kelamaan ia ingin menikmatinya sendiri.

"Kalau ngonten juga banyak persiapannya. Harus take di mana, posisinya gimana, ribet banget buat aku. Sekarang lebih ingin menikmati momennya, sih. Dan yang aku rasakan saat traveling tanpa ngonten, tuh juga aku bisa lebih ke-charge energinya," ungkap Bunga.

Hal senada juga disampaikan Justitiana. Perempuan yang bekerja sebagai pegawai pemerintah ini memilih untuk menikmati suasana. "Aku tipe orang yang bisa duduk berjam-jam di tempat yang sama tanpa sibuk ngonten. Misal di pantai, aku bisa duduk lama sambil lihat ombak. Bukan orang yang suka pindah-pindah demi menuhin story Instagram."

Baca Juga: 20 Tempat Wisata Alam Terbaru di Yogyakarta yang Instagramable Abis

7. Ekspektasi vs realita

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Grafis tren wisata viral di Indonesia (IDN Times/Aditya Pratama)

Saat membuat konten untuk ditampilkan di media sosial, seorang konten kreator tentunya mengambil sudut tempat atau segala hal yang dianggap bagus untuk menunjang kontennya. Ia juga akan menyunting foto atau video buatannya, supaya terlihat lebih estetik.

Hal-hal baik dan indah yang ditampilkan di media sosial biasanya akan menumbuhkan rasa penasaran, ketertarikan, dan keinginan pada diri orang lain untuk berkunjung ke tempat tersebut. 

Berbicara tentang ekspektasi, sebanyak 77,4 persen responden berharap 'wujud' tempat yang akan dikunjungi sama bagusnya dengan yang ditampilkan di media sosial. Sedangkan 22,6 persen responden memilih untuk tidak berekspektasi.

Saat sudah sampai di destinasi yang dituju, sebanyak 22,6 persen responden merasa puas karena ekspektasinya terpenuhi, dan tempat yang dikunjungi pun sesuai dengan apa yang ditampilkan di media sosial. 

Sebanyak 75,6 persen responden menjawab kadang-kadang dan 1,8 persen responden menjawab jarang atau tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.

Bunga menceritakan destinasi viral yang pernah ia kunjungi ada yang sesuai ekspektasi dan ada yang tidak. "Ini yang kadang aku kurang suka. Misalnya aku lihat air terjun di medsos bagus warna biru, aslinya airnya cokelat."

Senada dengan Bunga, Justitiana menyampaikan kekecewaannya saat datang ke destinasi viral yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. "Pernah aku ke sebuah pantai viral di Lombok dan isinya sampah semua. Padahal, akses ke sana itu cukup sulit, lho. Gara-gara viral orang-orang jadi kurang menjaga tempatnya, sayang banget," tuturnya.

Rahma pun memiliki pendapat sendiri. Ia pernah pergi ke salah satu pantai di Pacitan, Jawa Timur. Pantai tersebut sesuai dengan ekspektasinya dan sangat cantik seperti yang ditampilkan media sosial, tetapi ada hal lain yang di luar prediksinya.

"Tempatnya sesuai ekspektasi. Namun, yang gak sesuai ekspektasi itu jalan ke sananya jauh banget. Naik turun dan lumayan terjal," ungkap Rahma.

Di sisi lain, Marta juga pernah mendatangi salah satu destinasi wisata viral di Banyumas, Jawa Tengah, hingga dua kali karena pemandangan yang ditampilkan sesuai dengan ekspektasinya. Namun rupanya, selalu ada hal yang di luar ekspektasinya, yakni tempatnya sangat ramai.

"Ramai banget dan jadi banyak sampah yang menumpuk di sana. Alamnya jadi gak 'perawan' lagi," ungkap Marta.

9. Jika destinasi wisata tidak sesuai dengan ekspektasi

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Para wisatawan di Kota Lama Semarang, Jawa Tengah (IDN Times/Dhiya Awlia Azzahra)

Sudah jauh-jauh datang ke destinasi wisata viral, tetapi tidak sesuai ekspektasi? Sebanyak 51,8 persen responden memilih untuk tetap menikmati dengan cara mereka masing-masing; 26,8 persen responden menganggap hal itu biasa saja; dan 21,4 persen responden merasa kecewa.

Marta juga sering mengalami hal kekecewaan saat pergi ke destinasi wisata viral, karena tidak sesuai dengan apa yang ditampilkan di media sosial. "Sebenarnya kalau memutuskan buat datang, aku harus siap dengan semua risikonya, termasuk kecewa (gak sesuai ekspektasi."

Rahma juga mengungkapkan hal yang dilakukan apabila datang ke destinasi wisata viral yang tak sesuai dengan ekspektasinya. "Aku pastinya gak mau ke sana lagi dan milih pulang cepat aja. Gak semangat juga buat ngonten."

Meski banyak yang kecewa dengan satu tempat wisata, sebanyak 88,5 persen responden mengatakan akan tetap ke destinasi wisata viral, tetapi tergantung tempatnya seperti apa. Umumnya mereka beranggapan bahwa semua tempat memiliki keunikan tersendiri.

Sedangkan, 10 persen responden lainnya masih akan berwisata ke destinasi wisata viral, karena ikut tren dan sisanya sebanyak 1,5 persen responden sudah kapok dan tidak mau ke sana lagi.

10. Pendapat dari konselor kesehatan mental

[LONGFORM] Tren Wisata Viral: Sekadar Konten atau Beneran Bikin Happy?Psikolog IDN Media, Hoshael Waluyo Erlan (Dok. IDN Times)

Konselor kesehatan mental, Hoshael Waluyo Erlan, berpendapat bahwa tren wisata yang hanya fokus pada konten ini sebenarnya tidak memiliki dampak bahagia, karena motivasinya sudah berubah.

"Terkadang orang mengklaim healing, tetapi belum tentu butuh itu. Jadi liburannya demi konten wisata viral, belum tentu punya dampak healing atau bahagia," jelasnya.

Hoshael menambahkan motivasi dari liburan yang sudah bergeser dan fokusnya bukan untuk menghilangkan stres itu bukan tujuan yang relevan untuk liburan yang sesungguhnya. Apalagi kalau maksud dan intensinya liburan itu sekalian healing.

"Healing itu tidak terjadi secara otomatis. Healing itu proses, nilai rasanya lebih practical. Kadang orang mengklaim healing, tapi belum tentu butuh healing. Jadi, liburannya demi konten wisata viral yang belum tentu punya dampak healing dan bikin bahagia," imbunya.

Dampak psikologis dari wisata hanya bertujuan untuk konten pun bermacam-macam. Ada yang malah jadi frustasi atau stres, karena tidak sesuai harapan dan merasa sia-sia karena tuntutan harus bikin konten saat liburan ke wisata viral.

"Pernah juga ada klien di mana mereka harapannya liburan bisa memulihkan, tapi kenyataannya malah bikin mereka tertekan. Ada yg konflik sama temennya saat traveling dan keluhan-keluhan lainnya. Liburan yg harusnya rewarding malah bikin stres juga," ujar Hoshael.

Hoshael pun menyarankan agar sebelum liburan sebaiknya kita membangun mindset terlebih dahulu. "Jadi harus tahu tujuan liburan itu apa. Jangan fokus sama liburannya, tapi perlu dipikirin liburannya mau seperti apa, seberapa siap mentolerir hal-hal yg gak sesuai harapan kita."

Setiap orang, kata Hoshael, idealnya harus tahu apa yang diperlukan saat liburan dan tidak harus ke tempat wisata viral. Jika benar-benar tahu apa yang kita butuhkan, maka dampak positif liburan terhadap kesehatan mental bisa kita rasakan.

Saat kita kita benar-benar menikmati tempat wisata, terutama wisata alam, akan ada efek  relaxing, membuat tenang, serta muncul perasaan bersyukur dan masih ada harapan.

Nah, demikianlah hasil survei IDN Times tentang fenomena tren wisata viral beberapa tahun belakang. Kamu sendiri tipe yang mana, nih? Ceritakan pendapatmu di kolom komentar, ya!

DISUSUN OLEH:

FASRINISYAH SURYANINGTYAS, DHIYA AWLIA AZ-ZAHRA, FINA WAHIBATUN NISA, DEWI SUCI RAHAYU. 

Baca Juga: [QUIZ] Tempat Wisata di Indonesia Ini Cocok Kamu Kunjungi Berdasarkan Warna Favoritmu

Topik:

  • Fasrinisyah Suryaningtyas
  • Dewi Suci Rahayu

Berita Terkini Lainnya