Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia Timur

And the story begins here

Setelah keindahan Bali dan Lombok diakui dunia, ada Pulau Kenawa yang tak kalah eksotisnya. Letaknya berdekatan dengan Lombok. Sehingga, kamu bisa mengunjunginya secara bersamaan.

Kenawa dikenal sebagai surga tersembunyi di Nusa Tenggara Barat. Pesonanya tak habis-habis. Ketika sudah menjejakkan kaki di sana, rasanya tak ingin kembali ke kota. Daripada makin penasaran, mending ikuti cerita pengalaman saya mengunjungi Kenawa bersama seorang teman. Simak ya!

Inilah nirwana yang ramai dibicarakan orang. Sebuah pulau kecil, yang nyenyat dan tak berawak: Kenawa, Nusa Tenggara Barat.

And the story begins here.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Embel-embel tak berpenghuni justru menggelitik untuk makin mantap pergi melawat ke pulau yang menjadi gerbang pembuka Sumbawa itu. Konon, orang-orang datang subuh, mengejar matahari terbit, lalu pulang sebelum petang.

Belakangan, banyak yang coba-coba menginap, menggelar tenda, menjajal petualangan bermalam di alam bebas. Tanpa listrik, tanpa barang-barang elektronik, tanpa fasilitas yang biasa dinikmati. Petualangan yang demikian terus membayangi, beberapa bulan belakangan.

Di penghujung September, sebuah bulan baik yang menandai berakhirnya musik kering, membawa saya dan Kiki—rekan traveling dari Padang, Sumatera Barat—menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Sumbawa.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Angin yang kering mengantar kami sampai gerbang selamat datang di Pelabuhan Poto Tano. Begitulah tulisan yang kami baca samar-samar setelah kurang lebih 3 jam berlayar dari Lombok. Tulisan itu layaknya oase di tengah terik yang menyengat.

Pukul 12 tepat, kapal feri yang kami tunggangi mendarat di pesisir Sumbawa. Barisan bukit yang tandus, ditumbuhi satu-dua pohon yang daunnya meranggas, menjadi pelengkap pemandangan yang dramatis.

Pesan pendek dari Pak Jahar, pemilik kapal, yang bakal mengantar kami mendarat ke Kenawa. “Sudah di mana?” katanya dalam pesan itu. Saya lantas sigap membalas, memberi kabar.

Usai memberi tahu bahwa saya dan Kiki telah menepi di daratan Sumbawa, Pak Jahar mengarahkan kami untuk keluar dari pelabuhan, mencari dermaga kayu. “Kita akan menyeberang dari situ,” katanya, masih dalam pesan pendek.

Pak Jahar mengingatkan kami untuk menghindari calo-calo kapal yang umumnya membuntuti para pelancong. Benar saja, begitu keluar kapal, hampir sepuluhan pria separuh baya berebut menawarkan jasa pengantaran.

Ada yang konsisten mengintil, meski sudah ditolak. Tak jadi masalah. Bisa diatasi. “Maaf, Pak, kami sudah janjian dengan Pak Jahar,” ucap Kiki kepada mereka. Rupanya nama Pak Jahar cukup kesohor di Pelabuhan Poto Tano. Para calo jadi sungkan.

Di jalan menuju dermaga, kami melewati jalan beraspal. Lebar, tapi sepi. Lanskap di sisi kiri berwujud lautan biru. Sementara, pemandangan  sebelah kanan terdiri dari gugusan bukit tandus.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Sepintas, kami merasa sedang di Tanzania, Afrika. Apalagi ada kambing-kambing seliweran bebas menyeberang jalan.

Lima ratus meter setelah berjalan keluar dari pelabuhan, pria separuh baya berkulit legam melambai ke arah kami sambil setengah berlari. Kakinya telanjang tanpa alas itu tak kesulitan diayun, terantuk aspal, menyentuh jalanan yang suhunya setingkat lagi setara dengan air hampir mendidih.

Langkahnya gesit seperti kancil, berbelok-belok menyisihi karang-karang lepas dan kerikil yang menggelinding di bibir jalan. “Tamu dari Jakarta, ya?” katanya, berteriak. Kami sontak mengenali kalau pria dengan banyak guratan di wajahnya itu adalah Pak Jahar.

Tanpa ba-bi-bu, Pak Jahar mengajak kami ke kapalnya. Kapal Pak Jahar adalah kapal kayu bercadik, seperti umumnya kapal milik nelayan lain. Kapal itu muat untuk tujuh hingga delapan orang.

Dengan cergas, tangan-tangan tua Pak Jahar mengengkol mesin diesel. Tak sampai lima menit, kapal tradisional ini melaju, memecah ombak.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Perjalanan dari dermaga Poto Tano menuju Pulau Kenawa tak jauh-jauh amat. Kira-kira 30 menit. Di tengah jalan, kami melewati pulau-pulau kecil, seperti Pulau Nyamuk dan Pulau Ular.

Pulau Nyamuk, kata Pak Jahar, sedang dibangun menjadi kawasan resor. Sementara, Pulau Ular dibiarkan tak berpenghuni, selayaknya Pulau Kenawa. Sebab, Pulau Ular terlampau kecil.

Sambil berlayar, Pak Jahar berkisah kalau kapalnya pernah ditumpangi orang-orang terkenal. Seperti Nadine Chandrawinata, Putri Indonesia 2005 sekaligus aktivis lingkungan dan artis serba bisa.

Dari kisah blak-blakan ini, saya lantas jadi tahu mengapa nama Pak Jahar begitu kesohor di pelabuhan. Selepas Nadine dan rombongan menyambangi Kenawa, pulau tersebut langsung naik daun, berkali lipat lebih ramai dari biasanya.

Kalau malam Minggu, pelancong dari Lombok beramai-ramai datang untuk membangun tenda. Mereka biasa bermalam bergerombol, datang hampir petang dan pulang keesokannya.

Asyik berkisah, kapal Pak Jahar tiba-tiba sudah hampir menepi. Pulau Kenawa tampak jelas di depan mata.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Dari jauh, tampak bukit di bagian ujung pulau yang menjadi landmark. Juga gundukan kecil di bagian tengahnya. Semua terlihat jelas, kurang dari radius satu kilometer.

“Bukit itu sedang meranggas, cokelat, kering. Rumputnya belum terkena air hujan berbulan-bulan,” kata Pak Jahar. Tak menjadi masalah bagi kami. Kemolekan pulau ini tak sedikit pun berkurang.

Kini, kapal Pak Jahar benar-benar sudah menyentuh bibir pantai. Sreeek…Kayu-kayu tua itu menggesek pasir. Pak Jahar sibuk memposisikan sandaran kapal.

Saya melongok sedikit ke laut. Ikan warna-warni menyambut. Dari atas, air tampak seperti kaca. Dengan telanjang mata, kami bisa melihat apa yang ada di dalamnya.

Karang-karang yang menari, misalnya. Pasir putih bersih menjadi pemandangan mencengangkan selanjutnya. Teksturnya lembut menyentuh kulit.

Perbekalan, logistik, dan tenda yang disewa dari Pak Jahar segera kami angkut. Kebetulan, terdapat saung-saung yang bisa dipakai beristirahat sebelum mendirikan tenda di bibir pantai. Saung-saung itu baru saja direnovasi. Atapnya masih baru. Bau catnya juga belum luntur.

Di balik saung, ada deretan warung semi-permanen. Jumlahnya kira-kira tiga. Pemiliknya adalah penjaga pulau. Mereka menyediakan listrik dengan diesel, makanan, dan minuman.

Mereka juga menjual air galon yang bisa dipakai pengunjung bila ingin membilas diri di pulau. Di belakang warung itu, terdapat toilet yang dibangun dari kayu. Sederhana sekali. Tamu biasanya mandi di sana.

Tak mau berlama-lama, karena sebentar lagi sore, aku dan Kiki langsung menuju tengah pulau untuk berkemah. Kami memilih spot di balik gundukan. Gundukan seperti bukit mini tersebut telah kami lihat sebelumnya di tengah laut, ketika berlayar menuju Kenawa. Alasannya supaya tenda kami tak terbang terbawa angin darat kala malam.

Begitu masuk pulau, kami seperti dijamu padang savana yang luas. Angin-angin menyentuh rerumputan, menimbulkan efek suara seperti orang berbisik.  

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Rumput-rumput setinggi kira-kira 15 meter itu bakal jadi alas tidur kami nanti malam. Dan bonusnya, rumput-rumput ini tak gatal di kulit.

Kami langsung mendirikan tenda. Tak ada orang lain yang berkemah selain kami. Barangkali karena bukan musim libur. Dalam kondisi begini, pulau itu benar-benar sepi. Sama sekali tak berpenghuni. Kecuali para pemilik warung yang tinggal jauh di bibir pantai.

Baca: 11 Foto Keindahan Pulau Kenawa yang Menyerupai Padang Nirwana!

Sejurus kemudian, tenda berdiri. Namun, awan tiba-tiba menebal. Hujan pertama di Pulau Kenawa setelah musim kering yang panjang sepertinya bakal turun.

Firasat kami cukup kuat kepada alam yang memberikan pertanda. Sontak, kami masukkan semua barang dan menutup tenda rapat-rapat. Benar saja, hujan turun beberapa menit kemudian.

Angin kencang menerpa tenda. Air merembes masuk. Tapi kami tak gentar. Hujan kala itu kami anggap sebagai entitas atau hajat penyambutan baik. Kira-kira setengah jam, hujan mereda. Kami tak langsung keluar, menunggu air tak terlalu menggenang. Baru setelahnya kami bermain-main di luar.

Kala membuka tenda, WOW! Rumput-rumput yang semula kering tiba-tiba menghijau.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Kami menjumpai Kenawa dalam rupa yang berbeda. Tanah tempat kami berdiri seperti baru saja bersolek. Tak mau menyia-nyiakan lanskap yang indah, saya dan Kiki sibuk memotret sana-sini.

Ah, hampir saja melupakan snorkeling. Emoh kehilangan momen, alat perlengkapan menyelam itu saya tarik dari dalam tenda. Setengah berlari, saya langsung bergegas menuju pantai.

Lantaran usai hujan, air laut tak sebiru yang saya jumpai sewaktu pertama kali sampai di sini. Namun, tetap bersih dan cantik.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

“Hei, jangan snorkeling di sebelah dermaga. Tak ada ikannya. Di sana saja,” kata seorang pria meneriaki saya. Saya nurut. Seketika menuju sisi berlawanan—spot yang dimaksud pria berusia 30an itu.

Ikan-ikan yang berenang di sana lebih beragam. Ada semacam nemo, blue tang, butterfly fish, dan ikan hias lainnya. Karang warna-warni seperti yang saya jumpai di perairan Flores beberapa waktu lalu juga saya temukan di Kenawa.

Sayangnya, saya lupa membawa biskuit supaya ikan-ikan mau mendekat. Malah, saat berenang, ikan-ikan lucu itu menggigit kaki. Barangkali mereka anggap sebagai makanan atau malah pengganggu.

“Baru pertama kali ke sini ya?” tutur pria itu. “Saya Ikhsan, dari Dinas Kelautan NTB,” katanya. Saya mengangguk dan tak lama kemudian, kami terlibat obrolan.

“Tahu apa arti Kenawa?” kata Ikhsan. Saya menggeleng. Katanya, Kenawa adalah nama pohon yang dulu tumbuh di pulau ini. “Hanya di pulau ini,” tuturnya. Sayang, lantaran sudah ditebangi, pohon itu tak lagi ditemukan.

Tinggal nama yang disisakan. Pohon Kenawa dipakai warga untuk beragam keperluan, seperti buat kayu bakar. Lama mengobrol, tak terasa matahari sudah meluruh. Langit mulai kemerahan. Ikhsan pamit meninggalkan Kenawa. Saya pun lari ke atas bukit, mengejar pesona sunset.

Bukit itu tak terlalu sulit didaki. Sebab, tak terlampau tinggi.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai puncak. Namun tantangannya adalah tanah yang licin. Ditambah, tak ada pegangan apa pun, termasuk pohon atau ranting. Bukit itu benar-benar gundul dan cuma ditumbuhi rumput.

Saya lebih dulu sampai puncak, sementara Kiki masih asyik main drone di padang savana. Di atas bukit itu, langit kemerahan tampak lebih jelas dan dekat.

Matahari seperti sejajar di muka pandangan. Pelan-pelan, bulatan surya yang kuning sempurna turun mendekati garis pantai. Senja meninggalkan kesan yang manis.

Petang datang dan Kenawa masih belum kehilangan pesonanya. Karena tak ada penerangan sama sekali, bintang-bintang jadi terlihat jelas. Kami berdiam menghadap langit.

Mendengar debur ombak, menyaksikan lautan bintang yang kelihatan dari dalam tenda, tidur beralas rumput, dan sesekali diseka angin-angin pantai. Suasana demikian membuat malam di Kenawa begitu sempurna. Kadang-kadang, bunyi serangga memecah sunyi, menjadi instrumen pengantar diri menuju mimpi.

Cahaya masuk pelan-pelan ke dalam tenda yang sengaja tak ditutup total. Langit merah seperti dihujani pewarna.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Kami tersentak bangun, lalu terduduk. Gunung-gunung yang berbatas laut itu membentuk siluet. Rumput-rumput seperti disapu cahaya yang merona, menimbulkan efek kemerahan. Kami tak merasa seperti di bumi.

Akumulasi semua keindahan terangkum dalam kemasan rupa pagi di Kenawa. Tak ada yang bisa dilakukan, kecuali ternganga menyaksikan lanskap dengan pesona yang tak habis-habis.

Kami menari-nari menembus embun pagi. Sinar mentari bergerak naik perlahan menerangkan warna asli laut, gunung, bukit, serta rerumputan, melepaskan tubuh dari refleksi siluet. Lagu "Man Upon The Hill" milik Stars and Rabbit berputar-putar di kepala, menyarukannya dengan irama angin.

Menyambut Kenawa saat pagi hari dengan keriangan seperti ini membuat jiwa utuh kembali. Pagi itu pula, kami menemukan sebuah keelokan tanpa perlu intonasi akhir. Kemolekan tanpa titik.  

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Pak Jahar kembali dengan kapal kayunya. Ia menjemput kami pagi-pagi. Memang, ia terlambat datang.  Meski hanya 10 menit, tapi maafnya tak habis-habis kala bersemuka dengan kami. "Maaf telat," katanya.

Padahal, kami belum juga beres mengemas tenda. "Kita mandi dulu di rumah. Ibu sudah masak ikan. Nanti kita sarapan enak," katanya.

Pagi itu, kami merasa bukan dijemput sebagai penyewa kapal, melainkan anak. Kami dibawa ke perkampungan nelayan di pesisir Poto Tano.

Di balik bukit gersang, kami dihadapkan dengan potret masyarakat lokal yang santun dan penuh syukur. Senyum mama-mama tua atau anak-anak kecil mengembang tanpa pincingan curiga.

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

Salam sapa juga tidak terlewat. Guratan keluh akibat alam yang tandus atau desakan kebutuhan lantaran panen ikan yang tak terlampau memuaskan tidak ditunjukkan. Di bawah rumah-rumah beratap rendah itu, mereka menghargai banyak hal. Utamanya waktu dan tamu. "Maaf ya tadi saya terlambat menjemput," kata Pak Jahar, lagi.

Dan awan yang berarak adalah lagu terakhir yang membawa kami pulang. Untuk nanti kembali lagi.

Transportasi:

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

-Kalau dari Jakarta, lebih gampang naik pesawat tujuan Lombok. Setelah itu, sewa motor untuk dibawa ke Pelabuhan Kayangan atau naik angkutan umum. Sewa motor di Lombok berkisar Rp 80 ribu untuk 24 jam. Lumayan, setelah dari Kenawa, bisa dipakai lagi untuk jalan-jalan keliling Lombok, kan?


-Dari Pelabuhan Kayangan, kalian harus naik kapal feri menuju Pelabuan Poto Tano, Sumbawa. Lama waktu tempuhnya kira-kira 2-3 jam.

-Dari Pelabuhan Poto Tano, kalian harus menyewa kapal nelayan menuju Pulau Kenawa. Dermaganya terletak kurang lebih 500 meter dari pelabuhan besar.

Do's and Don’ts:

Mengejar Kecantikan Kenawa, Surga Tersembunyi di Indonesia TimurIDN Times/Chicha

- Kapal nelayan menuju Pulau Kenawa umumnya ditawarkan dengan harga Rp 300 ribu PP. Kala itu, kami dapat murah karena sedang low season, yakni Rp 200 ribu. Coba menawar untuk mendapatkan harga terbaik. Saya sarankan teman-teman untuk menghubungi Pak Jahar bila ingin menyeberang ke Kenawa, di nomor 08-1909-277-521.

-Tidak perlu membawa tenda dari rumah. Sebaiknya menyewa di lokasi. Tenda bisa disewa lewat Pak Jahar dengan harga Rp 50 ribu (berisi dua orang).

-Bawa logistik secukupnya untuk bekal. Sebab, warung di Kenawa tak selalu buka.

-Tak perlu takut kehabisan daya listrik karena di warung tersebut disediakan jasa charge ponsel atau kamera. Tiap item Rp 10 ribu.

-Bawa garam untuk disebar di sekitar tenda, buat menghindari ular mendekat. Maklum, beberapa waktu lalu, ada seorang teman berkemah dan menemui ada ular di sekitar tenda.

-Signal paling kencang adalah provider XL dan Telkomsel. Sebaiknya, memakai dua provider itu kalau berkunjung ke Kenawa supaya tak kehilangan signal.

-Jangan pernah meninggalkan sampah di sana. Sebab, sekarang mulai banyak ditemui sampah plastik. Sayang sekali, padahal pulau itu benar-benar masih alami. Sebaiknya bawa trash bag untuk membawa kembali sampah-sampah yang tertinggal.

- Bulan terbaik mengunjungi Pulau Kenawa adalah April–Agustus, saat curah hujan tak terlalu tinggi.

Baca Juga: 10 Foto Keindahan Gili Trawangan, Gak Nyangka Kalau Lagi di Indonesia!

Topik:

Berita Terkini Lainnya